Matahari ke-9 : Hukuman dan Kesengajaan

923 41 2
                                    

Satu kesalahan dan dia mendapatkan satu kenangan.

¤¤¤¤

Senin, hari yang paling tidak disukai oleh hampir semua pelajar di Indonesia, atau mungkin dunia. Karena pada hari senin semua kegiatan di sekolah baru akan dimulai, termasuk upacara bendera yang sangat membosankan karena harus datang lebih awal dan berjemur diri di bawah teriknya matahari di pagi hari. Sehat, namun melelahkan.

Namun, bagi Vania itu akan dianggapnya biasa saja karena upacara bendera sangat rutin diikutinya setiap hari senin. Setelah selesai upacara, dia menghabiskan waktunya sembari menunggu guru masuk ke dalam kelas di depan kelas Sita untuk nongkrong bersama teman-teman yang lainnya.

Berbagai topik dibahas satu persatu, dimulai dari mata pelajaran pertama di hari itu, tentang UN, kampus untuk melanjutkan sekolah, dan juga membahas tentang hubungan Lestri, Amel, dan Reni yang akan beda kampus dengan pacarnya masing-masing.

Hubungan mereka bertiga dengan pacarnya sudah berjalan cukup lama dan langgeng sampai saat ini, bahkan mereka sepertinya ada niat untuk melanjutkan ke jenjang lebih serius jika sudah sama-sama sukses nantinya. Yang bisa Vania lakukan hanya berdoa yang terbaik untuk mereka, karena dia tahu mereka semua sepertinya memang saling mencintai, tidak seperti hubungannya bersama Franky.

"Emang kalian mau pada lanjut ke mana?" tanya Lestri.

Sita, Amel, Reni, dan Vania menjawab bahwa mereka masih belum tahu ingin melanjutkan ke kampus yang mana. Entah itu tetap di Jakarta, ke luar kota, atau bahkan ke luar negeri, belum ada yang mengetahuinya.

"Tapi pengennya sih gue di Bandung," ujar Vania, karena dia memang berniat untuk melanjutkan study-nya di Bandung, entah alasannya apa tapi dia sangat menyukainya.

"Gue kayaknya di UI deh." Lestri ikut memberitahu kampus tujuannya dan Reni juga menjawab hal yang sama.

"Gue sama Amel sih rencanaya mau ke Jogja, tapi itu juga masih rencana sih."

Vania memberenggut. "Yahh, pisah nih ceritanya?"

"Ya ..., namanya juga pertemuan pasti akan ada perpisahannya, karena kita gak mungkin terus kayak gini, iya 'kan?"

Mereka yang berdiri berlima dengan jarak sedikit jauh, mendengar perkataan Sita langsung saling mendekat dan memeluk satu sama lain. Pertemanan mereka dimulai sejak kelas sebelas, memang tidak dari awal mereka masuk sekolah, tapi itu saja mampu meninggalkan kenangan yang sangat membekas jikalau mereka harus berpisah.

Pertemanan mereka dimuali sejak semuanya tergabung dalam organisasi OSIS, sering menghabiskan waktu bersama sampai lupa waktu, bekerja untuk sekolah bersama, melewati hari bersama, menjadi alasan untuk mereka tetap bersama sampai saat ini meski mereka sudah tidak menjadi pengurus OSIS lagi di sekolah.

"Eh Va!"

Suara cempreng seorang gadis membuat mereka berlima melepaskan pelukan mereka dan melihat Talia berjalan mendekat.

"Ada apa, Ta?"

"Kelas lo masuk tuh, udah ada guru."

Vania mengangguk kecil lalu segera berpamitan untuk memasuki kelasnya yang memang berada di samping kelas Sita.

Pintu ruang kelas itu tertutup rapat membuat Vania harus mengetuknya terlebih dahulu sebelum masuk. Ketika terdengar suara seorang pria mempersilakannya masuk, dia langsung mendorong pintu dan bersitatap dengan guru matematikanya, Pak Hermawan.

"Selamat pagi, Pak." Vania menyalami tangan kanan Pak Hermawan dengan senyum sesopan mungkin.

"Tunggu sebentar," tahan Pak Hermawan ketika Vania berniat untuk segera duduk di tempatnya, Vania berbalik untuk bersitatap kembali dengan guru itu.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Where stories live. Discover now