Bab 24 "Tidak Dapat Memungkiri"

476 97 20
                                    

"Apa yang terjadi sama gue?" gumam Liam sambil menyesap dry martini-nya perlahan.

"Lu, temen gue yang baik, lagi kacau," sahut Raysen yang duduk di sampingnya di bar.

"Walau gue gak tau apa yang buat lu kacau karena lu gak mau ngomong ke gue."

Setelah dua hari ia tidak masuk sekolah dan berdiam di rumahnya dalam keadaan frustasi dan emosi berantakan, Liam memutuskan menelpon Raysen dan memaksa temannya itu menemaninya minum-minum di luar.

Memang ini terdengar gila, namun hanya itu yang dapat ia pikirkan untuk setidaknya mengurangi emosinya.

Jadi di sinilah mereka, duduk bersebelahan di bar bernuansa Manhanttan tahun 1950-an yang tidak terlalu ramai di Jakarta.

Liam mendesah panjang, lalu mengernyit.

"Dia gak mau ngangkat telepon gue."

"Siapa?"

"Dia."

"Dia siapa?"

"Evelyn."

Raysen menatap Liam dengan alis terangkat heran.

"Jiwa dan raga lu berubah ngenes kayak gini gara-gara Evelyn gak jawab telepon lu?" tanyanya dengan nada tidak percaya.

"Absolutely not!" tukas Liam sambil menggeleng keras.

"Maksud gue, itu salah satu penyebab,Gak, bukan. Maksud gue...Gue...Oh, sial!" Liam meneguk martini-nya dan mengusap wajah dengan kesal.

"Dia gak mau ngangkat telepon lu," gumam Raysen sambil memutar-mutara gelasnya pelan.

"Jadi kalian berdua berantem?"

Liam tidak menjawab.

"Evelyn pasti bener-bener marah sama lu kalo dia sampe abai-in lu kayak gini." Liam hanya memberengut.

"Lu udah coba say sorry ke dia?"

Liam melotot kesal ke arah teman-nya.

"Menurut lu gimana caranya gue mau minta maaf kalo dia aja gak mau ngangkat telepon gue?"

"Ah bener juga, sorry," gumam Raysen sambil mengangguk-ngangguk.

Lalu ia menatap Raysen dengan raut wajah tersinggung. "Gak perlu emosi, Li. Gue cuman coba nge-bantu." Liam mendengus.

"Lu udah coba nemuin dia di rumahnya?"

"Udah. Tapi setiap kali gue ke situ, Evelyn selalu menghindar dari gue, mamanya juga gak tau gimana caranya nge-bujuk Evelyn," gerutu Liam jengkel.

"Wah, kayaknya dia beneran marah sama lu, Li."

Liam menatap Raysen setelah menghembuskan napas berat, "Lu tadi ketemu Evelyn? Dia ada cerita apa-apa gak?" tanya Liam.

"Gue ketemu sama dia kemaren," kata Raysen.

"Tapi dia gak keliatan kesel. Dia malah keliatan seneng."

Kepala Liam berputar cepat ke arah Raysen.

"Seneng?" tanyanya heran.

Raysen mengangkat bahu sejenak lalu menjawab. "Gue rasa itu gara-gara Dave."

Kening Liam berkerut. Dave? Nama itu kedengarannya tidak asing.

"Ya." ucap Raysen kembali.

"Lu inget Dave kan? Cowok yang nari bareng Evelyn waktu pesta Swan White waktu itu, temen lama dia."

Whispering Love (In A Pretty Night Sky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang