9. Teror

3.2K 195 2
                                    

"Gila. Hebat ya lo, Den."

Aiden menarik wajahnya menjauhi Arin. Kemudian dia menoleh, mendapatkan seseorang tengah berdiri tegak dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya. Aiden berdesis kesal, mengambil sebuah batu di sampingnya, lalu melemparnya ke arah orang tersebut,

"Bangsat! gue kira siapa!"

Raymond tertawa kencang melihat kepanikan dari wajah Aiden, "Lagian, lo ciuman di tempat umum begini! Untung gue yang liat. Coba kalo Aileen? Abis lo dicincang ama dia!" sahut Raymond menggelengkan kepalanya.

"Aiden udah putus kok sama Aileen." celetuk Arin sambil tersenyum.

"Masa?" tanya Raymond tidak percaya, membuat Arin mengangguk semangat.

"Kaga." jawab Aiden.

Mendengar jawaban yang begitu jelas dari Aiden, Raymond menahan tawanya sambil melihat perubahan ekspresi pada wajah Arin yang cemberut kesal mendengar jawaban Aiden.

"Udah putus kok, serius deh. Aiden yang mutusin." ucap Arin berbohong.

Raymond kembali menatap Aiden yang sedang mengacak frustasi rambutnya. "Kaga percaya gue," celetuk Raymond membuat Arin membulatkan matanya kesal, "Kok lo disini?" tanya Raymond pada Arin.

"Emang kenapa? Emang ini vila punya nenek moyang lo?! Bebas dong gue mau dateng apa engga!"

"Iya juga sih." gumam Raymond menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal.

"Udah sono ih lo ngapain di sini sih."

"Lah? Ngapa emang? Emang ini danau punya nenek moyang lo?"

"Iya! Udah sono pergi." usir Arin.

Sudut bibir kiri Raymond terangkat, "Den, lo ngga mau belain gue gitu?" ucapnya.

"Menajiskan, Ray." celetuk Arin.

Aiden berdesis sambil memandang keduanya, kemudian lelaki itu berdiri dan beranjak pergi meninggalkan mereka berdua. Baru beberapa langkah Aiden berjalan, langkah lelaki itu terhenti saat di dapatinya seseorang sedang memagar jalannya.

Aiden mengangkat kepalanya perlahan, dan saat itu juga jantungnya berdegup lebih cepat, "Aileen?" nada suara lelaki itu terdengar begitu parau.

Di depan sana Aileen berdiri dengan pandangannya yang sulit Aiden artikan. Jangan bilang, kalau tadi dia liat Arin nyium gue. gumam Aiden di dalam hatinya.

Aileen POV

Aku melihat semuanya. Semuanya. Bagaimana wanita itu dengan terang-terangan mengecup bibirmu. Dan seketika sekelebat film terputar di benakku, saat kamu mengecup bibirku untuk pertama kalinya. Memuakkan. Mengapa aku harus melihat pemandangan seperti tadi!

Aku membuang pandanganku, tidak sudi rasanya menatap kedua mata Aiden, "Ray, bilangin ke yang lain, Jam tiga kita balik ke Jakarta." ucapku pada Raymond, yang tengah berdiri tak jauh dari wanita biadab itu! Aku benci dengannya!

"Siap!" sahut Raymond, mengacungkan ibu jarinya.

Aku beranjak pergi dari tempat yang sudah menjadi saksi bagaimana mereka melakukan itu. Tubuh tegap Aiden menghalangi langkah kakiku. Kedua mataku bertemu langsung dengan dada bidangnya. Bahkan parfume khasnya begitu menusuk hidungku.

"Minggir." tegasku, sedikit mendorong tubuhnya.

Doronganku tidak merubah apapun, dia masih berdiri tegap di hadapanku. Aku melangkahkan kakiku ke kiri, namun lelaki itu malah berpindah ke kiri juga. Aku ke kanan, dan dia ikut ke kanan juga, membuat sumpah serapah bergemuruh di hatiku.

Geandert [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang