Matahari ke-17 : Berbeda Tapi Terlihat Sama

668 34 1
                                    

Jangan terlalu percaya pada orang yang terlihat sama dengan masa lalu, bisa saja orang itu hanya akan membuat cerita yang sama pada akhirnya.


¤¤¤


Berdiri di atas bangku panjang yang tertera di depan perpustakaan, itu yang saat ini sedang Vania lakukan. Menyilangkan kedua kaki beserta kedua tangan menggenggam buku yang cukup tebal, matanya terfokus pada buku itu sejak bel tanda jam istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu. Ajakan untuk makan di kantin dari Sita dan beberapa temannya dia tolak dengan alasan belum lapar padahal bukan itu alasan utamanya.

Membalikkan halaman demi halaman dengan tangan kanannya, gadis itu fokus membaca deretan angka dan tulisan yang tertera di dalam buku tanpa mengerti sama sekali dengan isinya. Memikirkan tentang ucapan Pak Ade seorang guru fisikanya membuat gadis itu menggeram kesal, dia kembali mendapatkan kesialan pada hari ini karena sebuah materi fisika yang tak ingin dia mengerti sama sekali.

Vania bisa duduk di depan perpustakaan saat ini bukan tanpa alasan tapi karena suatu alasan yang membuatnya terperangkap dengan buku tebal di genggamannya. Semua alasan itu tak jauh dari fisika, karena fisika gadis itu harus rela menghabiskan waktunya untuk membaca buku tebal ini.

Setelah mendapat perintah untuk mengisi empat soal yang tersisa di luar kelas dan Vania pergi ke perpustakaan untuk meminta bantuan, pada saat itu juga ada seorang siswa yang membocorkan niat buruk gadis itu dan Pak Ade langsung mengambil inisiatif untuk menghukum Vania dengan memberikan satu buku tebal khusus pelajaran fisika untuk SMA kelas dua belas.

Lebih buruknya lagi ... buku itu bukan hanya untuk Vania baca, tapi juga untuk dipelajari karena Pak Ade akan memberikan ulangan khusus untuk Vania, ya, hanya Vania.

"Serius amat, Bu!" seru seorang pria yang langsung duduk di samping Vania.

Vania menolehkan pandangannya dan mendapati Alaric duduk di sampingnya. "Pergi lo!"

"Gak akan." Alaric berucap dengan sedikit memberi penekanan. "Gue temenin, yah?"

Pria itu memiringkan posisi duduknya sehingga saling berhadapan dengan Vania yang langsung bergeser dari posisi awalnya, gadis itu menutup bukunya dengan sedikit keras dan langsung berdiri mencari tujuan agar jauh-jauh dari pria bernama Alaric.

"Eh? Lo mau ke mana?" Alaric ikut bangkit, mengambil ancang-ancang untuk mengikuti ke mana Vania pergi.

"Bukan urusan lo!"

Setelah itu Vania langsung mengarahkan langkah kakinya ke kanan, tepat ke arah taman yang biasa di kunjungi oleh para murid di sekolah. Langkah santai gadis itu seketika berubah menjadi sedikit lebih cepat ketika menyadari kehadiran Alaric yang masih betah mengikutinya.

"Gue cuma mau tanya soal lo sama Franky," celetus Alaric masih berusaha menyimbangkan langkah kakinya dengan Vania. "Serius kalian udahan?"

"Gak peduli!"

"Gue juga." Tatapan mata Alaric menghadap lurus ke depan. "Tapi seriusan? Udahan?" Dengan nada tak percayanya pria itu kembali menghadap ke arah Vania yang masih saja berjalan dengan cepat di sampingnya.

Vania mendengus, meladeni ucapan Alaric yang tak ada gunanya memang suatu pekerjaan yang sangat menyebalkan. Dia terus bertekad untuk berjalan cepat agar Alaric lelah mengejarnya, tapi tidak, pria itu mempunyai hobi olahraga, mana mungkin lelah jika hanya mengejar langkah panjang Vania yang dinilai biasa baginya.

Namun, gadis itu memang harus menghindari Alaric, setidaknya sampai semua gosip dan masalah yang menggelayut di pikirannya menghilang secara perlahan. Dia frustasi berat ketika harus memikirkan sesuatu yang baru saja terjadi terhadapnya karena masalah berita yang tertempel di mading dan sampai saat ini dia belum menemukan siapa orang yang telah menyebar berita tentangnya.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Where stories live. Discover now