Chapter IX

42.2K 5.1K 317
                                    

Eh, komennya Chapter VIII rame yak 😱😱
Saya jadi semangat lho lanjutinnya, kalau yang komen banyak 😳😳
Dan, karena HEART DECOR adalah judul pembuka seri The Yordan's, terkadang saya memang menyelipkan beberapa informasi atau hint untuk dua judul selanjutnya 😊😊😊
Tapi, saya lebih sering tebar teaser di akun instagram @malashantii sih #iya, ini memang promo akun😅😅
===========================


"Kenapa, Pak Ferdi?" tanyaku.

Dia menarik napas, memasukkan tangan ke saku celana. Lalu memandang sekeliling, "Sudah sejauh ini. Sayang sekali kalau ditinggalkan begitu saja," gumamnya.

"Karena sejauh ini bapak juga nggak pernah merasa puas, atau mau menerima apa yang sudah saya lakukan," tukasku.

"Jadi tidak ada yang perlu disayangkan. Pak Ferdi hanya butuh renovasi apartemen ini berjalan sesuai keinginan bapak kan? Sepertinya nggak akan ada masalah meski saya berhenti sekarang,"

"Saya ingin Mbak Jenna yang menyelesaikan," Dia menatapku lagi. "Sekali lagi, saya minta maaf..."

Diam-diam aku menyesali diri yang tak pernah bisa kebal dengan permintaan maaf. Sekalipun terucap dari mulut lelaki menyebalkan yang beberapa detik lalu baru saja melempariku dengan tuduhan tak masuk akal yang dia dasarkan pada asumsi yang ditariknya sendiri.

Tapi melirik sekeliling seperti yang tadi dia lakukan, dan teringat apa saja yang sudah terjadi sebelum ini, aku menggeleng.

"Saya sudah minta maaf, Mbak Jenna,"

"Itu bukan jaminan kalau saya mau melanjutkan proyek ini, bapak tidak bersikap sama seperti sebelumnya," ketusku.

"Saya memang menjual jasa, seperti yang bapak katakan tadi. Tapi saya juga punya batasan sampai di mana saya masih bisa menoleransi..." aku menyipitkan mata. "Sikap klien,"

"Saya janji,"

Seketika dahiku berkerut.

"Tolong selesaikan proyek ini, saya nggak akan lagi mengajukan keberatan apapun. Mbak Jenna nggak perlu meminta persetujuan dari saya untuk tiap pilihan yang akan mbak ambil."

Aku menatapnya curiga. Setelah segala hal yang dia lakukan kemarin-kemarin?

"Apapun?"

"Apapun," dia mengangguk.

"Bahkan andai cat dinding saya ganti jadi warna kuning seluruhnya?"

Kulihat dia meringis sekilas. "Saya tahu, Mbak Jenna nggak akan melakukan itu,"

Aku masih merasa sangat ingin pergi. Tapi, di saat bersamaan menyadari emosi dan amarah yang sempat menggelegak di ubun-ubun, namun membeku dalam gumpalan besar yang menjejali dada, pelan-pelan mulai menyublim ke udara. Kenapa sih, dia bersikap seperti ini?

"Bagaimana kalau saya memang ingin melakukan itu?" tantangku.

Dia terdiam. "Bagaimana kalau hijau atau biru muda saja, atau pink," lalu mengernyit tak nyaman.

"Tapi jangan kuning, please..."

***

Bapak Ferdian Adirangga memang sok penting, menyebalkan, suka semuanya sendiri. Itu sudah jelas. Tak terbantahkan. Tapi untuk satu hal aku harus memberi respek padanya: dia ternyata bisa memegang janji.

Ketika dia mengatakan tak akan lagi menggugat apapun yang akan kulakukan terhadap desain interior apartemennya, dia memang benar melakukannya. Awalnya aku memang tak yakin. Apa bisa orang berubah sikap sebegitu drastis dalam waktu sekejap?

Heart Decor Where stories live. Discover now