Chapter X

42.5K 5.3K 281
                                    

Kalau yang komen banyak, jadi semangat buat lanjutin.
Begitu yang komen tembus angka seratusan, malah jadi bingung gimana balesin.
Tapi jangan kasih kendor yes komennya, biar teuteup kenceng ngetiknya
#minggat sebelum dilaknat khalayak 😂😂
=============================

"Kenapa bukan yang ini? Saya suka warna dan bahannya,"

"Memang bagus, tapi itu tidak cocok digunakan untuk sofa teras,"

"Tidak cocok?"

"Menurut saya sofa seperti ini lebih cocok dipasang di ruang utama,"

"Oh ya?".

Aku mengangguk. Dia menatapku. Diam berpikir, "Ya sudah, kalau begitu." Sahutnya kemudian.

"Jadi?"

"Hmm?"

"Jadi bagaimana, Pak Ferdi?"

"Oh, pilihkan saja mana yang cocok," jawabnya.

"Yang mana saja?" tanyaku menegaskan.

"Yang mana saja," ulangnya.

"Hmm, yakin?"

"Mbak Jenna bilang nggak cocok, ya sudah."

Aku pun mengangguk. Ini berbeda dari terakhir kali kami pergi bersama untuk memilih perabot. Dan aku jelas lebih senang begini.

Dia menunggu sambil duduk menerima telepon di sebuah display kursi taman dari besi berukir motif bunga dan daun, saat aku bicara dengan pemilik toko tentang sofa yang sudah kupilih. Setelah semua beres-sofa itu akan dikirim besok pagi-aku mendekatinya. Tepat saat dia mengakhiri percakapan teleponnya.

"Pak Ferdi masih mau melihat-lihat?"

"Apa masih ada perabot yang belum didapat?"

"Seingat saya hampir semua sudah," dengan perubahan sikapnya aku memang bisa bekerja lebih cepat. "Kecuali beberapa pernak-pernik pelengkap ruangan,"

"Apa saja itu?"

Dia memberiku isyarat agar duduk di sampingnya. Aku menurut. Rasanya tidak sopan juga kalau kami saling bicara dengan posisi semacam ini. Dia duduk, aku berdiri.

"Sesuatu seperti bingkai foto, hiasan dinding, vas atau pot bunga, "

"Vas atau pot bunga?" tanyanya. Ekspresinya sedikit ngeri.

"Iya. Kenapa?"

"Apa apartemen saya nanti nggak jadi terkesan terlalu... feminin? Saya juga nggak terlalu ahli merawat tanaman," gumamnya.

"Enggak lah. Asal proporsinya tepat, kita bisa mengatur kesan yang ingin dihasilkan kok."

"Apa itu harus? Bunga di dalam ruangan?"

"Enggak harus sebenarnya, tapi lebih bagus menurut saya. Dan nggak harus bunga, bisa saja tanaman hias yang nggak butuh perawatan ekstra. Tapi kalau memang menurut Pak Ferdi mengurus tanaman hidup merepotkan, bisa memakai bunga potong. Lebih praktis,"

"Bunga potong," gumamnya. Aku mengangguk.

"Seperti krisan misalnya?" celetuknya tiba-tiba.

"Krisan?"

"Itu nama bunga kan??

Aku mengerjap. Mengangguk lagi.

"Saya nggak terlalu paham tentang bunga, hanya benar-benar tahu bunga mawar dan bunga matahari. Tapi krisan... bentuk bunganya itu seperti apa, saya nggak tahu," dia menatapku.

Heart Decor Where stories live. Discover now