Matahari ke-5 : Terbilang Tak Cinta

1.4K 60 31
                                    

Tak selamanya cinta harus terumbar, karena itu tak selamanya juga sebuah rasa dapat tersebar.

~~~

"Dan ternyata tebakan Franky bener?"

Vania hanya menganggukkan kepalanya dengan singkat. Kabar tentang hasil praktek terbaik dari kelas XII IPA 2 langsung beredar saat itu juga, karena bagaimana pun juga Vania cukup terkenal seantero sekolah. Dia sahabat baik dari mantan ketua OSIS yang baru saja turun jabatan, yaitu Sita. Sita yang banyak disegani oleh adik kelas maupun teman seangkatannya membuat Vania ikut terkenal juga.

Selain itu juga ada Franky yang membuat semua guru dan anak-anak lainnya semakin kenal deket dengan Vania. Mereka berdua yang dipertemukan dalam OSIS dan dikabarkan baru menjalin hubungan tentu saja itu bisa membuat Vania semakin famous, sehingga kabar tentang Vania mendapat nilai terbaik di ujian praktek prakarya langsung tersebar meluas dengan cepat.

"Gue gak nyangka aja sih lo bisa ngalahin Umaira, emang lo bikin apa?"

"Rumah-rumahan kecil doang, gak terlalu bagus juga."

Sita menggeleng kuat-kuat sembari menatap Vania lekat, dia sangat yakin bahwa hasil prakarya yang Vania buat pasti sangat menarik sampai bisa mengalahkan Umaira. Umaira cukup terkenal dengan karya seninya yang selalu mendapat nilai A hampir dari setiap guru prakarya yang mengajarnya, dan kali ini posisinya tergantikan oleh Vania yang notabennya sangat malas merancang sesuatu yang menurutnya terlalu ribet. Membuat rumah-rumahan kecil sampai membuat guru menilai hasil prakteknya menjadi yang terbaik bukan hal yang mudah.

"Kenapa sih, lo? Kok liatin gue kayak gitu banget." Vania keheranan karena melihat Sita yang menatapnya terlalu berlebihan.

"Masih gak nyangka aja sih gue," ujar Sita sembari mengedikkan kedua bahunya dan mulai menyeruput es jeruk yang sedari tadi telah ada di atas mejanya.

"Serah lo deh, serah."

Keadaan hening, hanya hening di meja mereka berdua saja karena keadaan kantin saat ini masih sangat ramai seperti biasanya.

"Oh iya, lo gak bawa motor lagi, ya?"

"Enggak Sit, akhir-akhir ini Kakak gak ngizinin gue bawa motor, padahal kelas dua belas lagi sibuk-sibuknya," dengus Vania, dia jadi teringat ketika Kak Megan selalu melarangnya membawa motor sendiri ke sekolah setiap pagi.

"Sibuk apa? Pacaran?"

Pertanyaan dengan nada ledekan dari Sita membuat Vania mengalihkan pandangan matanya pada Sita.

"Pacaran? Males banget gue."

"Jangan gitu, lo pacaran 'kan sama Franky?"

"Heem."

"Akuin dong, jangan ditutup-tutupi terus."

"Ck." Vania berdecak kecil. "Gue emang pacaran sama Franky, tapi bukan berarti gue harus selalu mengumbar semuanya, 'kan? Gue males bersikap so cinta sama dia."

"What? Are you crazy, Va?"

"Not, gue gak mungkin gila cuma karena cinta. Karena pada kenyataannya gue gak cinta sama dia."

"Heloo, siapa ya yang kemaren-kemaren hampir nangis denger kalau Franky deketin cewek laen?" Sita tersenyum miring ke arah Vania, lengkap dengan tatapan mata sinis yang dibuatnya.

"Apaan deh Sit." Vania mendelik tak suka.

"Udah lah jangan malu-malu gitu, karena gue tahu semuanya."

"Jangan so deh, lo gak tahu apa-apa."

"Yeahh, gue tahu kok, gue tahu kalau lo gak cinta sama Franky. Tapi yang namanya kalau deket tiap hari dan sering banget, gue yakin bentar lagi lo naruh hati ke dia. Ya meskipun gue kurang setuju juga kalau lo pacaran sama dia."

Matahari Sempurna (Completed) ✓Where stories live. Discover now