Matahari ke-36 : Mengungkap Rahasia Besar

544 26 0
                                    

Ketika semua orang menyudutkan, seharusnya ada orang lain yang mencoba untuk melerai keadaan.

¤'¤

Semuanya semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Entah apa yang pernah Vania lakukan sehingga takdir kini benar-benar mempermainkan. Dia tak pernah tahu apa yang akan terjadi lagi nanti jika dia terus melakukan hal-hal yang menurutnya benar. Vania tak ingin merasa salah, dia hanya ingin semua berjalan dengan lancar.

Semuanya benar-benar terjadi, apa yang Vania rasakan telah menjadi kenyataan, dan harapannya ... sirna terlupakan.

Vania tak pernah berpikir bahwa apa yang Yana katakan benar adanya, dia juga tak menyangka bahwa pria itu begitu membencinya. Vania kira semuanya baik-baik saja, tapi nyatanya ... tidak.

Lalu apa yang harus gadis itu lakukan? Membiarkan semua orang membencinya atau meminta maaf atas kesalahan yang mereka maksud? Vania sendiri bahkan tak merasa bahwa dirinya salah saat ini. Tidak sama sekali.

Semua orang terus mempedulikan penderitaan Franky tanpa ingin melihat bagaimana pandangan Vania. Gadis itu juga ingin didengar, ingin dimengerti atas apa semua perbuatannya. Mengapa semua orang hanya peduli dengan apa yang mereka lihat tanpa berniat untuk mencari kebenarannya?

Vania mengerti, dia bukan gadis sempurna yang selalu bisa terlihat benar di depan semua orang. Tapi bukan berarti dia terus terlihat salah meski dia punya alasan kuat kenapa semua bisa terjadi. Tak ada yang akan peduli, semuanya telah tahu bahwa Vania salah, dan akan selamanya menjadi salah.

Setelah berusaha sekuat tenaga untuk menetralkan suasana hatinya, Vania mulai mendorong pintu berlapis kaca di depannya dan melangkah masuk ke dalam kafe tempatnya mendapat janji untuk bertemu dengan sahabat-sahabat dekatnya.

"Maaf banget gue telat," ucap Vania dengan pelan tapi membuat beberapa kumpulan gadis yang terduduk di kursinya masing-masing menoleh ke arah Vania.

"Long time no see."

Mereka ber-4 berdiri hampir bersamaan dan memeluk tubuh bergetar Vania secara bergantian. Senyum yang ditampilkan oleh mereka tidak membuat Vania ikut merasakan kebahagiaannya, gadis itu masih dengan ekspresi diam dan perasaan berkecamuk akibat kejadian di sekolah sebelum datang ke kafe.

"Duduk dulu." Lestri menarik satu kursi kosong ketika yang lain sudah kembali duduk di tempatnya masing-masing. "Lo nggak papa?"

Vania menganggukkan kepalanya dengan singkat setelah duduk di kursi ketika dipersilakan oleh Lestri.

Seharusnya semua terlihat bahagia saat ini. Rasa rindu mereka seharusnya terobati dengan cara saling berkumpul, tapi entah mengapa semuanya terdiam tanpa ada yang berniat untuk membuka suara.

Mereka seperti kebingungan dengan suasana yang tercipta dengan sendirinya. Terlebih lagi keadaan Vania yang terlihat sedikit tidak baik membuat mereka semua semakin diam.

"Gue seneng bisa kumpul sama kalian lagi."

Akhirnya Lestri membuka suara dan berniat yang lain meresponnya dengan baik. Tapi ternyata tidak, beberapa di antara mereka hanya mengangguk singkat dan bergumam kecil saja.

"Gue bingung mau mulai dari mana," ujar Lestri dengan sedikit menyerah karena semuanya tampak berbeda.

"Hmm ... entahlah Les, aku pikir kita nggak usah membahas sesuatu yang berat dulu." Amel ikut bersuara dengan lirikan matanya ke arah Vania. "Karena aku rasa telah terjadi sesuatu dengan Vania."

Vania sedikit membuang napasnya dengan kasar sembari mengangkat wajahnya untuk menatap mereka bergantian. Suasana hatinya sore hari ini tidak terlalu baik untuk bahagia. Seharusnya gadis itu bisa melupakan sejenak semua yang terjadi padanya, tapi nyatanya dia tidak bisa.

Matahari Sempurna (Completed) ✓Där berättelser lever. Upptäck nu