Bab 30-END-

447 71 35
                                    

Seperti kata orang sekelilingmu, tidak ada yang abadi di dalam dunia yang fana ini. Ada suatu hari di mana seseorang akan kehilangan segalanya, meninggalkan setiap jengkal napas yang selama ini telah ia perjuangkan.

Tak peduli bagaimana cara semua itu berakhir, yang pasti lembaran buku itu akan tertutup sempurna dan tidak akan terbuka untuk kedua kalinya.

Oleh sebab itu seperti keyakinan Evelyn saat ini, bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya.

Di saat waktu masih bergulir di saat itulah seharusnya ia memasuki pintu yang masih terbuka, sekarang semua-nya telah terlambat dan hanya berujung pada satu kata yaitu 'penyesalan'.

Saat ini Evelyn hanya menggengam kepercayaan dan menjejalkan rasa rindu yang tak terbalas di dalam celah hatinya yang terdalam.

Duduk termangu di bawah sinar bintang dan rembulan yang menjadi saksi bisu. Sebelah tangannya menyentuh pemberian berharga orang tersayangnya yang takkan terlupakkan dan takkan terganti.

Ia percaya sosok itu belum hilang, sosok itu akan selalu menjadi bagian dari setiap perjalanan hidupnya saat ini. Walau ia tahu pasti akan berat menjalani semua ini tanpa kehadiran sosok itu. Namun ia yakin, bintang yang bercahaya di seberang sana akan tetap bersinar walau ia tidak dapat menggapainya.

Detak jantungnya yang terus membuncah menandakan Evelyn akan mengawali semua kisah di atas lembaran baru.

Serangkaian peristiwa yang terus terngiang di pikirannya, yang awalnya ingin membuatnya menghantam kepalanya dengan sejuta palu, namun di sisi lainnya dari serangkaian peristiwa itu juga ia menyadari betapa besar pengorbanan sosok itu.

"Ma-Pa...bilang sama Evelyn, Liam kemana? Kenapa dari tadi Evelyn gak liat dia Ma-Pa?" Evelyn bertanya di sela-sela isakan tangisnya.

Entah mengapa ada suatu hal yang mengganjal hatinya, suatu hal yang membuatnya ingin segera bertemu dengan Liam atau hanya untuk sekedar mengetahui bahwa Liam baik-baik saja. 

"Kamu bener mau liat Liam sayang?" tanya Nico lembut. Linda hanya menatap Nico nanar seolah tak tahu harus berbuat apa, lebih tepatnya ia tidak tahu apa kejadian ini pantas di hadapkan oleh Evelyn di usia mudanya saat ini. 

Nico yang mengerti maksud Linda, merangkulnya dan kembali menatap Evelyn menunggu jawaban. "Iya Pa. Aku mau liat Liam... tolong kasih tau Evelyn, Liam di mana sekarang?"

Dengan berat hati, Nico berkata, "Ikut Papa." 

Dengan sigap Evelyn segera mengikuti kedua orangtuanya dari belakang. Tanpa disadari kedua orangtuanya membawanya ke sebuah ruangan, tanpa ia mengerti ruangan apa yang ia masuki itu.

Evelyn sedikit memincingkan mata saat memasuki ruangan itu, sinar yang menyambar seketika membuatnya mengerjapkan mata beberapa kali, seketika itu juga suara para medis memenuhi pendengarannya. 

"Selamat ya Pak, operasinya berjalan lancar. Bapak dan ibu harus berterima kasih atas kebaikan Tuhan dan keluarga pendonor putri kalian."

Evelyn yang mendengar kata sambutan dokter kepada ayahnya itu, mengernyit tidak mengerti dan menuntut penjelasan dari kedua orangtuanya. 

Terlebih saat ia mendengar kata 'operasi' dan 'pendonor', apa maksud dari semua perkataan itu?

Siapa yang melakukan operasi?

Dan yang dimaksud pendonor itu siapa?

Lalu apa hubungannya dengan kedua orangtuanya? Beribu pertanyaan berkelebat di dalam benaknya, membuatnya menggeleng jengah.

Linda yang mengerti maksud tatapan Evelyn, mendekatinya dan merangkul putrinya, memberikan pengertian.

"Lyn, sebenernya Liam....Sebenernya..." Linda tidak tahu harus berkata apa, ia tidak tahu harus memulai dari mana, ia juga tersiksa dengan semua kenyataan ini dan terlebih ia tidak ingin Evelyn terlarut dalam kesedihan nantinya. 

"Ma...Sebenernya apa? Liam kenapa?" tanya Evelyn semakin jadi seraya mengguncang-guncang lengan ibunya. 
"Sebenernya yang dimaksud dokter pendonor itu Liam. Liam yang donorin jantungnya buat kamu sayang."

Tangannya yang tadi masih menggelantung di lengan ibunya terasa tak berdaya, oksigen di sekelilingnya terasa mulai menipis. 

"Gak-gak, Mama pasti bohong, Liam gak mungkin...Gak-gak..." 

Evelyn mendekap mulutnya mencoba menahan agar tangisannya tidak pecah dan tanpa perintah dari pemiliknya, kakinya mundur langkah demi langkah melewati kedua orangtuanya yang berteriak memanggil namanya.

Sejak saat itu, dunianya tidaklah utuh seperti semula. Terlebih ketika seluruh keluarga Liam, keluarganya, Raysen dan Sri juga ikut berkabung saat pemakaman Liam, ia tak kuasa menahan tangisan dan rasa sesak yang terus merajam hatinya. Tidak, di saat ia masih bisa bertahan hidup dengan salah satu organ Liam. 

Secara tidak langsung, ia-lah yang menyebabkan kematian Liam, walaupun ia masih tidak mengerti mengapa takdir membiarkan jantung Liam cocok di dalam tubuhnya bahkan tidak memberikan tanda-tanda komplikasi sedikitpun, dan dengan kenyataan itu, ia semakin membenci hidupnya.

Tidak ada lagi tawa dan ledekan manis dari Liam, tidak ada lagi pelukan hangat yang dapat meringankan bebannya, semuanya seolah ditarik begitu saja darinya.

Tak hanya kehangatan yang hilang, tapi sepi pun menjadi getir, ketika dingin mulai mendadak datang membekukan malamnya. 

Seolah semuanya berlaku memang untuk sementara, dan dengan kenyataan itu, ia masih berharap semua ini hanyalah ilusi belaka.

Namun ia percaya Liam tidak sepenuhnya pergi, ia percaya dan berjanji akan menjaga setiap detak jantungnya, sebagai bukti bahwa Liam akan tetap ada di setiap langkah hidupnya.

Dan sekarang jemarinya menelusuri kembali sebuah album Liam yang dipenuhi fotonya. Seolah mengulang kembali kejadian di rumah sakit itu, Evelyn terus menekuni setiap lembaran raut wajahnya.

Hanya yang membedakan suasana saat dulu dan saat ini adalah ia berada di dalam kesunyian malam yang setia menemaninya. 

Hanya ada sunyi yang mencekik malam, sepi yang mengiris kelam, membawa dan meninggalkan sepenggal kisah yang tak juga karam, seturut dengan rasa yang berkuasa di rongga dadanya yang terdalam. Air matanya kembali bergulir menempati sudut matanya dan membeku.

Ia kembali menyentuh dadanya, merasakan setiap detak jantung Liam di tubuhnya, menggelitar dan merasuki kehidupannya. Jantung itulah satu-satunya memori sekaligus peninggalan Liam. 

Sayangnya, Liam telah tiada dan kini hanya tinggal kenangan saja. Ikhlas ataupun tidak, mereka harus menerima Liam pergi menuju tempat asal semua makhluk hidup berada dalam naungan Sang Pencipta.

Bergabung bersama ribuan bintang yang akan menerangi gelapnya malam hari. Bergabung bersama para penjelajah angkasa di luasnya galaksi bimasakti. Karena kepercayaannya takkan terganti, bahwa Liam akan tetap menjadi sahabat dan cinta hidupnya. 

                                                                                                    -THE END-

Yeyy! Akhirnya cerita ini selesai juga! :) Maaf ya kalo akhirnya mungkin membuat kalian cedih... huhuu... :p tapi buat yang udah baca sampe akhir ini, aku mau bilang thanks a lot ya! Makasih udah mau luangin waktunya untuk baca karyaku ini, makasih udah support aku. Hehee...Oh ya! Baca karyaku yang kedua juga y...

"Youre My Amsterdam". Untuk yang ini aku rencanain genrenya romance, thriller & mystery, jdi bisa bayangin lah ya critanya kyk ap... Nyes2 dek2an gmana gtu... Wkwkkk XD

Tpi karyaku ini g akan berhasil tanpa kalian smua,  jdi aku masih berharap banget kalian mau baca hihiii...ok see you di cerita selanjutnya! Muah" :3 :3

-Luv" Jecelyne- 

Whispering Love (In A Pretty Night Sky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang