Bagian 2

19.6K 1.6K 58
                                    

Tawuran sore ini akan terjadi di jalan yang berada diantara SMAN 2 dan SMAN 1 yang notabene bersih dari polisi. Jarang ada polisi di sana. Jadi tidak akan ada yang menganggu mereka.

Nanda, Arya, dan Diaz berdiri paling depan di kumpulan anak-anak SMAN 2. Nanda yang akan memimpin. Selalu Nanda yang jadi pemimpin di setiap tawuran. Dia tidak membawa barang apa-apa. Cukup dengan tenaganya saja, dia sudah bisa mematahkan punggung lawan. Di belakang mereka, anak-anak SMAN 2 membawa berbagai barang-barang tajam dan berbahaya. Clurit, batu, pentungan, dan lain sebagainya.

"SERANG!"

Teriakan Nanda yang memberi komando menghamburkan mereka semua dan berlari. Mereka berlari menyusuri jalanan sambil terus berteriak-teriak. Mirip orang kesurupan. Dari arah lain, terlihat gerombolan putih abu-abu dengan barang-barang tajamnya. Mereka SMAN 1.

Belum sampai di titik tawuran, tiba-tiba dari arah yang lain juga muncul mobil polisi dengan suara sirine yang memekakam telinga. Kedua kubu itu berhenti sejenak. Itu bukan suara sirine kibulan yang dibuat-buat. Dua mobil polisi memang benar-benar muncul di jalan antara mereka. Jalan tepat di titik tempat tawuran. Seketika itu kedua kubu lari pontang panting berbalik arah. Clurit dan lain sebagainya dilepaskan di tengah jalan. Membuat jalan jadi berserakan dengan barang-barang tajam dan berbahaya.

Nanda juga termasuk salah satunya. Dia memang anak nakal, bandel, dan tidak pernah takut. Sudah berulang kali dia masuk BK, dipanggil kepala sekolah, dan sampai sekarang dia belum kapok-kapok. Tapi untuk masalah polisi, Nanda tidak ingin ikut-ikutan. Dia tidak mau menghabiskan masa remajanya di balik jeruji besi. Lebih baik nanti saja kalau sudah tua.

Tawuran hari ini gagal. Tidak ada yang tahu bagaimana dua mobil polisi itu tiba-tiba bisa hadir. Kecuali memang ada seseorang yang mencoba melaporkan.

Nanda berhenti dan mengatur nafasnya. Dia memisahkan diri dari kelompoknya. Dia berhenti di jalan sepi yang lebar dengan hamparan rumput di kanan dan kiri. Seseorang turun dari motor putih yang baru saja berhenti di tempat yang berseberangan dengan tempat Nanda berdiri. Nanda menoleh.

Orang itu adalah gadis yang tadi pagi menghentikannya di depan gerbang sekolah.

Nanda mendelik. Otaknya langsung memberi sinyal bahwa gadis itulah penyebabnya. Gadis itu yang memergoki dirinya, Arya, dan Diaz di markas kecil mereka.

"HEH ELO!"

Nanda menyeberang jalan dengan langkah penuh amarah. Di sana menunggu Alya dengan santainya melipat kedua tangannya di depan dada. Sama sekali tidak takut.

Nanda mencengkram kerah baju Alya, membuat gadis itu harus berjinjit lebih tinggi. Alya hanya diam. Memandang dalam mata Nanda tanpa rasa takut.

"Elo yang lapor polisi, kan?!"

"Kalau iya kenapa???"

PLAAK!

Sebuah tamparan keras--sangat keras--mendarat di pipi putih Alya. Gadis itu sampai sempoyongan mendapatkan tamparan dengan kekuatan besar dari Nanda.

"Jangan ikut campur urusan gue!"

Alya kembali menatap Nanda. Pipinya terasa perih dan panas. Tapi gadis itu kembali berdiri tegak dan menatap Nanda sekali lagi tanpa keraguan. Pipinya ditutupi, antisipasi jika Nanda kembali menamparnya.

"Itu sudah tugas aku sebagai wakil OSIS," jawab Alya dingin.

Nanda menggeram. Ingin sekali dia menghajar gadis di hadapannya ini. Tapi otaknya juga masih waras. Tidak mungkin dia sampai mengahajar seorang perempuan. Menamparnya saja sudah cukup.
Nanda menendang kesal motor putih milik Alya sampai terjatuh. Alya hanya diam. Nanda kembali menatap tajam Alya.

"Gue bakal menyiksa lo lebih dari ini, kalau lo berani sama gue lagi," ancam Nanda tajam. Alya membalas tatapan Nanda dengan tatapan tajam pula.

"Maaf ya, aku enggak takut," jawab Alya sopan tapi dingin.
Nanda berteriak marah. Sekali lagi dia menendang motor putih Alya sebelum akhirnya meninggalkan Alya sendirian. Alya menghela nafas lega saat cowok berandal itu akhirnya enyah dari hadapannya.

Alya mendirikan motornya. Dia bercermin di spion motornya. Pipinya merah dan sedikit lebam. Beruntung tidak sampai berdarah. Alya menyentuh bagian yang sangat merah dan sedikit lebam itu. Alya meringis. Alya mendengus.

"Ya Tuhan, ini terulang lagi."

***

Nanda bergerak-gerak tidak nyaman di atas kasurnya. Jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Tidak biasanya Nanda sudah tiduran di atas kasur. Biasanya jam segini dia masih keluyuran bersama Diaz dan Arya. Namun kedua temannya itu hilang tanpa kabar sejak tawuran gagal tadi siang.

Dia memikirkan Alya.

Bukan, bukan karena dia suka Alya. Nanda tidak akan suka dengan gadis seperti Alya. Nanda bingung dengan sikap Alya yang tiba-tiba muncul dan memganggu hidupnya. Selama di kelas 10, nama Alha tidak pernah muncul dalam kamus kehidupannya. Tidak ada sosok penganggu bernama Alya. Dan sekarang tiba-tiba gadis bernama Alya itu datang.

Nanda berdecak kesal. Dia melemparkan bantalnya ke tembok. Tidak ada yang boleh merusak kebebasannya di sekolah. Tidak ada yang boleh merusak kesenangannya di sekolah. Kesenangannya di rumah sudah dirampas habis kedua orangtuanya.

Pintu utama terbuka dengan suara bantingan membuat Nanda sedikit terkejut. Nanda bangun dan membuka kamarnya sedikit. Sumpah serapah ayah dan ibunya bersahut-sahutan. Selalu begitu setiap pulang kerja. Setelah itu mereka pergi sendiri-sendiri atau pulang dengan pasangan berbeda. Ibunya dengan lelaki lain, dan ayahnya dengan perempuan lain. Nanda miris melihatnya. Seolah dia ini hanya barang pajangan di rumahnya. Seolah kelahirannya tidak diinginkan. Seolah dia tidak punya orangtua.

Nanda kembali menutup pintu. Dia berjalan menuju meja dan mengambil kotak kecil bening yang terletak di pojok mejanya. Ada berbagai macam pil dan plastik berisi bubuk. Kotak mematikan milik Nanda. Nanda mengambil satu pil dan meminumnya.

Efek tenang langsung menggelayuti perasaannya yang tadi kacau balau. Dengan langkah gontai, dia menuju kasurnya. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Nanda bisa tertidur tenang.

-----

Jangan lupa vote dan komennya 😊😊😊

[1/2] ALASANWhere stories live. Discover now