Bagian 25

12.9K 1.2K 11
                                    

BRAK!

Sebuah tinjuan keras menghantam pipi Nanda, membuat tubuhnya jatuh tersungkur. Nanda meringis. Ujung mulutnya memar. Dia menatap lelaki yang sedang marah dihadapannya dengan bingung.

"Elo ini kenapa sih?! Ngajak ketemuan tiba-tiba ninju gue?!"

Aldo menatap Nanda marah. Dia menarik kerah seragam Aldo, mendekatkan wajahnya.

"Gue bilang menjauh bukan berarti elo harus keluar sekolah!!!" teriak Aldo.

Mereka bertemu di halaman belakang sekolah, di dekat gudang yang tak pernah dikunjungi anak-anak.

Nanda menatap Aldo sejenak. Kemudian dia menepis tangan Aldo kasar. Dia berdiri dan membenarkan dasinya yang miring. Aldo menatapnya tajam.

"Harusnya elo senang, kan, kalau gue pergi jauh. Elo jadi bisa deket sama Alya tanpa gangguan," kata Nanda.

"Tapi elo enggak tahu Alya nangis sehari semalam gara-gara elo! Gue enggak ngerti ya elo habis ngasih dia racun apa sampe dia nangis kayak gitu!" balas Aldo kesal.

Nanda terperangah. Alya menangis sampai selama itu? Apakah memang Alya sampai sesedih itu?

Nanda tidak bisa menemukan alasan kenapa Alya harus menangis. Dia selalu menyusahkan. Bahkan dulu dia pernah menampar Alya sampai memar.

Nanda menghela nafas.

"Kalau gitu hibur dia. Itu kesempatan buat elo," kata Nanda.

BRAK!

Sekali lagi Aldo meninju pipi Nanda, di tempat yang sama. Kini ujung mulutnya tidak hanya memar, tapi juga berdarah. Aldo menggepalkan tangannya.

"Gue enggak akan ngijinin elo deketin Alya mulai sekarang. Elo harus lima langkah lebih jauh dari Alya. Elo bukan cowok yang baik buat Alya!"

Dada Aldo kembang kempis tersulut amarah. Nanda hanya diam berdiri di tempatnya. Dia menoleh, menatap Aldo sambil tersenyum samar.

"Gue emang bukan cowok yang baik. Karena itu gue pergi, supaya gue bisa jadi cowok yang baik."

Aldo terdiam.

"Gue kasih elo waktu supaya Alya bisa jatuh cinta sama elo. Tapi nanti waktu gue kembali, dan gue tahu kalian enggak terjadi apa-apa, gue yang enggak akan membiarkan elo mendekati Alya," kata Nanda santai tapi penuh ancaman.

Aldo menggeram. Dia kembali mengangkat kepalan tangannya, bersiap meninju Nanda. Tapi Nanda menahannya.

"Gue kasih lo kesempatan. Pesan yang elo terima dari gue beberapa hari yang lalu, sampaikan ke dia," kata Nanda.

Kepalan tangan Aldo melemas. Dia menurunkan tangannya.

"Jadi ini maksud lo..." Aldo bergumam tidak percaya.

Nanda mengangguk.

"Gue titipkan dia ke elo. Kalau nanti dia emang memilih elo, gue akan terima dengan ikhlas. Tapi kalau sebaliknya, gue harap tadi adalah pukulan terkahir elo ke gue," kata Nanda.

Aldo menghela nafas panjang.

"Gue pergi," kata Nanda pamit.

Nanda pergi, masuk kembali ke sekolah. Meninggalkan Aldo sendirian yang masih berdiri termangu di bawah pohon mangga sekolah.

***

Alya duduk di atas pinggir pembatas jalan. Memandang padang rumput yang menghijau. Kedua tangannya diletakkan di dalam jaket. Dia sedang menunggu seseorang.

Tak lama kemudian datang sebuah motor ninja dengan pengendara berhelm hitam. Dia berhenti tidak jauh dari Alya duduk. Lelaki itu membuka helm, menampilkan wajah tampan Aldo yang sumringah.

[1/2] ALASANWhere stories live. Discover now