6. Sekolah Baru

161 38 31
                                    

Pagi ini cukup cerah. Seperti biasa, Disya diantar Papanya ke sekolah. Di dalam mobil, gadis kecil itu melantunkan lagu kesukaan. Sementara itu Pak Doni sesekali tersenyum melirik Disya dari balik kemudi.

"Papa, lihat deh. Kasihan dia...," seketika Disya berhenti bersenandung, ia menunjuk ke arah seorang ibu dengan anak kecil yang duduk di trotoar. Salah satu pengemis yang meramaikan jalanan. Anak kecil itu usianya kurang lebih sama dengan Disya.

"Hmm," gumam Pak Doni yang ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Disya. Lampu merah menyala cukup lama membuatnya berkesempatan melihat-lihat segala arah.
Ini bukan pertama kali Disya mengatakan hal seperti ini. Rasa empati yang dimiliki gadis itu membuat Pak Doni merasa bangga akan putri kecilnya.

Mobil sedan putih itu kini melaju dengan kecepatan sedang, di antara mobil-mobil lain yang ikut memeriahkan jalan raya di senin pagi yang cerah.

Tak terasa mobil itu sampai di depan sekolah Disya.

"Jangan lupa, nanti pulangnya tunggu Mama seperti biasa," ucap Pak Doni mengingatkan. Setiap pagi Disya berangkat bersama Pak Doni dan di siang hari Asma akan menjemputnya.

"Iya, Pa," jawab Disya lalu mencium pipi kiri Pak Doni dan segera keluar mobil. Di depan, teman-temannya sudah menunggu untuk masuk kelas bersama.

Disya menyempatkan diri melambaikan tangan pada papanya. Yang juga dibalas dengan lambaian tangan oleh Pak Doni dari dalam mobil.

"Kamu udah ngerjain PR dari Bu Agnes kemarin kan, Dir?" tanya Tiyas pada Disya. Sementara dua teman lain berjalan di belakang mereka.

"Udah dong!" jawab Disya bangga.

"High Five!" ucap Tiyas. Sontak Disya memukulkan telapak tangannya ke telapak tangan Tiyas, menghasilkan suara tepukan tangan di udara. Mereka lantas tertawa bersama-sama. Begitu juga dengan dua orang teman di belakangnya.

***

"Inget, Han. Jangan macem-macem lagi. Kamu pikir biaya rumah sakit itu kecil? Kita ini orang miskin nggak dibolehin sakit. Lagian kamu lagaknya kayak anak orang kaya aja, pake acara punya alergi segala!" Baru saja sampai di depan gerbang sekolah, Sarah sudah berceloteh. 
Farhan hanya mengangguk lantas berjalan meninggalkan Sarah usai mencium tangan wanita itu.

Hari ini adalah hari pertama Farhan di sekolah baru.

SD BUDI MULIA.

Sebenarnya tempat ini hanya berjarak tiga kilometer dari rumah. Dibandingkan sekolah yang dulu, jelas lebih dekat sekolah ini. Saat pindahan dulu sebenarnya Sarah ingin memasukkan Farhan ke sekolah bergengsi ini. Hanya saja ia terpikirkan masalah biaya masuk yang cukup mahal. Dan insiden beberapa waktu lalu menjadi satu-satunya alasan ia memutuskan memindahkan Farhan ke sekolah ini tanpa memikirkan lagi soal biaya.
"Toh, nanti Farhan pasti bisa dapat beasiswa di sini,"  pikir Sarah saat itu.

Dan karena ini hari pertama, Sarah merasa perlu mengantarnya lebih dulu. Esok baru Farhan bisa berangkat sendiri dengan sepeda mini yg ia belikan.

Upacara akan segera dimulai. Berhubung Farhan belum tahu dimana letak kelasnya, ia menitipkan tas di pos keamanan.

***

Kelas sangat gaduh. Anak-anak saling berkejaran di dalam kelas. Ada juga yang bicara satu sama lain hingga berteriak-teriak.

Seorang guru perempuan masuk ke kelas diikuti seorang anak laki-laki di belakang. Tapi hal itu tak membuat kelas menjadi tenang.

"Perhatian anak-anak. Kita kedatangan teman baru. Diam sebentar, biarkan dia memperkenalkan diri," ucap guru perempuan bernama Santi itu. Seketika kelas menjadi senyap. Semua mata memandang ke arahnya. Penasaran.

"Emh ... perkenalkan nama saya Farhan Putra. Saya pindahan dari SD Bina Bakti. Rumah saya di Jalan Kuningan gang tiga. Terimakasih," ucap Farhan seraya sedikit membungkuk. Semua anak pun bertepuk tangan dan saling berbisik satu sama lain.

"Ya sudah. Farhan, kamu duduk di samping Dewi ya," ucap Bu Santi sambil menunjuk ke arah yang dimaksud. Bangku nomor empat dari depan dan nomor dua dari samping kanan.

"Cieee ciee...," serentak satu kelas menggoda. Gurauan khas anak-anak. Farhan hanya menunduk malu kemudian duduk di bangku dekat Dewi.

"Aku Dewi. Kalau kesulitan, tanya aja sama aku," bisik Dewi pada Farhan. Sementara Farhan hanya mengangguk pelan.

Hari berlalu dengan cepat. Farhan, meskipun tergolong pendiam, ia mampu beradaptasi dengan cepat. Baik teman laki-laki maupun perempuan, suka berteman dengannya.
Ramah, cerdas, dan baik hati. Siapa pula yang akan memusuhinya?

Tak butuh waktu lama. Saat rapor semester pertama dibagikan, terbukti Farhan mampu menggeser banyak anak lainnya. Tak tanggung-tanggung, ia mendapatkan peringkat pertama di kelasnya, 3-C. Tak menutup kemungkinan, ketika kelas empat nanti ia akan duduk di kelas unggulan. Kelas 4-A.

Di sisi lain, kecerdasannya tak membuat sosok Farhan menjadi sombong. Ia sering membantu beberapa teman yang kesulitan, terutama pada mata pelajaran matematika. Ia juga dengan ramah menjawab semua yang teman-teman tanyakan. Hal ini membuat semua orang, baik guru maupun semua teman merasa kagum. Namanya pun tak terhindar dari gosip pegawai kebersihan, satpam, dan penjaga kantin. Itu membuatnya bak seorang artis. Tak ada yang tak mengenal Farhan.

***

Brakk!
Tanpa sengaja Farhan menabrak seorang gadis kecil. Saat itu ia membawa tumpukan buku tulis dari ruang guru, seorang guru menyuruh Farhan membagikan pada teman-teman sekelasnya.

Gadis itu terjatuh ke belakang, sementara buku-buku yang dibawa Farhan berantakan di lantai.

***

#Revisi 1
18 Oktober 2018

The Last Memory [Proses Revisi]Where stories live. Discover now