Bagian 1

38.9K 2.2K 43
                                    

Alya berdiri di depan gerbang SMA Bintang Harapan. Tangannya dilipat di depan dada. Matanya mengawasi keadaan sekitar. Mencari mangsa berpakaian putih abu-abu yang baru datang lima menit setelah bel berbunyi. Atau bahasa sederhananya, terlambat.

Semenjak Alya yang menjaga gerbang sekolah, keterlambatan menurun drastis. Semua penghuni sekolah tahu Alya tidak akan tanggung-tanggung memberikan hukuman. Alya pernah diajukan sebagai ketua OSIS. Tapi dia menolak mentah-mentah. Alasannya semakin membuat orang-orang kagum dengan sosoknya. Pemimpin itu harus laki-laki, bukan perempuan.

Alya, gadis yang dihormati semua orang.

Gadis itu masih berdiri tegak di bawah tariknya sinar matahari pagi. Menunggu seseorang yang sudah pasti dia tebak akan datang terlambat.

Tak lama kemudian, sebuah motor ninja muncul dari tikungan. Tanpa helm, lelaki berseragam putih abu-abu itu terlihat santai mengendarai motornya. Alya menatap sosok itu tajam.

Nanda, nama panjangnya Fernanda Aryo Saputro. Raja dari rajanya anak bandel se-Jakarta. Alya yakin tentang itu. Lelaki urakan itu menerobos masuk gerbang sekolah, seolah menggangap Alya adalah maklhkuk ghaib. Alya merogoh batu kecil dari sakunya dan melemparkan batu itu tepat mengenai kepala Nanda.Nanda menghentikan laju sepeda motornya. Dia menoleh.
"Apa?"

Alya menggeram. Entah berapa ton kesabaran Alya yang harus terkuras menghadapi Nanda selama sisa SMA-nya. Jika bukan permintaan langsung dari kepala sekolah, Alya tidak akan pernah mau berurusan dengannya.

Nanda, laki-laki yang ditakutakuti semua orang.

***

Nanda berdiri di bawah bendera merah putih yang berkibar. Tangan kanannya hormat dan kepalanya mendongak. Sudah hampir setengah jam dia berdiri di lapangan. Masih ada sisa waktu setengah jam lagi.

Alya memandang sosok Nanda dari balik jendela kelasnya. Selepas dia menghukum Nanda, dia kembali ke kelas dan mengawasi Nanda dari dalam kelasnya yang berada di lantai 2.

Alya mengamati Nanda dari ujung rambut sampai kaki. Rambut hitam Nanda sudah panjang sampai ke kerah bajunya. Tidak disisir rapi. Bajunya berantakan dan lusuh. Ada sobekan yang menghias dia bagian kedua lutut celananya. Tali sepatunya juga dibiarkan tidak terikat.

Alya menepuk jidat dan geleng-geleng. Ini adalah mimpi buruk baginya. Dia memang selalu bisa 'menjinakkan' anak bandel di sekolahnya yang sudah kelewatan. Tapi untuk cowok yang satu itu, sejak kelas 10 Alya sudah bertekad tidak ingin berhubungan dengan Nanda. Tidak ada satu anak pun yang berani melawan Nanda dan kelompoknya. Sekarang, Alya harus berpikir ekstra demi merubah sosok Nanda. Dia teringat pesan kepala sekolah.

"Ubah Nanda atau saya cabut beasiwa sekolah kamu. Waktumu sampai akhir tahun kelas 11."
Alya berdecak kesal. Andai dia punya uang yang cukup, dia tidak perlu memanfaatkan program beasiswa. Dia tidak perlu terlibat dalam masalah ini.

Nanda menyadari tatapan Alya yang tajam ke arahnya. Nanda balas menatap Alya, tatapan tanpa arti. Alya hanya diam, tidak melepaskan tatapan awasnya dari Nanda.

Sejenak, mereka saling bertatapan, untuk pertama kalinya.

***

"Woy, Nanda!"

Nanda mengangkat kepala melihat kedua teman kelompoknya sudah menunggunya di jalan tikus belakang sekolah. Arya memberikan sebatang rokok pada Nanda. Diaz yang memberikan korek apinya. Nanda menerimanya. Dia menyalakan dan menghisap rokoknya. Cowok berandal itu duduk di salah satu boks kecil yang tersisa.

"Kalian kenal anak yang namanya Alya?"

Arya dan Diaz saling bertatapan.

"Elo enggak tau?" tanya Arya heran.

Nanda mengedikkan bahu. Buat apa peduli padanya. Bagi Nanda tidak ada kerjaan sama sekali.

"Dia itu wakil OSIS sekolah kita. Elo itu gimana sih? Telinga gue gatel kalo denger nama dia. Bosen gue denger namanya di sekolah," cerita Diaz.

Nanda ber-oh ria. Asap mengepul keluar dari mulutnya. Baru kali ini Nanda menemukan gadis seperti Alya. Entah apa yang gadis itu pikirkan, Nanda tidak bisa menebaknya. Yang jelas Nanda tahu, bahwa baru-baru ini Alya sedang mengawasinya.

"Bro, nanti ada tawuran," celetuk Diaz sambil menatap ponselnya.

Nanda mengangkat alisnya. Dia tersenyum miring. Sudah lama dia tidak merasakan 'bahagianya' tawuran.

"Siapa yang ngajak?"

"SMAN 2."

Nanda, Arya, dan Diaz tidak pernah tawuran mengatas namakan sekolah mereka. Jelas, sekolah mereka sekolah swasta. Mereka bertiga biasanya di sewa oleh salah satu sekolah.

"Lawan SMAN 1," lanjut Diaz.

Nanda tersenyum mengejek.

"Yaelah sekolah itu. Udah berapa kali mereka kalah. Elo terima tawarannya. Enggak usah pasang bayaran yang tinggi. Lawannya lembek kayak bebek," sindir Nanda sambil asyik menghisap rokoknya. Diaz mengacungkan jempol. Kemudian mengetik balasan.

"EHEM!"

Suara deheman membuat ketiga laki-laki berandal itu menoleh. Dari pintu kecil berkarat, yang menghubungkan halaman belakang sekolah dengan jalan tikus, berdiri seorang gadis dengan rambut hitam dikuncir dengan tatapan tajam.

Spontan, Arya dan Diaz langsung berdiri.

"Saya mau balik!"

Arya dan Diaz buru-buru masuk kembali, menundukkan kepala saat melewati Alya. Alya menatap kedua lelaki itu tajam.

"Aku sudah tahu nama kalian!"
Arya dam Diaz buru-buru lari mendengar suara dingin Alya berbicara. Alya beralih pada Nanda. Lelaki itu masih dengan rokok di mulut menatap Alya heran. Dia berkacak pinggang. Nanda menghisap rokoknya kemudian mengeluarkan asapnya.

"Gue heran, lo pake jampi-jampi apa ya kok bisa buat mereka takut," gumam Nanda.

Dia kembali menaruh rokok di mulutnya. Kemudian membalas tatapan tajam Alya dengan santai. Dengan kesal, Alya menarik rokok dari mulut Nanda dan menginjaknya. Nanda mendelik.

"Waktu istirahat sudah habis. Cepat masuk kelas."

Tanpa menunggu jawaban Nanda, Alya masuk kembali. Meninggalkan Nanda sendirian di jalan tikus yang pengap. Nanda berdecak kesal. Dia menendang boks tempat dia duduk dan mengumpat.

Untuk pertama kalinya, mereka berbicara.

-----

Aku kembali dengan cerita baru teen fiction yeaay!!!

Jangan lupa vote dan komennya 😊😊😊

[1/2] ALASANWhere stories live. Discover now