Bagian 22

12.8K 1.2K 21
                                    

Dua remaja lelaki duduk di kursi taman di halaman sekolah. Mereka duduk berdampingan, seakan lupa siang tadi salah satu dari mereka telah meninju yang lain. Bel pulang sekolah sudah berbunyi satu jam yang lalu. Sekolah sudah sepi. Menyisakan beberapa orang yang masih punya kesibukan di sekolah. Termasuk Aldo dan Nanda. Dua lelaki yang duduk bersebelahan di taman sekolah.

"Dari mana gue harus cerita.." gumam Aldo.

Nanda menoleh.

"Dari mana pun terserah. Intinya juga sama," balas Nanda.

Aldo terdiam sebentar. Kemudian menghela nafas panjang.

"Gue sama Alya berteman lama. Dia pertama kali menemukan gue, saat gue dikunci sendirian di kamar mandi," kata Aldo memulai ceritanya.

Aldo tersenyum samar mengingat kejadian itu. Saat itu dia masih kelas satu SD. Sangat culun dan hobi dijahilin teman laki-lakinya satu kelas. Suatu hari, dia dikunci di kamar mandi. Dia meraung-raung ketakutan saat seorang gadis kecil datang menenangkannya.

Namanya Alya. Sejak saat itu mereka berteman.

"Gue mengenal Alya sangat dalam. Gue tahu masalahnya, dia selalu cerita ke gue. Dulu dia datang ke sekolah, nangis-nangis cerita tentang masalah orangtuanya. Waktu SMP, Alya itu masih bisa dibilang anak yang cengeng. Tapi lama-lama, dia semakin dewasa. Dan kemudian dia menjadi sosok yang sekarang," lanjut Aldo.

Nanda diam. Mendengarkan cerita Aldo dengan seksama.

"Gue enggak pernah sadar, sampai gue naik ke kelas 8, gue merasa ada sesuatu yang berbeda. Ketika gue bersamanya, gue yang selalu ingin ngelindungin dia, gue ingin dianggap lebih dari sekedar temen. Sekedae sahabat juga."

"Itu pertama kalinya gue tahu rasanya jatuh cinta."

Suasana hening. Dedaunan pepohonon yang gugur terbang ditiup angin sore. Beberapa orang sudah mulai meninggalkan sekolah. Semakin menyisakan segelintir orang yang masih punya kesibukan di sekolah. Kebanyakan cleaning service yang masih bersih-bersih.

"Alya tahu?" tanya Nanda.

Aldo diam. Dia menghembuskan nafas. Kemudian mengangguk samar.

"Gue pernah bilang. Waktu awal SMA. Tapi dia nolak gue," jawab Aldo.

Nanda berkerut. "Kok bisa? Secara elo itu cowok most wanted di sekolah. Kenapa dia enggak nerima elo?"

Aldo tersenyum kecil.

"Itu yang buat Alya berbeda. Dia enggak menilai gue dari luarnya."

"Emang dalemnya elo jahat? Kenapa Alya mau sahabat sama elo kalo gitu?"

Aldo menijitak Nanda.

"Makanya dengerin gue dulu! Gue belum buka pertanyaan," kata Aldo kesal.

Nanda manggut-manggut. Mempersilakan Aldo untuk melanjutkan ceritanya.

"Dia bilang enggak pernah ada rasa sama gue kecuali rasa sayang sebagai sahabat. Tapi hati orang siapa tahu? Kalau hari ini dia enggak suka sama gue, mungkin besok, atau bahkan satu jam kemudian, perasaan seseorang itu bisa berubah."

Aldo berhenti sejenak, memberi jeda.

"Walaupun gue tahu itu cuma khayalan gue. Karena udah dua kali gue nyatain ke Alya, dan selalu dia nolak," lanjut Aldo.

Nanda bengong. "Dua kali?!"

Aldo mengangguk.

"Setelah ini gue enggak berani lagi. Alya kecewa besar saat aku menembak untuk yang kedua kalinya. Dia selalu bilang menganggap gue sebagai sahabat, enggak akan lebih," kata Aldo.

Lelaki itu menyandarkan tubuhnya. Menatap langit yang dihiasi semburat warna jingga. Langit selalu indah baginya. Ketika cerah atau mendung, malam atau pagi, Aldo sangat suka memandang langit. Berkhayal hal yang tidak mungkin. Sedikit kepenatannya bisa hilang saat menatap gumpalan kapas yang menggantung di langit.

Aldo tersenyum miris.

"Elo tahu rasanya? Ketika gadis yang sangat elo suka selalu elo lihat tiap hari, elo ketawa bersama dia, membuat perasaan suka elo semakin dalam bersamanya, tapi elo harus menerima kenyataan bahwa gadis itu enggak akan suka sama elo," kata Aldo lirih.

Itu adalah hal menyakitkan dan bahagia dalam hidupnya. Dia senang saat bersama Alya. Tertawa dan bersenang-senang layaknya orang yang sangat dekat. Tapi akhirnya dia selalu menyadari, Alya tidak akan jadi miliknya. Alya tidak menganggap dirinya sama seperti dia menganggap Alya. Dirinya sebatas teman. Sahabat. Tidak lebih dari itu.

"Gue mulai takut sama kehadiran elo yang deket sama Alya akhir-akhir ini. Alya enggak pernah sangat dekat sama cowok kecuali gue, dan sejak hari kemarin nama elo ada di daftarnya. Alya enggak pernah ngekhawatirin cowok lain kecuali gue, dan sejak kemarin elo muncul tiba-tiba di daftarnya juga," kata Aldo panjang lebar.

Semuanya begitu lepas dia ucapkan. Tidak ada keraguan atau takut menyinggung Nanda.

Sedangkan Nanda hanya diam. Tidak tahu harus berkata apa. Selama ini dirinya juga merasa selalu bergantung pada Alya. Alya yang ada di sampingnya. Muncul tiba-tiba dalam hidupnya. Mengubah segala ceritanya.

"Apa yang elo pengen?" tanya Nanda tiba-tiba.

Aldo menoleh. Nanda diam melipat tangan di dada menunggu jawaban Aldo. Aldo berdiri.

"Selesaikan urusan elo segera. Setelah itu menjauh dan hidup jadi cowok baik-baik. Gue pengen nama elo dihapus dari daftarnya" jawab Aldo dingin.

Suasana berubah seketika. Yang tadi tenang sekarang menjadi menegangkan. Nanda tersenyum kecil.

"Oke. Tapi gue mau tanya lagi..."

Nanda ikut berdiri dan menatap Aldo.
"Gimana kalo gue juga suka sama Alya?"

Aldo menatap Nanda lamat-lamat. "Gue tahu elo emang suka, enggak perlu pakai embem-embel 'kalo'."

Nanda tersenyum, mengiyakan. Aldo menatapnya tajam.

"Gue enggak pernah percayakan Alya dengan cowok lain. Dia terlalu polos. Dan gue mengenal dia lebih lama dari elo juga cowok lain."

Nanda mengangguk samar. Itu sangat benar. Aldo yang mengenal Alya sangat lama. Sedangkan dia, dia hanya baru beberapa bulan. Nanda menarik kancing jaketnya ke atas, bersiap pulang. Dia menatap Aldo lagi.

"Kalau ternyata Alya yang suka sama gue?"

Pertanyaan dari mulut Nanda itu membuat Aldo mengepalkan tinju. Amarahnya tiba-tiba memuncak. Suasanya jadi semakin menegangkan.

Nanda menepuk-nepuk pundak Aldo dan tertawa kecil.

"Gue bercanda. Mana mungkin dia suka sama gue? Dia bahkan sudah tahu semua kejelekan gue. Dibanding elo, gue enggak ada apa-apanya," kata Nanda.

Namun Aldo diam. Tetap memandang Nanda tajam. Bahkan menjadi lebih tajam.

"Kalau itu terjadi, gue akan membenci elo."

Nanda terdiam sejenak. Kemudian mengedikkan bahu.

"Terserah apa yang mau elo lakuin. Gue sudah mau pulang. Gue punya urusan lain."

Nanda balik badan dan mulai melangkah. Meninggalkan Aldo sendirian. Namun sebelum dia benar-benar menghilang dari pandangan Aldo, Nanda menghentikan langkahnya. Dia menoleh.

"Soal permintaan elo yang tadi, gue terima sesuai janji gue. Tapi elo enggak membatasi waktu untuk gue. Karena itu untuk sekarang, gue akan menjauh. Tapi bukan untuk selamanya," kata Nanda setengah berteriak.

Aldo mematung di tempatnya. Mendengar perkataan Nanda, hatinya menjadi gundah. Dia menatap Nanda sampai laki-laki itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Aldo mengumpat pelan.

"Kenapa jadi rumit gini sih?!"

--------

Jangan lupa vote dan komen ☺☺☺

[1/2] ALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang