Protectors 23

52.3K 4.5K 545
                                    


Tak ada harapan lagi baginya. Semua impiannya telah musnah. Mengapa? Mengapa hal menyedihkan dan menyakitkan selalu ia rasakan? Mengapa penderitaan seolah selalu berpihak padanya? Leona, ia tak tahu betapa sedihnya sisi serigalanya itu saat ini. Lalu siapa yang harus disalahkan jika bukan dirinya? Mungkin keterpurukan yang selalu menemaninya dulu, akan kembali.

Air mata tak henti-hentinya mengalir turun dari matanya. Karena nyatanya, ia hanya bisa menangis, dan akan selalu seperti itu. Keterkejutannya atas apa yang telah Gordon katakan mungkin masih bisa diatasinya. Namun, perkataan Alpha Samuel tidak bisa ia terima, ia seakan mendapatkan sambaran petir. Alpha Samuel mengatakan bahwa ia tidak akan pernah bisa melakukan pergantian shift dengan Leona, selamanya, dan tidak ada cara lain untuk mengatasi hal itu. Benar-benar menyedihkan.

"Leona, maafkan aku." Rea terduduk di tepi tempat tidur kecilnya sembari menangis. Sedari tadi, Leona tidak pernah menyahuti semua perkataannya. Ia tahu, bahwa Leona belum bisa menerima kenyataan menyakitkan ini. Begitu pula dengan dirinya. Tetapi, Rea takut jika Leona meninggalkannya seperti dulu. Rea sangat menyayangi Leona.

"I-ini semua salahku. Jika aku tidak lemah, kau pasti bi-bisa melihat wujudmu," Rea menyeka air matanya. Namun ternyata, air matanya kembali menetes turun dan membasahi pipinya, "Aku mohon, bicaralah. Kau bisa memarahiku, Leona."

Rea lantas semakin berlarut dalam tangisannya saat Leona lagi-lagi tak menyahuti perkataannya. Ia lalu kembali memindlink Leona, "Leona, maafkan aku. Jangan mendiamkanku seperti ini, a-aku takut."

"Aku sedang tidak ingin membicarakan ini, Rea." Leona akhirnya menyahuti perkataan Rea.

Rea yang mendengar sahutan Leona yang terdengar lemah itu sontak menegapkan tubuhnya, "Leona, apa kau marah padaku?" tanyanya.

"Rea?"

Rea tersentak kaget setelah mendengar suara yang sangat dikenalinya. Dengan segera gadis berambut merah itu menyeka air matanya, dan mengubah ekspresi wajah sedihnya dengan sebuah senyuman yang terukir di bibirnya. Rea menoleh, "Bibi Marlin," disana Rea bisa melihat kepala maid Black moon pack itu sedang berdiri di depan pintu, dengan sebuah keranjang kecil berisi buah-buahan yang dibawanya.

Bibi Marlin tersenyum sedih. Ia tahu bahwa senyuman yang diberikan Rea bagaikan hanyalah sebuah topeng. Karena, kedua mata itu, sedikit membengkak dan sendu. Ia berjalan menghampiri Rea, lalu duduk disamping gadis berambut merah itu, "Bibi membawakan buah-buahan untukmu," katanya pada Rea. Wanita tua itu kemudian meletakkan keranjang buah yang ia bawakan untuk Rea diatas meja nakas.

Rea kembali tersenyum, "Terima kasih," ujarnya dengan suara yang sangat pelan, hampir seperti berbisik.

"Tadi, aku melihat kepulanganmu bersama rombongan Alpha, dan kau langsung meninggalkan Alpha begitu saja. Aku merasa ada hal buruk yang terjadi padamu. Apa itu benar?" Bibi Marlin bertanya pada Rea dengan suara yang terdengar sangat khawatir.

Rea menunduk pelan, lalu kembali mendongakkan kepalanya, "Aku baik-baik saja, Bibi. Jangan khawatir."

Bibi Marlin mengusap pelan pipi Rea, "Kau tahu, Rea. Bibi sudah menganggapmu seperti anak Bibi sendiri."

Rea memegang jemari Bibi Marlin yang memberikan usapan pada pipinya saat ia merasa air kembali menumpuk di pelupuk matanya, "Maaf, Bibi. A-aku ingin sendiri."

Bibi Marlin mengangguk pelan, "Baiklah," bisiknya. Ia mengelus rambut Rea. Marlin tahu, bahwa Rea adalah gadis yang sangat rapuh. Apa yang sangat dibutuhkan oleh gadis rapuh ialah, seseorang. Seseorang yang akan memberinya cinta dan kasih sayang tulus. Marlin kemudian berjalan keluar dari kamar Rea dan tak lupa menutup pintu.

ProtectorsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora