Bagian 26 (END)

18.7K 1.4K 58
                                    

Perhatian! Part ini bisa membuat baper! Jangan lupa sambil didengerin musiknya ☺☺☺

Nanda berdiri di depan papan tanda keberangkatan internasional. Tidak ada yang tahu dia pergi hari ini. Semua orang tahunya dia pergi besok. Sengaja dia melakukan itu, karena mendadak teman perempuannya di sekolah jadi hobi menghubungi dia dan menanyakan kapan pergi. Nanda tidak suka itu. Jadi dia berbohong, berharap dia tidak akan bertemu dengan mereka.

Kecuali Alya. Hanya Alya yang dia sengaja beri tahu kalau dia akan berangkat malam ini. Tapi dia tidak yakin apakah Alya membaca pesannya. Kemarin saat dia menelpon Alya, nada pertamanya tidak diangkat. Telpon yang kedua, hpnya tidak aktif.

Nanda mendesah pelan melihat hpnya yang tidak menampilkan pesan masuk satu pun. Dia sama sekali tidak ingin berpisah dengan Alya dengan cara seperti ini.

"Alya enggak ke sini, Nan?" tanya ibunya.

Nanda menggeleng.

"Enggak tahu, Ma. Nanda juga enggak tahu pesannya di baca atau enggak," jawab Nanda.

"Loh, memangnya kamu enggak ketemu Alya di sekolah?"

"Alya selalu ngehindar, Ma. Di telpon juga enggak aktif," kata Nanda sedih.

Nanda ingat betul ketika di sekolah kemarin dia menemukan Alya. Bukannya gadis itu balik menghampirinya, tapi gadis itu malah berlalu pergi. Padahal Nanda tahu bahwa Alya melihatnya.

Sekarang pun, Nanda pikir Alya masih menghindarinya. Nanda tidak tahu harus dengan cara apalagi. Suara wanita dari pengeras suara berulang kali mengatakan bahwa untuk segera masuk ke boarding room yang tertuju.

"Nanda, kita enggak punya banyak waktu lagi. Kita harus segera check in," kata Tya mengingatkan.

Nanda menatap kerumunan pengunjung sekali lagi. Nihil. Tidak ada gadis yang telah memikat hatinya itu. Dia berdecak kecewa. Mungkin yang kemarin itu adalah terkahir kalinya dia melihat Alya. Sudah tidak ada kesempatan lagi. Sudah selesai.

Nanda balik badan. Dengan rasa berat di hati, dia menggeret kopernya. Bersiap melangkah menuju masa depannya. Meskipun begitu pahitnya hari ini, tidak ada alasan lagi untuk melihat ke belakang.

Ya, sudah tidak ada alasan lagi.

***

Takdir tidak selalu menyenangkan. Kadang manusia perlu mendapatkan takdir yang pahit, agar ia belajar bertahan dan terus menjalani hidup. Itulah yang dirasakan Alya.

Jalanan yang macet parah membuatnya terpaksa sampai di bandara jauh dari waktu yang diharapkan. Alya tahu semuanya sudah terlambat. Tapi dia tetap ingin ke sana.

Alya berdiri di depan papan keberangkatan internasional. Berdiri mematung menatap orang lalu-lalang. Tidak ada Nanda. Tapi Alya bisa merasakan hawa-hawa Nanda yang tersisa. Lelaki itu tadi berdiri di sana, menunggunya.

Mata Alya sudah sembap. Menangis sepanjang perjalanan di taksi. Dan sekarang dia sudah lelah.

Alya meraih ponselnya. Dia kembali membuka pesan Nanda.

Gue berangkat dari keberangkatan internasional jam 19.05.

Alya melirik jam di pojok layar ponselnya. Tepat saat mata Alya melihat ke situ, jam di ponselnya baru saja menunjukkan angka 19.05.

Alya langsung berlari keluar dari gedung menuju pinggiran landasan pacu yang bisa dilihat dari parkiran. Dengan dihalangi pagar kawat yang tinggi, Alya bisa melihat jelas sebuah pesawat baru saja berhenti di landasan pacu. Alya tertegun saat matanya menatap sebuah jendela di pesawat itu. Seorang lelaki bersandar di kursi pesawat. Jantung Alya berdetak kencang.

Dari kejauhan ini, Alya bisa tahu lelaki itu siapa. Lelaki itu juga menoleh ke luar jendela, seakan merasakan firasat aneh. Lelaki itu terkejut saat melihat seorang gadis di bawah penerangan remang-remang di luar landasan pacu.

Alya tidak salah.

Nanda juga tidak salah.

Alya tersenyum miris. Dia mengangkat tangannya, seakan mengatakan sampai jumpa. Dan Nanda hanya terdiam di dalam pesawat yang sebentar lagi akan take off .

Blam!

Lampu dalam pesawat telah mati. Tak lama kemudian dengan kecepatan yang tinggi menyusuri landasan pacu dan dalam hitungan detik pesawat itu telah take off.

Dada Alya terasa sesak. Tapi dia tersenyum. Dia tidak boleh sedih. Dia tidak boleh meratapi semua ini. Cinta itu tidak harus selalu bersama. Terkadang mereka butuh berpisah, agar tahu apakah benar saling mencinta. Dan hidup itu tidak selalu tentang cinta. Masih ada harapan yang tersimpan di masa depan di sana.

Alya menghela nafas panjang. Dia menatap pesawat yang kini sudah jauh mengudara dengan mata berkaca-kaca.

Ini terlalu cepat untuk berakhir. Pertemuan yang singkat ini, semoga bukan menjadi yang pertama dan terakhir.

Di atas aspal Alya hanya bisa tersenyum. Di awan sana Nanda juga hanya bisa tersenyum. Tapi tidak ada yang saling mengetahui.

"Selamat tinggal, mungkin itu kata yang pas untukmu. Air mata yang mengalir di pipiku ini adalah bagian dari kenangan yang kamu tinggalkan. Mulai hari ini, ayo melangkah saja dulu sendirian."
-Alya-

"Seharunya aku bisa menyampaikan selamat tinggal padamu. Tapi aku tidak bisa. Mungkin karena seharunya bukan selamat tinggal. Suatu saat, kita pasti bertemu. Sebelum datang hari itu, ayo melangkah pada jalan masing-masing."
-Nanda-

-BERSAMBUNG-

Sidoarjo, 22 Oktober 2016,
Alphara



[1/2] ALASANWhere stories live. Discover now