Part 23

10.2K 937 36
                                    

Hai, aku kembali lagi...sesuai janjiku sama @insaka yang mau up malam ini tapi ini baru sore udah aku up ya....
Happy reading 😀😁

Cuaca siang ini terasa sangat panas, tiba-tiba saja aku sesuatu yang segar. Kurasa aku ingin buah. Aku akan ke dapur untuk melihat ada buah apa disana.

Akhir-akhir ini aku memang sering menginginkan sesuatu secara tiba-tiba kadang aku juga menginginkan hal aneh yang tak pernah terpikirkan olehku, aku merasa seperti wanita yang sedang nyidam saja.

Tapi apa mungkin saat ini aku sedang mengalami hal itu. Apa aku hamil.

"Memikirkan apa hm?" Kevin bersuara tepat di samping telingaku dan kini sedang memeluk perutku lembut.

Sejak kapan dia disitu kenapa aku tidak menyadarinya sama sekali. Melamun memang membuat aku seperti orang dungu, bukan menyebabkan ayam tetangga mati ya. Kalaupun itu benar juga tak masalah untukku karena disini tidak rumah selain milik Kevin.

"Aku ingin buah segar." Jawabku jujur.

"Kau suka sekali buah ya, sayang." Kevin berucap lembut sambil mengusap perut rataku. Seakan pernyataannya itu bukan ditujukan untukku tapi sesuatu dalam perutku.

Itu pasti perasaanku saja, tapi akhir-akhir memang Kevin sering mengusap sayang perutku bahkan kadang sebelum tidur dia juga mengecup perutku seakan-akan memang ada makhluk hidup disana.

"Kenapa kau suka sekali mengelus perutku?" Dapat kurasakan tubuh Kevin sedikit menegang dengan pertanyaanku, namun dengan cepat dia menyembunyikannya.

"Memangnya tidak boleh aku mengelus perut istriku sendiri. Jangankan hanya perut, mengelus yang lain juga tidak masalah." Jawab Kevin mulai mesum.

"Sudahlah aku ke dapur dulu." Aku tidak mau Kevin semakin menjadi dengan tingkat kemesumannya.

"Aku temani." Kevin bergegas mengejarku yang sudah duluan berjalan meninggalkannya.

"Kau ingin buah apa? Biar aku yang menyiapkan untukmu." Ucap Kevin perhatian.

Ada apa dengan dirinya, kenapa dia jadi lebih lembut dan perhatian begini. Tapi tidak apalah mungkin aku bisa mengerjainya nanti.

"Aku ingin..." Aku melihat berbagai buah-buahan yang tersedia dan mataku tertuju pada "...nanas".

Kevin pasti akan kesulitan untuk mengupasnya. Biar saja kali ini aku mengerjainya.

"TIDAK BOLEH." Bentakan Kevin membuatku kaget.

Bahkan aku tidak bisa berkata-kata akan bentakannya barusan. Memangnya apa salahku hingga dia membentakku seperti itu. Jika memang dia tidak mau mengupasnya untukku, dia tidak perlu marah.

Tanpa bisa kutahan air mata mulai meleleh di sudut mataku. Kenapa aku jadi cengeng sekali.

Kevin yang menyadari aku menangis mulai melunak dan merasa bersalah.

"Maaf, aku tidak bermaksud membentakku. Jangan menangis, sayang."

"Jika memang kau tidak mau mengupasnya, kau tinggal bilang saja, tidak perlu marah begitu." Jawabku sebal sambil menahan isakan tangis.

"Bukannya aku tidak mau, hanya saja..." Kevin seolah bingung menjelaskan alasan dia membentakku.

"Sudahlah yang pasti jangan buah sialan itu."

"Kenapa?" Tuntutku ingin mengetahui kenapa aku tidak boleh memakan nanas yang nampak segar itu.

"Pokoknya tidak boleh."

"Tapi kenapa Kevin. Aku butuh penjelasan." Ujarku keras kepala. Jangan panggil aku Vinsa jika aku tidak bisa mendapatkan jawabannya.

"Jangan membuatku semakin marah, Vinsa." Peringatan Kevin dengan tatapan dinginnya.

"Jika kau tidak mau memberitahuku alasannya, aku akan mogok makan." Sungguh ancaman yang tidak berguna. Aku yakin Kevin mana peduli.

"Vinsa, kau ini." Kevin menarik rambutnya frustasi dengan sikapku yang keras kepala. Biar saja yang penting aku mendapatkan apa yang aku inginkan.

Kami terdiam cukup lama, hanya saling memandang tajam seolah kami sedang berperang melalui tatapan mata.

"Baiklah aku akan mengatakan alasannya." Akhirnya Kevin kalah, tentu saja Vinsa selalu menang haha.

"Ayo cepat katakan." Aku tidak sabar karena Kevin tidak segera berbicara.

Sebelum membuka mulut, Kevin menghela nafas kasar. "Kau hamil."

Hanya dua kata dan sukses membuatku melongo, antara shock, bingung, tidak percaya dan banyak rasa lain yang membuatku tidak bisa mencerna dengan baik perkataan Kevin tadi.

Aku benar-benar tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Jadi aku hanya menatap Kevin datar tanpa ekspresi sedikitpun.

"Katakan sesuatu, Vinsa. Aku mohon jangan diam saja. Kau sungguh membuatku khawatir." Kevin terlihat panik sendiri.

Keterdiamanku ternyata bisa membuat seorang Kevin khawatir ya. Seharusnya dia khawatir jika sekarang aku mengamuk dan mengatainya dengan kata-kata kasar.

Tapi sungguh aku hanya tidak berekspresi seperti apa, haruskah aku senang atau sedih. Aku harus bahagia atau malah marah. Aku benar-benar tidak tahu.

"Aku...." Tidak ada kata yang bisa aku ucapkan lagi karena selanjutnya hanya air mata yang keluar mewakili seluruh perasaanku.

"Kau pasti membenciku ya, tapi aku mohon jangan benci anak kita." Mohon Kevin dengan mata penuh kesakitan.




Setelah saya telaah lagi ternyata LWP tamatnya masih cukup lama karena saya mengakui kalau partnya memang pendek jadi butuh beberapa part lagi untuk selesai.
Seperti biasa jangan lupa ya vote sama komennya 😄😄😉

Life With A PsychoWhere stories live. Discover now