Bagian 17

12.8K 1.2K 9
                                    

Hari ini adalah hari ketiga semenjak Nanda tidak masuk sekolah. Alya belum sempat bertemu dengannya. Kemarin, setelah bertemu dengan ibu Nanda, dia harus segera ke tempat kerja. Mengingat dia ijin satu kali hanya karena mencari Nanda.

Saat ini Alya tengah termenung di kelasnya. Menatap anak-anak lalu lalang di koridor dari jendela kelas. Tiba-tiba seseorang membuyarkan lamunannya. 

"Alya!" 

Alya tekejut. Dia melihat Tiara, teman sekelasnya muncul dari balik pintu kelas. 

"Di panggil Pak Andrea di BK. Sekarang ya..." 

Setelah itu Tiara lenyap. Alya terdiam sebentar. Kemudian dia menghela nafas panjang. Dia sudah bisa menebak cepat atau lambat hari ini dia akan dipanggil guru BK. Karena itu dia memutuskan untuk tinggal di kelas, tidak ke kantin seperti biasanya. Dengan langkah gontai, Alya berjalan menuju ruang BK. 

Alya mengetuk pintu. Terdengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Alya membuka pintu. Di dalam, tiga guru BK sedang duduk di mejanya masing-masing.  Alya menelan ludah. Seketika itu dia menegakkan tubuhnya. Rasa kesal, malas, dan sebagainya hilang seketika, diganti rasa gugup saat menyadari tiga guru itu memandangnya. Pak Andrea menyapanya ramah. Beliau menyuruh Alya masuk. Di samping Pak Andrea, Bu Lilis tersenyum manis melihatnya. Kemudian beliau kembali sibuk dengan pekerjaannya. Di sebelah Bu Lilis, ada seorang guru yang tadi hanya menatapnya sekilas. Kemudian kembali pada kesibukannya. Bu Karin, guru paling judes yang menjadi ketua tim kedisiplinan. Meskipun Bu Karin langsung yang memberinya wejengan kepada Alya untuk mengatasi keterlambatan Nanda, tapi bukan berarti Bu Karin ramah pada Alya. 

Alya mengangguk sopan. Alya berdiri di hadapan Pak Andrea. 

"Bapak manggil saya?" tanya Alya. 

"Iya. Silakan duduk," kata Pak Andrea. 

Alya duduk di kursi yang ada di hadapan Pak Andrea. Begitu dia duduk, jari-jarinya langsung meremas ujung seragamnya. Terlalu gugup. 

"Bagaimana pelajaranmu di kelas, Alya?" tanya Pak Andrea. 

Alya yakin seratus persen pertanyaan itu hanyalah basa-basi sebelum masuk ke pembicaraan inti yang menegangkan. 

"Baik," jawab Alya singkat. 

Pak Andrea menatap Alya sebentar. "Baguslah kalau begitu." 

Pak Andrea menatap kertas-kertas di hadapannya. Kemudian kembali menatap Alya. 

"Kamu tahu tidak kenapa kamu saya panggil ke sini?" tanya Pak Andrea. Sebenarnya nada bicaranya biasa saja. Hanya saja nada itu sekarang di telinga Alya terasa horor. Tentu dia tahu kenapa dirinya dipanggil ke sini. 

"Tentang...Nanda, Pak?" 

Alya sama sekali tidak berani menatap langsung mata Pak Andrea. Namun dia tahu Pak Andrea menganggukkan kepalanya. Pak Andrea tersenyum. 

"Tenanglah, Alya. Saya menyuruhmu ke sini bukan ingin mengingatkan masalah itu," kata Pak Andrea. 

Alya yakin masalah 'itu' yang dimaksud oleh Pak Andrea adalah masalah jika nanti Alya tidak berhasil membujuk Nanda. Padahal secara tidak langsung dengan Pak Andrea mengatakan hal tadi, itu sama saja telah membuatnya mengingat masalah 'itu'. Namun setidaknya sekarang dia bisa bernafas lega. Karena bukan masalah 'itu' yang akan mereka bahas. 

"Saya mau tanya, apa kamu ada masalah? Nanda sudah tiga hari masuk, saya pikir mungkin kamu ada masalah," lanjut Pak Andrea. 

Alya terdiam sebentar. Iya dia memang sedang dalam masalah. Masalah orang lain Bahkan semakin lama, dia semakin masuk ke dalam masalahnya. Padahal sejak awal Alya hanya ingin membantu Nanda dari luar, tanpa harus mengetahui masalah apa yang terjadi di dalam keluarga maupun pribadi Nanda. Namun apa yang terjadi? Kenyataannya dia malah masuk semakin dalam dalam permasalah pribadi Nanda. Bahkan ibunya juga. 

[1/2] ALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang