11. Kata Sandi

162 39 35
                                    

 Merasa sudah lebih baik, Disya pun berangkat sekolah. Meskipun luka di pelipisnya belum sembuh total dan masih ditutup dengan kapas.

"Dira!" teriak Tiyas dari arah belakang. Disya menghentikan langkah lalu menoleh ke asal suara. Ia dapati Tiyas bersama Nana dan Riska berlari ke arahnya.

"Kita kangen tau. Kamu kelamaan sih bolosnya," ucap Tiyas dengan napas terengah-engah.

"Kepala kamu masih belum sembuh?" tanya Nana hendak memegang pelipis Disya yang masih tertutup. Disya dengan cepat menoleh ke kiri, mengalihkan lukanya dari sentuhan tangan Nana lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum.

"Kenapa nggak tunggu sembuh aja?" giliran Riska bertanya.

"Bosen di rumah terus, aku juga kangen kalian," jawab Disya lalu tertawa.

Saat sedang asyik bercerita, Farhan muncul dengan membawa sebatang cokelat. Kedatangannya yang terasa tiba-tiba membuat keempat siswi itu sempat kaget.

"Kamu udah baikan?" tanya Farhan sambil menyodorkan cokelat yang ia beli dari beberapa hari lalu, berniat memberikannya pada Disya ketika sudah masuk sekolah. Sementara mata Farhan juga fokus melihat luka di pelipis Disya.

"Emm ... aku nggak bisa makan cokelat, Kak. Kata Mama, aku punya alergi," ucap Disya sementara teman-temannya hanya memperhatikan pembicaraan mereka.

"Oh, ya?" Farhan sedikit terkejut karena dirinya juga memiliki alergi yang sama. "Yaudah kalau gitu. Semoga lukamu cepet sembuh," lanjut Farhan lalu menaruh cokelat itu ke dalam saku celananya.

"Iya, Kak. Kalau gitu aku masuk kelas dulu," ucap Disya yang disertai dengan anggukan oleh Farhan.

Keempat siswi itu berjalan sambil melanjutkan obrolan mereka yang sempat terhenti. Sementara Farhan tak punya pilihan lain selain bergabung dengan teman-temannya di depan kelas, menunggu bel masuk berbunyi.

Merasa dirinya juga tak bisa makan cokelat, Farhan memberikannya pada Dewi yang saat itu kebetulan sedang berpapasan dengannya.

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Semua murid berhamburan keluar kelas seperti biasa.

Melihat Mamanya sudah menunggu, Disya langsung masuk ke dalam mobil.

"Kenapa nggak jalan, Ma?" tanya Disya penasaran. Asma sendiri terlihat sedang menunggu seseorang di belakang kemudi.

"Kamu kenal anak laki-laki yang waktu itu nggak?" tanya Asma pada puterinya. Sepasang mata Asma masih fokus memperhatikan keadaan sekeliling yang ramai.

"Nggak sih, Ma. Tapi Disya inget wajahnya. Tadi pagi juga kakak itu sempet ngasih cokelat ke Disya tapi Disya tolak," jelas Disya yang kini menyandarkan tubuh di jok mobil.

"Itu Ma," ucap Disya spontan. Jari telunjuknya mengarah pada Farhan yang sedang menuntun sepeda keluar gerbang sekolah.

"Dia nggak dijemput?" tanya Asma sementara sepasang matanya masih fokus melihat ke arah Farhan.

"Ya itu kan dia bawa sepeda."

"Kamu tunggu sini dulu ya, Mama mau keluar sebentar," ucap Asma lalu keluar dari mobil. Disya hanya mengangguk.

Farhan sudah akan menaiki sepeda ketika Asma menghentikannya.

"Ada apa, Tante?" tanya Farhan keheranan.

"Kamu inget soal kecelakaan kecil itu nggak?" ucap Asma balik bertanya. Ia hanya ingin memastikan bahwa dirinya tak salah orang.

"Iya, inget. Kenapa Tante?" tanya Farhan lagi.

The Last Memory [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang