3. Surat Edaran

252 43 58
                                    

Bel sekolah berbunyi. Seluruh murid SD Bina Bakti berhamburan dan mulai berbaris di depan kelas masing-masing. Diikuti wali kelas mereka beberapa saat kemudian. Farhan, sebagai ketua kelas mulai menyiapkan teman-temannya. Bu Hesti berdiri di belakang barisan, memperhatikan anak didiknya seperti biasa.

"Siap grak!" Farhan memimpin dengan tegas.

"Lencang depan, grak!" 

"Tegak grak!" ujarnya setelah memastikan dua barisan yang dipimpinnya sudah rapi dalam posisinya masing-masing.

"Kerapian!" lanjut Farhan. Semua murid termasuk dirinya mulai memeriksa semua kelengkapan seragamnya. Mulai dari dasi, ikat pinggang, kaos kaki, hingga tali sepatu yang mungkin terlepas. Baju yang keluar pun harus dimasukkan dengan rapi.

"Tegak grak!"

Setelahnya, semua murid masuk ke kelas dengan rapi. Dimulai dari barisan yang kanan.

Bu Hesti masuk paling akhir, mengikuti barisan dari belakang.

"Beri salam!" ucap Farhan dari belakang mejanya. Semua murid pun serempak memberi salam. Dilanjut dengan berdoa sebelum belajar. Sesudah itu dilanjutkan dengan membaca pancasila. Semua anak berteriak dengan lantang.

Pancasila!
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sudah jadi kewajiban sebelum kelas dimulai untuk melafalkan pancasila bersama-sama sambil berdiri. Kegiatan ini dilaksanakan sejak kelas satu hingga kelas tiga. Jadi kelak, murid-murid tetap hafal lima sila ini hingga mereka dewasa. Akan tertancap di pikiran untuk waktu yang sangat lama. Cara ini lebih efektif daripada memaksa mereka menghafal sendiri-sendiri.

Kelas diawali dengan pelajaran matematika bab perkalian. Bu Hesti dengan sabar membimbing murid-muridnya untuk menghafal perkalian. Ia juga mengajarkan cara cepat menghitung perkalian dengan jari.

***

Jam menunjukkan puluk 09.00 WIB. Bel sekolah tanda istirahat berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas. Banyak anak menuju kantin. Ada pula yang ke halaman sekolah untuk bermain sepak bola.

Murid-murid di sekolah ini tak diijinkan membawa ponsel ke sekolah. Jadi mereka hanya bermain apapun yang menurut mereka mengasyikkan.

Beberapa ada yang berlarian, bermain kejar-kejaran.
Lompat tali, tamiya buatan dari kertas dan batu, gobak sodor, bentengan, kelereng, dan petak umpet. Hampir semua permainan ada.

Tapi, ada juga yang lebih memilih duduk-duduk di dekat taman ataupun bangku yang disediakan di sekitar bangunan sekolah. Menikmati snack yang dibeli di kantin sekolah sambil berbicara dengan teman sekelasnya.

"Kemarin kamu kemana? Suruh tunggu sebentar malah ngilang gitu aja," ucap Hana lantas menyerahkan sebuah buku tulis pada Farhan yang masih belum keluar kelas dan duduk di bangkunya.

"Oh iya, maaf. Ibuku buru-buru ngajak pulang kemarin. Jadi, aku nggak bisa nunggu kamu lebih lama lagi," jawab Farhan lalu menyimpan buku Bahasa Indonesia yang sempat dipinjam Hana ke dalam tasnya.

"Iya deh, nggak apa. Kalau gitu, aku keluar dulu ya," ucap Hana yang sudah ditunggu kedua temannya di depan pintu kelas.

"Iya," jawab Farhan singkat.

"Farhan, ayo main kelereng!" tiba-tiba Raju datang dari arah belakang.

"Aku lupa nggak bawa kelereng," ucap Farhan sambil menatap Raju dan Helmi yang berdiri di depannya.

The Last Memory [Proses Revisi]Where stories live. Discover now