23. Sebuah Jebakan

2.7K 190 22
                                    

BRUK!!

Pintu terbuka sangat kencang, membuat seorang gadis yang semula tidur pulas menjadi terbangun karena mendengar benturan keras tersebut.

Sudah kurang lebih dua belas jam Aileen terkurung di ruangan gelap nan beraroma busuk ini. Dia duduk di bangku kayu dengan badannya yang diikat kencang. Mulutnya di tutupi lakban sehingga dia tidak dapat berbicara.

Arin menggelengkan kepalanya sambil bertepuk tangan saat dia melihat gadis yang tengah berusaha melepaskan ikatan di tubuhnya.

Aileen menoleh, menatap Arin kaget. Bagaimana bisa, wanita itu ada di ruangan ini? Pikir gadis itu.

"Hai, Aileen." Ucap Arin sambil melambaikan tangannya.

Arin tertawa renyah saat dirinya melihat ekspresi wajah Aileen, "Kaget ya, gue bisa di sini." lanjut Arin, lalu tersenyum.

Sebuah senyuman yang mampu membuat siapapun yang melihatnya merinding ketakutakan.

"Oke, oke biar gue jelasin kenapa gue bisa disini." Arin berjalan mengelilingi kursi yang tengah diduduki oleh Aileen.

"Vila ini adalah vila peninggalan orang tua gue." Bisik Arin di telinga Aileen, lalu gadis itu memegangi kedua pipi Aileen dan membuat kepala gadis itu mengarah ke kolam renang vila tersebut.

"A for Alveno and for Arin."

Aileen membulatkan kedua matanya tidak percaya. Bagaimana bisa selama ini dia tidak sadar kalau Veno adalah Kakaknya Arin.

Arin tertawa sangat kencang saat dia melihat Aileen yang seketika berhenti meronta.

"Gausah melotot gitu dong," kata Arin, "Kayaknya lo baru tau ya, kalau Alveno Draven Sevhanie adalah Abang gue, Arin Claudia Sevhanie."

Arin berjongkok di hadapan Aileen,

"Satu-satunya keluarga yang gue punya di dunia ini. Satu-satunya orang yang bisa gue percaya, ya itulah Abang gue. Veno, yang 'Katanya' terobsesi buat milikin lo!"

Arin tertawa kencang, "Iyap. Abang gue emang terobsesi buat milikin lo! Dia terobsesi dengan kulit lo yang mulus ini.." Arin mengusap kulit Aileen, "Sebentar lagi, Abang gue akan merubah kulit lo menjadi sebuah alas kaki, yang bisa dia injak kapanpun dia mau."

Lagi-lagi Aileen melotot kaget sambil berontak kesal, gadis itu ingin mengeluarkan beribu-ribu kalimat namun mulutnya masih di rekatkan oleh lakban hitam.

"Selama ini lo udah masuk ke dalam perangkap gue, Aileen sayang." bisik Arin di telinga Aileen.

Arin berdiri, kemudian gadis itu berkacak pinggang di hadapan Aileen, "Lo mau ngomong?" tanya Arin, "Oke, oke akan gue bukain, keep calm, Leen." Lanjutnya menepuk pundak Aileen.

Arin membuka kasar lakban di mulut Aileen, membuat gadis itu meringis kesakitan, "Silahkan ngomong, Kawan."

Aileen meronta-ronta dari kursinya, "LEPASIN GUE!" teriak gadis itu.

"What?" tanya Arin, tertawa meremehkan.

"KELUARIN GUE DARI SINI!!"

"Ow, oow, ooow, pelan-pelan dong ngomongnya. Gue nggak tuli kok."

"Salah gue apa, Rin. Gue nggak pernah nyari gara-gara sama lo ataupun Veno." ujar Aileen ketakutan.

Gadis itu benar-benar tidak tahu apa yang kini harus dilakukannya.

"Salah lo?" Arin berpikir sejenak, "Sebenernya lo ngga punya salah sih sama gue. Tapi, takdir hidup lo yang salah!" lanjutnya mendorong kening Aileen.

Geandert [Completed]Where stories live. Discover now