Matahari ke-15 : Ke(putus)an

736 35 2
                                    

Mungkin ini saatnya untuk dia bahagia ... tanpamu.

¤¤¤


Seperti biasanya Vania akan segera membereskan semua buku dan alat tulisnya ketika bel tanda jam pelajaran terakhir berbunyi nyaring dan dia akan bergegas keluar dari dalam ruangan kelas mendahului semua teman sekelasnya. Gadis itu selalu menjadi murid yang paling terakhir memasuki kelas dan paling awal bergegas keluar dari dalam kelasnya ketika bel pulang atau pun istirahat.

Langkah kakinya dengan santai menghampiri sebuah kelas yang berada tepat di samping kelasnya, kebetulan semua murid di dalam kelas itu juga sedang berhamburan keluar kelas dan Vania menunggu sosok Sita untuk segera mengajaknya pulang.

"Mau pulang bareng?" tanya seorang gadis yang datang dari arah belakang Vania dan kini berdiri tepat di sampingnya.

"Eh?" Vania refleks menoleh. "Iya, gue mau nunggu jemputan di rumah lo aja."

"Oke, bentar ya gue ambil tas dulu."

Setelah Vania mengangguk mengiyakan, Sita bergegas memasuki kelasnya untuk mengambil tas. Gadis itu merasakan gerah yang luar biasa ketika menunggu Sita yang sedikit lama di dalam kelasnya, tangan kanannya terulur ke dalam saku rok abunya untuk mengambil ikat rambut polos berwarna hitam. Dia mengumpulkan semua rambut panjangnya ke belakang dan sedikit menunduk ketika mulai mengikatnya dengan ikat rambut yang baru saja dia ambil dari dalam sakunya.

Ketika dia kembali mendongak, satu pemandangan di depannya membuat dia terdiam dan dengan segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Dia melihat seorang Alaric berdiri di depan kelasnya dengan tas yang menyampir di bahu kanannya, bahkan gadis itu masih bisa melihat beberapa lebam yang masih membekas di beberapa bagian wajah dan juga lengannya.

Menjauhi sosok Alaric adalah tugasnya saat ini, setelah hubungan dia dan Franky berakhir beberapa jam yang lalu, dia berpikir untuk menjauhi Alaric agar tak ada pertengkaran lagi di antara mereka berdua. Karena bagaimana pun juga persahabatan di antara mereka tidak boleh berakhir, apa pun masalahnya mereka harus tetap bersahabat.

"Lo liat Franky gak, Va?"

Detak jantung gadis itu berdetak lebih kencang saat ini, selain kaget dia juga takut jikalau harus bersitatap dengan seorang pria yang bernama Alaric lagi.

Dengan perlahan Vania menoleh dan berkata, "Di kelas."

Mau tak mau Vania harus kembali melihat keberadaan Alaric dan beberapa lebam yang masih membekas di sana, tapi bukan itu yang menjadi masalahnya saat ini. Ketika dia melihat Alaric, dia pasti akan mengingat pertengkarannya dengan Franky yang selalu saja karena pria yang kini berada di dalam pandangannya. Bagi Vania mereka berdua itu hanya mempunyai sedikit perbedaan, mungkin karena terlalu sering bersama membuat mereka banyak kemiripan.

"Ky!" seru Alaric dengan sedikit berteriak, "Sini!" Alaric juga melambaikan tangannya untuk memberi isyarat pada seorang pria untuk menghampirinya.

Ky? Seketika itu juga Vania mengernyit dan melotot ketika menyadari nama Ky yang dimaksud Alaric. Pijakan kakinya melemah karena rasa gugup yang melandanya, keadaan dia dengan seorang pria yang dimaksud Alaric sedang kurang baik dan sekarang dia harus bertemu dengan pria itu? Bencana besar.

Memang, jika Alaric memanggil Franky memang bukan hal yang aneh dan terlihat sangat wajar, akan tetapi ..., kini ada Vania di depan Alaric dan itu akan menjadi suatu perbincangan yang tentu saja tidak mengenakan di antara mereka.

"Kalian gak pulang bareng?"

Pertanyaan dari Alaric mampu menjabarkan bahwa kini Franky sudah berada di antara mereka, tepat di samping Vania. Gadis itu menahan diri dengan sekuat tenaga agar tak menoleh sedikit pun pada pria yang kini berdiri di sampingnya. Dia akan terus bersikap biasa saja sampai Sita keluar dari dalam kelasnya. Apakah tas Sita hilang sampai dia tak kunjung datang(?) Vania sampai lelah menungggu kedatangan Sita saat ini.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora