Matahari ke-40 : Terakhir Kalinya (END)

2.2K 37 7
                                    

Jangan terlalu fokus dengan kesempurnaan yang kita inginkan. Tapi berfokuslah pada apa yang seharusnya kita butuhkan.

Jika pergi menjadi cara terbaik untuk lebih maju, pergilah ... gapai semua cita tanpa peduli akan apa yang terjadi sebelumnya.

¤'¤


Setelah mendapat desakan terus-menerus dari kedua pria menyebalkan dalam hidup Vania, akhirnya dia menurut juga untuk mengganti pakaian dan memutuskan untuk pergi di sore hari. Tubuhnya yang kini terbalut gaun berwarna gray selutut dengan sedikit aksesoris diamond di bagian depannya membuat gaun itu terlihat sangat manis dipakai oleh Vania.

Kedua tangannya yang terbuka akibat gaun yang dipakainya tanpa lengan merasa sangat kedinginan setelah turun dari mobil yang dikendarai Alaric. Setelah membayar tiket untuk tiga orang, mereka bergegas masuk ke dalam tempat wisata sebelum hari mulai gelap.

Mereka bersiap dari pukul 16.00 sampai 16.30, lalu menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dan saat ini pukul 17.07 mereka baru sampai di tempat tujuan.

Perjalanan mereka sore hari ini tidak direncanakan sama sekali. Alaric yang menjadi otak dari acara dadakan yang tercipta di antara mereka. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk absen di acara prom night tapi masih memakai pakaian yang direncanakan dari jauh-jauh hari untuk pergi ke acaranya.

Alaric dan Franky yang seharusnya memakai jas, kini memutuskan untuk memakai pakaian yang jauh lebih santai dan terlihat sangat friendly satu sama lain karena mereka membeli kemeja yang sengaja sama. Kaos berwarna putih polos dan juga kemeja kotak-kotak berwarna putih, abu, dan hitam mereka kenakan secara bersamaan dengan celana jeans berwarna hitam.

Mungkin itu bentuk pembuktian mereka berdua pada Vania bahwa mereka telah baik-baik saja.

"Kita ke mana?"

Vania yang sedari tadi memimpin jalan di depan kini membalikkan tubuh untuk menanyakan tempat bagian mana yang akan mereka kunjungi pertama kali di curug Cipamingkis kali ini. Jika air terjun, sepertinya tidak mungkin, miniatur kapal ... bukan ide yang buruk, tapi Vania sedang tidak ingin menikmatinya saat ini.

"Ke rumah pohonnya aja, yuk!" ajak Alaric.

"Rumah pohon?"

"Iya rumah pohon, ayo deh gue yang di depan."

Alaric mengambil tempat dan berada di depan untuk memimpin perjalanan. Mereka menempuh perjalanan dengan dihiasi beberapa pohon pinus dan juga suara gemirisik air yang menambah suasana terasa sangat dingin. Terlebih lagi gaun sederhana Vania tidak berlengan panjang, jika lama-lama mungkin dia akan merasa kedinginan.

"Ayo!"

Alaric mengulurkan tangan kanannya ketika mereka akan menaiki jembatan agar sampai ke sebuah rumah pohon yang dimaksudnya. Vania menerima uluran tangan Alaric dan mereka berjalan dengan hati-hati untuk melewati jembatan yang cukup curam.

Lagi-lagi hati seorang pria dipertaruhkan untuk tetap diam dan tenang dengan sesuatu yang terlihat begitu menyayat hatinya. Rasa cemburu yang tercipta dalam dadanya masih saja tak bisa hilang secepat ini. Tapi Franky buru-buru menghalau semua perasaan itu dan tetap tenang dengan keadaan agar semua baik-baik saja.

Sesampainya mereka di rumah pohon itu, tak ada satu mata pun yang diam dan termenung. Ketiganya memandang pemandangan alam sekitar dengan liar, terlebih lagi pohon-pohon tinggi yang berada di jarak pandang mereka, semua itu sangat membuat mereka takjub.

Kedua tangan Vania saling memeluk satu sama lain sembari menggosok-gosok bagian kulit yang tidak tertutupi kain. Tubuhnya terasa menggigil karena rasa dingin yang semakin lama semakin menjadi. Mungkin kedua bibirnya sebentar lagi akan bergetar jika terus-menerus berada di sini, tapi untungnya dia hanya memakai flat shoes sehingga dia tadi tidak kesusahan saat melintasi jembatan.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ