Bab 3 "Belum Menyadari"

1.7K 747 142
                                    

MOS telah selesai diadakan tapi semua anggota OSIS masih harus berkumpul untuk rapat penutupan sementara semua murid diminta untuk kembali ke kelasnya masing-masing dan melanjutkan pelajaran.
       
Linden berjalan menuju koridor ruang kelasnya sambil memikirkan penglihatannya tadi.
       
"Eh bro tadi lu mau nunjukin siapa sih? Cewek cakep ato malah cewek jelek?" Roby dan Rudy berlari menghampiri Linden.
       
"Cewek cakep mulu yang lu pikirin Rob!"sahut Linden menggeleng-gelengkan kepala.

"Yah, emang lu mau bilang apa kalau udah nunjukin cewek?"tanya Roby.
       
"Makanya dengerin dulu, Rob..." sahut Rudy.

"Iya-iya yaudah mau cerita apa say?"ucap Roby dengan nada yang menggelikan di telinga Linden.
       
"Geli lu! Tadi gue liat cewek, rambutnya ikal sih..tapi mukanya itu mirip..." Linden ragu-ragu mengatakannya.

"Mirip siapa?"tanya Roby dan Rudy.

"Mirip nenek buyut lu?"ledek Rody pada Linden.
      
"Pala lu! Gue serius nih!" Linden berdecak kesal.

"Ya udah lanjut aja Den, biarin aja si Roby mah..." ucap Rudy menenangkan Linden.

Mereka masuk ke dalam kelas dan duduk di tempat mereka, Roby dan Rudy di depan sementara Linden duduk tepat di belakang mereka.
        
Roby dan Rudy segera menghadap kebelakang menatap Linden menunggu lanjutan cerita dari Linden.

"Apa bro, cepetan gue penasaran..mirip siapa sih?"tanya Roby.

"Anak-anak keluarkan buku fisika kalian," Pak Hasan seorang guru fisika berjanggut plus berkumis masuk.

"Arghh..yahh" satu kelas mengerang malas.
    
"BRAK!" guru itu menggebrak meja, membuat seisi kelas terdiam, namun Roby masih meminta Linden untuk berbicara.

"Hey!! Roby, Rudy balik badan, diam kalian!"guru itu berteriak pada Roby dan Rudy.
    
Linden tertawa pelan, "Kamu juga diam Linden!!" Linden pun ikut terdiam.

Lagi-lagi rasa penasaran yang ia rasakan tentang penglihatan-nya harus terputus begitu saja, 'aneh' pikir Linden.
**
"Jadi, Energi Mekanik adalah energi potensial ditambah energi kinetik...bla blaa.."

Apapun yang dijelaskan oleh Pak Hasan seolah seperti angin yang lewat begitu saja di telinga mereka bertiga, murid-murid yang lain keliatannya juga begitu.
      
Memang sepertinya cara mengajar Pak Hasan tidak menarik sama sekali.
   
Ia terus menghadap ke papan tulis tanpa bergerak sedikitpun, hanya bergerak kesebelahnya 1 meter untuk memenuhi papan tulis.

Suaranya pun saat menerangkan bagaikan simfoni yang membuat semua murid mengantuk.
     
Namun, sepertinya Pak Hasan tidak menyadari semua yang ia ajarkan adalah sia-sia belaka.

Ada yang tidur, ada yang asyik berbisik-bisik, ada yang memainkan ponselnya, dan lain-lain.
     
Sedangkan Linden masih menimbang-nimbang dengan penglihatannya, dan berpikir dengan keras.
    
Sebenarnya jika ia mau ia juga tidak perlu berpikir terlalu keras seperti itu, karena semua ini tidak menyangkut dengan dirinya.

Namun, ini menyangkut salah satu sahabatnya, Jeff.

Bel tanda istirahat berbunyi, semua murid yang tadi asyik dengan bisnis masing-masing seolah tersadar secara tiba-tiba dan langsung mengeluarkan seruan, "Yess!!Wooo!"semuanya berjingkrak-jingkrak kesenangan.
   
"Ya! Semuanya silakan istirahat. Sampai jumpa besok." Pak Hasan keluar dari kelas.

Linden, Roby, dan Rudy berjalan bertiga. Dengan itu, Roby kembali bertanya, "Ih emang ngeselin ya tuh guru! Jadi motong cerita lu lagi deh...Lanjutin donk Den, mirip siapa sih?"
    
"Tapi kalian janji ya, bakal rahasia-in ini sementara dari Jeff...Kita harus cari waktu yang tepat buat ngomong," ucap Linden sedikit berbisik.
      
"Apaan sih? Pake rahasia-rahasia-an segala...Jadi tambah penasaran." sahut Rudy mengambil tempat sebelah Linden.

Whispering Love (In A Pretty Night Sky)Where stories live. Discover now