Chapter VII

43.5K 4.7K 151
                                    


"Aku panik, tahu! Nervous seketika. Kupikir aku mau minta tolong Aldi saja, kami kan searah. Tahu-tahu Mas Chandra sudah pasang pengumuman kalau aku ikut mobilnya. Lagi." Tantri menatapku cemberut. "Apa pikirmu anak-anak nggak jadi ribut, kasak-kusuk?"

"Apa masalahnya coba?"

"Ya masalahnya kan... masalahnya... "

"Apa..."

"Dia kan... "

"Duda?" kubantu menyelesaikan kalimatnya. Tantri mengangguk pelan.

"Lah, kalau itu jadi masalah, sudah tahu dia seperti itu kenapa masih saja suka? Memangnya menurutmu rasa sukamu itu mau dibawa ke mana?"

"Nggak tahu lah, Jenn?" sekarang dia menatapku memelas. Dan aku mengerutkan dahi menatapnya. Berpikir. Masih belum paham, apa masalahnya yang sebenarnya.

"Lalu," kuacungkan ponselku. "Teleponku kenapa di-reject, whatsapp kenapa cuma di-read aja?"

Dan pelan raut sendunya berubah. Dia kembali menatapku galak. Seperti saat pertama aku muncul di depan pintu tadi.

"Karena kamu itu menyebalkan. Bikin aku malu. Di depan Mas Chandra,"

"Aku ngapain memangnya? Kamu ngapain juga, kenapa sampai bisa malu?"

Lama Tantri tak menjawab. Tapi akhirnya dia mau juga buka suara.

"Sendawa?"

Oh. Jadi ternyata kemarin dia terlalu banyak minum soda, padahal sebelum berangkat ke acara Mas Najib itu sesiangan perutnya juga tak terisi. Karena gugup berada lumayan dekat dengan Mas Chandra di meja, dia tak berani makan seperti porsinya yang biasa. Aku tahu. Lambungnya semacam jadi menumpuk terlalu banyak gas.

"Iya, Jenn. Bayangin aja, deh!" Tantri mengibaskan tangan. "Aku sudah susah payah berusaha jaim, mengatur manner seperti cewek yang berbudaya sopan dan beretika. Mukaku masih merah. Masih pula keringetan dingin. Jantungku masih jedar-jeder kurang ajar dan nggak karuan. Tapi... tapi aku berhasil ngobrol dengan dia," ujarnya berapi-api.

"Lalu?

"Ya itu tadi, tiba-tiba... " bahunya terkulai lemas.

Dan aku hanya bisa terdiam, antara bingung dan geli setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana aku sampai bisa lupa, jika sedang gugup atau panik dia bisa bertingkah sangat-sangat drama. Apalagi kalau sudah menyangkut lelaki yang dia suka.

Dan dia tak mengacuhkan segala telepon, whatsapp dariku hanya gara-gara masalah ini?!
Duh, gusti...

Sendawa Tantri memang agak mengerikan. Tapi hanya aku yang tahu, sepertinya. Selama ini dia lumayan berhasil menyembunyikan kebiasaan buruk itu di depan anak-anak ArchiTera. Siapa sangka, dia bisa kelepasan justru di hadapan...

"Terus, reaksinya Mas Chandra, gimana?" tanyaku akhirnya.

"Yah, Jenn, kayak nggak tau Mas Chandra aja. Dia malah ketawa! Dan stop!" Telunjuknya menuding tepat di depan hidungku. "Jangan berani ikut-ikutan ketawa!" hardiknya galak.

Masa bodoh, dia sudah membuatku khawatir seharian, dan sesorean tadi aku juga benar-benar tertekan. Jadi kulepas saja tawaku sepuasnya. Masa bodoh dengan bahuku yang kini dipukuli bantal dengan kesal.

"Tambah ngakak dia, nyebelin!" gerutunya. "Itu semua kan gara-gara kamu. Kalau kamu nggak minta dia ngantar aku pulang, ini nggak akan kejadian!"

"Lah, tapi kamu kan jadi punya kesempatan?"

"Iya, tapi aku jadi nggak punya muka kalau kami ketemu lagi!"

"Pinjam saja kalau gitu, cari di kantor, siapa kira-kira yang suka pasang muka dua,"

Heart Decor Où les histoires vivent. Découvrez maintenant