#16

2K 243 5
                                    

Vote dulu biar gk lupa!

"Yap! Kau pasti bisa! 1.. 2.. 3..! Wahh! Kau hebat!".

Aku hanya tersenyum bahagia melihat kakiku ini sudah bisa berfungsi lagi setelah 1 minggu ini tergeletak di atas kasur. Tubuhku sudah banyak yang kehilangan fungsinya karna tubuhku mulai lemas dan seminggu belakangan ini aku hanya istirahat dan tidur terus tanpa ada aktivitas lainnya.

Kata dokter, ini memang sudah fase-fase yang harus dilewati oleh pasien kanker stadium 4 sepertiku. Berat memang. Sulit, iya. Aku tersiksa bila gak bertemu dengan Hami. Rasa kangenku ini mungkin sudah di stadium 8.

Aku kangen wajah datarnya. Aku kangen senyum manisnya. Kangen saat dia mengunyah banyak sekali kebab dimulutnya. Tapi ada satu yang paling aku rindukan. Bola matanya yang hitam dan indah.

"Tn. Park kau boleh bisa jalan-jalan disekitar rumah sakit ini saja ya. Ingat jangan terlalu lelah dan jaga denyut jantungmu itu."

"Arraseo, dok.". Aku membungkukkan badanku ke arah dr. Min sebagai tanda hormat dan terima kasih kepadanya karna sudah merawat dan menjagaku.

Dia pergi meninggalkan aku yang masih berdiri sambil memegang tongkat besi yang ditempelkan di sisi tembok rumah sakit ini.

"Ah! Hami!". Bibirku tak henti-hentinya tersenyum dan terkadang melihatkan gigiku mengingat wajah orang yang aku cintai. Aku sangat senang sekali sudah bisa menemui gadis yang aku sayang. Kakiku bergegas berjalan dengan sedikit cepat.

"Ini waktunya untuk menjelaskan semuanya padanya."

###

Menyusuri koridor rumah sakit ini dengan wajah yang berseri saat ini mungkin sudah lama aku tak pernah merasakannya. 1 minggu lalu adalah hari-hari dimana aku harus berjuang menghadapi penyakit yang kemungkinan kecil bisa sembuh.


Putus harapan? Pernah sekali. Namun aku hilangkan itu semua saat ingin menemui Hami. Aku tak ingin dia terbawa moodku itu. Aku ingin selalu tertawa dan bercanda dengannya. Mengingat bukan aku saja yang dilanda kesedihan yang dahsyat, dia juga. Dia pasti merasakan apa yang aku rasakan juga. Kita sebenarnya sama. Hanya saja kita dapat mengatasi semua itu dengan cinta.

Kenapa jantungku berdetak lebih cepat? Apa sekarang ini aku sedang gugup?

Aku menepuk nepuk pelan dadaku berharap jantungku memompa dengan normal.

Dengan kaki masih melangkah menuju kamar VIP milik Hami, jantungku masih belum bisa kembali seperti semula. Aku tepuk lagi dengan sedikit lebih keras. Sampai menimbulkan bunyi.

"Eh? Itukan Hami?". Aku menghentikan tanganku dan berjalan kearahnya.

"Hiks.. Aku membencimu!".

Kakiku terhenti saat melihat Hami menangis sambil tetap berjalan. Wajahnya murung sekali. Kenapa dia?

Ingin sekali ku memeluknya. Tanganku sudah tak bisa menahan lagi untuk menariknya kedalam pelukanku. Tapi.. aku mengurungkan niatku. Aku turunkan tanganku yang hendak menyentuh pundaknya dan berjalan mundur untuk memberinya jalan.


Aku memilih untuk mengikutinya saja dari belakang. Dari sini aku agak sedikit canggung. Karna ini pertemuan yang tak pernah aku bayangkan tadi. Dia tengah bersedih dan tak tahu kenapa dia bersedih.

Mataku terus memandangi kaki kecilnya itu melangkah. Aneh. Kenapa dia tak tertabrak sama sekali? Bahkan dia sudah sampai didepan kamarnya ini dengan selamat.

Aku angkat kepalaku dan melihat rambut panjangnya dari belakang. Aku lihat dia berhenti dan meraba - raba pintu itu untuk mencari kenop pintunya. Setelah itu pintu itu terbuka. Ia memasuki kamarnya. Kemudian menutup kembali pintunya. Di sela-sela pintu itu menutup sempat aku lihat wajahnya dengan mata sembab penuh air mata.

DON'T BE BLIND; PJM ✔Where stories live. Discover now