Matahari Ke-2 : Menghindar Selagi Bisa

4K 131 34
                                    

Jika pada akhirnya dia tetap merasakan sesuatu yang dihindari, untuk apa dia mencoba menghindar lagi?

¤¤¤

"Tugas fisika?"

Seorang gadis yang merasa bahwa pertanyaan itu untuknya langsung menoleh saat baru saja memasuki ruang kelas, dan matanya langsung disuguhi oleh pemandangan seorang pria yang duduk di jajaran meja paling depan.

Tampangnya yang sedikit tersenyum miring membuat Vania mendelik tak suka.

"Udah ngerjain atau mau nyalin?" Pria itu tetap duduk tegak di tempatnya, tapi lirikan matanya melirik keberadaan Vania yang posisinya baru saja memasuki ruangan kelas.

"Kamu ngejek, ya?" Vania menyipitkan matanya dengan sinis ke arah pria itu.

Pria itu menggeleng kecil sebelum bangkit dari kursinya dan berjalan santai menghampiri keberadaan Vania, seketika pemandangan itu membuat tatapan mata Vania hanya terfokus padanya. Ya, Vania. Dia mencermati dengan seksama pergerakan pria yang kini berjalan semakin mendekatinya.

"Cuma mau berbaik hati, mau nggak?" Pria itu kembali bersuara saat berdiri sekitar satu meter di depan Vania.

Vania menetralkan kembali tatapannya masih dengan tatapan matanya yang terfokus pada pria di depannya. Sepertinya dia memang tak perlu mengerjakan tugas yang berhubungan dengan fisika, toh ada pria yang sekarang berdiri di depannya.

"Aku nyalin dong!" Vania mengucapkannya seakan dia adalah murid paling pintar di sekolah.

Pria itu tersenyum kecil dengan kedua alis yang ia tarik tinggi-tinggi. Gayanya yang selalu seperti itu setiap menggoda Vania hanya membuat Vania mampu mendengus kecil.

Tangan kiri pria itu sekarang bertumpu di atas meja yang tepat berada di sampingnya, otomatis keadaan menjadi hening di antara mereka dan membuat Vania bosan, segera ia melangkah maju untuk menaruh tas di atas mejanya, tepat berada di urutan meja paling belakang.

Terbayang bagaimana bosannya menjadi Vania jika berada di dalam kelas? Tempat duduknya berada di meja paling belakang sementara teman yang selalu care dengannya di dalam kelas hanya ada di urutan meja paling depan. Bahkan Vania tak punya teman sebangku, tidak sama sekali.

Vania menaruh tas punggungnya ke atas meja dan berniat untuk duduk di atas kursinya, tetapi ketika baru saja dia akan menarik kursinya, dia langsung mengurungkan niatnya itu karena kehadiran seorang pria yang baru saja memasuki ruang kelasnya. Mungkin sudah takdir bagi Vania untuk tidak berada di dalam kelas setiap pagi, setidaknya sampai bel jam pelajaran pertama akan dimulai.

Dengan cepat Vania berdiri tegak dan bergegas untuk meninggalkan ruang kelas, tetapi ketika langkah kakinya melewati keberadaan pria itu ... tiba-tiba saja ada yang mencekal pergelangan tangannya dari samping.

Pria itu, pria yang tadi sempat mengajaknya ngobrol dengan sengaja menahan kepergian Vania. Otomatis Vania berhenti dan berdiri di samping pria itu, berhadapan dengan pria yang baru saja datang ke dalam kelasnya.

Vania meluruskan tatapan matanya, tersenyum tipis kepada pria yang saat ini berada di hadapannya. Sungguh sangat memilukan jika dia harus dihadapkan dengan keadaan seperti ini lagi, terlebih dalam satu waktu yang sama. Tapi Vania tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti bagaimana alam membawanya.

"Kenapa?" Vania memberanikan diri menoleh ke arah samping, melihat raut wajah pria yang kini sedang memegangi pergelangan tangannya.

"Ada yang mau ngajak double date," ujar pria itu sembari tersenyum miring ke arah pria yang berada di depannya.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang