20. Akhir

4K 352 41
                                    


Jarak, satu kata yang begitu mudah untuk diingat namun begitu sulit untuk dijalani. Jarak, satu kata yang ringan terucap namun berhasil memberi satu arti beratnya menahan sebuah rasa yang sulit diungkap.

Rindu.

***

Tangisan sendu memang tidak cukup untuk menutupi segala kesedihannya. Ribuan kicauan burung yang memadati indra pendengarannya terdengar berirama mengikuti isakan tangisnya. Eunha, ia telah menghabiskan sisa waktu malamnya hanya untuk menangisi Jungkook yang kini tengah terbaring tidak berdaya diatas bangsal.

Beberapa selang yang memenuhi tubuhnya menambah rasa iba yang dirasakan oleh Eunha, tubuh gadis itu bergetar saat sesekali ia menatap kearah kepala Jungkook yang terbalut kasa dengan penuh darah. Pelipis yang memar seluruhnya, sudut bibir yang robek dan beberapa luka goresan di tangan juga kakinya sungguhlah membuat hati siapapun merasa sakit saat melihatnya.

Mungkinkah ini semua terjadi karena segala keegoisan Eunha?

Sedikit ada menyesal, mengapa Eunha tidak mau mendengarkan seluruh penjelasan dari Jungkook? Mengapa Eunha harus mempercayai dari apa yang ia lihat dan ia dengar tanpa mengetahui atas dasar apa kejadian itu terjadi?

Nyatanya, semua percuma saja jika Eunha harus menyesal sekarang. Semuanya telah terjadi, Jungkook sudah terbaring tidak berdaya dan penyesalan yang Eunha rasakan pun tak akan berujung pada kesembuhan Jungkook.

"Nak, kau tidak tidur?"

Lantunan irama merdu dari suara nyona Jeon membuat Eunha sedikit mengusap lembut permukaan wajahnya. Malam kemarin, Eunha memang bersikeras untuk menemani Jungkook.

"Ah, ibu." Sapa Eunha, ia lantas berdiri dan memberi hormat pada nyonya Jeon.

"Tidurlah, biar ibu yang menjaganya." Perintah nyonya Jeon, tetapi sayangnya Eunha malah menggeleng untuk menolak.

"Tidak bu, ini semua terjadi karena aku. Aku ingin menemani dan melihat perkembangan Jungkook sampai ia sembuh."

"Sayang, jangan menyalahkan dirimu. Pulanglah, kau membutuhkan istirahat. Ayah akan mengantarmu pulang ke rumah." Nyonya Jeon mengelus surai Eunha dengan penuh perhatian. Nyonya Jeon memang sangat menyayangi Eunha, ia bahkan sudah menganggap Eunha sebagai anaknya sendiri semenjak Eunha duduk di bangku sekolah dasar.

Perlahan Eunha menatap kearah tuan Jeon, lantas ia pun membuang nafasnya pasrah. "Baiklah, bu." Lalu keluar setelah tuan Jeon menepuk pundak nyonya Jeon untuk pamit mengantar Eunha.

***

"Ayah, maafkan aku."

Ucap Eunha tiba-tiba. Tentu saja itu membuat langkah tuan Jeon terhenti. Mereka menghentikan langkahnya di koridor rumah sakit dekat dengan pintu keluar.

"Kenapa? Eunha, jangan seperti ini." Jawab tuan Jeon yang merasa bingung.

Disini menurut tuan Jeon, Jungkook lah yang salah karena telah mengkhianati Eunha. Tetapi mengapa harus Eunha yang meminta maaf?

"Ini semua terjadi karena keegoisanku. Maafkan aku, mungkin jika dari awal aku bersikap dewasa ini semua tidak akan terjadi. Dan Jungkook pasti tidak akan berada disini."

Eunha terisak. Lagi-lagi isakan yang telah berhasil terhenti beberapa menit yang lalu kembali dapat meloloskan diri. Hati Eunha remuk saat ia harus mengingat keadaan Jungkook yang menyedihkan. Fikirannya kacau saat akhirnya ia memang harus mengalah atas semuanya. Mengalah untuk mempertahankan keberadaan Jungkook di dunia ini bukanlah sebuah kerugian. Namun mengalah untuk wanita itu benar-benar sebuah penghinaan.

False Vows, True Love to ForeverWhere stories live. Discover now