17. Hari ini datang

2.4K 173 10
                                    

Nesya POV

"Belajar yang bener!"

"Siap captain!"

"Jangan bandel!"

"Emang Nesya pernah bandel?"

"Jangan dandan mulu!"

"Astagaaa, iya, Abang."

"Jangan lupa sholat!"

"Pasti!"

"Ya udah sana masuk." ujar Bang Arsya mengangkat dagunya mengarah ke gerbang sekolahku.

Aku senang akhirnya hari ini tiba.

Aku sudah bisa kembali masuk sekolah. Aku rindu sekali dengan bangunan megah sekolah ini, rindu mencicipi pelajaran-pelajaran yang kadang membuat kepalaku hampir pecah. Tapi tetap saja, di sekolah lebih menyenangkan dibanding saat aku berada di Rumah Sakit.

Aku mencium punggung tangan bang Arsya seraya berpamitan kepadanya. Kemudian, kulepas sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil. Aku berjalan melewati pak Mansur yang tengah menyesap kopi hitamnya dengan beberapa pisang goreng di piring.

"Pagiiii, Pak Mansur." ucapku tersenyum pada satpam sekolahku yang sudah lansia itu.

"Pagi neng Nesya, Kok baru keliatan lagi neng?"

"Hehe iya pak, kemarin Nesya sakit."

"Sakit apa neng?"

"Biasa pak. Penyakit orang kampung, Meriang hehe." jawabku berbohong.

Pak Mansyur tertawa kecil lalu menganggukkan kepalanya mengerti, kemudian ku lanjutkan kembali perjalananku.

Pagi-pagi seperti ini pasti lift masih sepi, tidak seramai saat aku datang sedikit telat. Naik lift memang sangat menghemat waktu. Tidak sampai satu menit aku sudah sampai di lantai empat, dimana kelas ku berada.

Koridor lantai empat tampak sedikit menyeramkan. Pasalnya tidak ada satu pun orang disini. Apa memang aku datang terlalu pagi?

Muchtar berjalan di sampingku. Eh bukan berjalan maksudku, dia melayang alias terbang. Tatapannya menyapu keadaan sekokahku yang sepi.

Kubuka pintu kelasku, kemudian menyalakan lampu kelas, lalu berjalan menghampiri remot AC yang bertengger di dinding dan menekan tombol on.

Hari ini aku benar-benar datang pertama.

"Tumben belum ada yang datang." ujar Muchtar.

"Udah tuh, nih aku udah dateng."

"Maksudku, teman-temanmu yang lain, Sya." kata Muchtar sedikit kesal.

Aku tertawa kecil seraya menganggukkan kepalaku, "Kejebak macet mungkin?"

Muchtar mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu bocah lelaki itu terbang menuju mading kelasku seraya membaca artikel-artikel yang terpasang di sana.

Hiks hiks hiks

Aku mendengar suara tangisan anak kecil.

Muchtar dan aku saling berpandangan kala suara tangisan itu terdengar. Aku berbicara dalam hati dengan Muchtar, "Suara siapa?" tanyaku.

Muchtar mengangkat kedua bahunya. Aku berdiri dari tempat dudukku, mencari dari mana asal suara tangisan itu.

Sepertinya dari lemari.

Perlahan tapi pasti aku melangkah menuju lemari kelasku yang berdiri tegap di sudut ruangan ini. Tanganku terjulur kedepan, siap membuka pintu lemari. Jantungku sedikit berdegup, pasalnya suara tangisan itu semakin terdengar jelas.

Geandert [Completed]Where stories live. Discover now