7. Air Hangat

132 37 32
                                    

"Kamu baik-baik aja?" tanya Farhan yang sibuk menumpuk kembali buku tulis yang berserakan, sesekali ia menatap gadis itu. Yang juga sama-sama sedang menatapnya.

Gadis itu tak berbicara sepatah kata pun. Ia tiba-tiba menghampiri Farhan. Meletakkan satu buku terakhir di atas tumpukan yang kini dipegang anak laki-laki di depannya.
Gadis itu kemudian mengucap kata maaf kemudian berlari, menuju kelasnya.
Entah kenapa, Farhan merasa pernah mengalami hal yang serupa. Dejavu.

***

Yup!
Ini kelas Farhan yang baru. Semester terakhir di kelas 3, ia mampu mempertahankan peringkatnya dan kini duduk bersama teman-teman yang baru. Teman-teman dari kelasnya yang lama jelas merasa sedih karena Farhan tak lagi bersama mereka. Tapi, sesekali teman terdekat Farhan menghampiri di kelas atau di mana pun Farhan berada. Sistem rolling ini tak membuat sebuah hubungan di antara mereka putus begitu saja.

"Han, ke kantin yuk?" ajak Nando, teman barunya di kelas 4-A. Sementara di samping Nando sudah ada Reno dan Ega yang saling membicarakan mengenai pertandingan sepak bola yang ditayangkan di televisi kemarin sore.

Farhan mangangguk tanda setuju. Ia membereskan buku dan alat tulisnya.

"Nggak ikut, Kris?" tanya Farhan sebelum beranjak. Krisna yang duduk di sampingnya menggeleng. Ia terlihat asyik dengan komiknya. Melihat itu, Farhan tak mau menganggu lebih jauh lagi. Ia bangkit dan keluar kelas bersamayang lain.

Jam istirahat, kantin tak pernah sepi. Berbeda dengan di sekolah Farhan sebelumnya, di sini dari bel berbunyi tanda istirahat sampai bel tanda masuk, suasana sangat ramai.
Sementara di sekolahnya dulu, kantin ramai di awal saja, setelahnya kembali sepi.
Mungkin karena di sekolah ini, setiap tingkatan memiliki tiga golongan. Dari A sampai C.

Farhan hanya membeli beberapa snack untuk camilan. Sementara beberapa teman-temannya makan mie instan dan nasi goreng dalam porsi kecil yang dibeli di kantin.

"Farhan!" teriak Riko melambaikan tangan dari kejauhan. Ia terlihat membawa semangkuk bakso. Riko adalah temannya satu kelas saat di kelas 3-C. Ia sangat suka bicara dan hobi bermain game di ponsel. Sesuatu yang Farhan sendiri tak pernah miliki hingga kini. Padahal banyak temannya yang membawa benda kecil itu ke sekolah, dengan catatan tidak digunakan saat jam pelajaran.

Farhan hanya melambaikan tangan sambil tersenyum. Tak butuh waktu lama untuk Riko berdiri di samping meja tempat Farhan dan teman-temannya berkumpul.

"Boleh gabung nggak nih?" tanya Riko pada sekumpulan anak laki-laki yang duduk saling berhadapan. Keempat anak itu hanya mengangguk setuju. Mereka sibuk menikmati makanan masing-masing.

"Wah, gimana Han? Seru nggak di kelas barumu? Kalo nggak, pindah aja ke kelasku," ucap Riko sambil mengunyah baksonya.

Mendengar pertanyaan itu, ketiga teman Farhan menoleh pada Riko. Tak lama kemudian mengalihkan pandangan pada Farhan, menanti jawaban.

Ekspresi ketiganya tanpa sadar membuat Farhan tertawa geli.

***

Malam menjelang.
Farhan sibuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Tugas yang teramat banyak baginya. Ia menghela napas panjang lantas memperbaiki posisi duduk. Lantai semen itu menjadi hangat karena Farhan yang tak kunjung berpindah posisi.

Merasa haus, ia pun berdiri. Mengambil segelas air di dapur lalu kembali ke ruang tamu, meletakkan segelas air itu di meja dekat buku-bukunya yang berserakan.

Farhan kembali ke dapur. Mengecilkan nyala kompor gas yang di atasnya terdapat sepanci air hangat untuk ibunya. Kompor gas yang tak diletakkan begitu tinggi agar Farhan bisa melakukan tugas yang diberikan Sarah. 

Malam semakin gelap, Farhan terlihat sangat lelah. Tanpa sengaja ia tertidur di atas buku tulis yang masih terbuka. Tinggal satu soal lagi, tapi ia terlalu lelah untuk meneruskan.

Farhan tertidur cukup lama hingga akhirnya Sarah datang. Sarah yang terlihat lelah usai bekerja seketika melihat Farhan yang tertidur pulas di meja ruang tamu.

"Bangun, bangun. Tidur di dalem sana!" ucap Sarah sambil menendang meja ruang tamu. Sikap kasar Sarah lama-kelamaan menggugurkan fitrah dirinya sebagai seorang wanita.

Karena hal itu Farhan sontak kaget. Beruntung air minum yang tadi dibawanya itu tinggal separuh gelas, hanya tumpah sedikit tapi tak mengenai buku-bukunya.

Farhan mengucek mata sebentar lalu membereskan semua buku dan alat tulis. Sementara Sarah sibuk memasukkan motor butut ke dalam ruang tamu yang juga sudah cukup sesak dengan sepeda mini Farhan. 

"Farhaann..?!" teriak Sarah dari dalam dapur. Farhan yang hendak membaringkan tubuh, segera bergegas menuju asal suara.

"Mana air hangat Ibu?!" belum sempat Farhan berucap, Sarah bertanya sambil emosi menatap Farhan yang kini ada di depannya. Segera Farhan menuju panci yang masih ada di atas kompor gas. Panci itu sudah dingin, jadi sudah dipastikan air di dalamnya tak lagi hangat.

Sesaat kemudian Farhan mengecek kompor gas dengan memutar tombolnya.

"Maaf, Bu. Farhan nggak tau kalau gasnya sudah habis. Kalaupun Farhan tau, Farhan juga nggak bisa masangnya," sesal Farhan.

"Ah, alesan aja kamu itu! Makanya kalau orang lagi masang tabung gas itu dilihat, terus dipelajari. Jangan cuma pinter sekolah aja!" ucap Sarah lalu pergi ke kamar mandi. Terpaksa untuk hari ini ia mandi dengan air dingin.

Farhan kembali ke kamar. Merebahkan dirinya di atas kasur kapuk, lantas berbaring menghadap kanan. Entah apa yang dirasakannya, tiba-tiba ia menitikkan air mata.

***

#Revisi 1
9 Feb '19

The Last Memory [Proses Revisi]Where stories live. Discover now