Bab 20 - Nonton Konser?

37 14 3
                                    

Juan menatap ke dalam mataku seakan mencari-cari sesuatu. Kurasakan kakiku mulai gemetar. Tapi aku memberanikan diri.

" Kasih tahu gue, apa alasan sebenarnya " tegasku.

Juan memejamkan mata kuat-kuat, menunduk lalu bergerak mundur melepaskanku.

" Steven itu mabuk " ucapnya sambil mengangkat kepala menatap tajam padaku.

Apa? Mabuk?

" Apa lo nggak sadar kalau tuh cowok minum banyak malam kemarin? " tanyanya.

" Kadang cowok perlu minum alkohol buat memompa keberaniannya " lanjut Juan tampak gusar dengan pengakuannya itu.

" Gue nggak mau kalian berdua celaka nanti "

Aku terperanjat. Jelas tidak menduga jawaban Juan akan seperti ini. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, memang aku tidak terlalu memperhatikan tingkah laku Steven. Aku sendiri terlalu gugup dan tegang dalam mobil itu.

" Tapi.. kenapa lo biarin dia mabuk? Lalu .. kenapa lo nggak ambil alih mobilnya? " nada ucapanku meninggi.

Juan berkacak pinggang ," Gue kenal siapa Steven, B. Dia nggak bakalan ngaku kalau dia mabuk. Dan dia nggak bakalan mau menanggung malu di depan cewek yang dia suka "

" Habis nganterin lo, gue yang nyetir kok. Lo boleh tanya Maria "

" Lo pikir ngapain gue bela-belain nyuruh orang ngempesin ban mobil gue? Gue nggak mau kalian berdua kecelakaan! " tambahnya ketus.

Aku tak tahu harus berkata apa lagi. Juan sengaja ingin semobil dengan kami!

" Sekarang, terserah kalian- kalau emang mau ngelanjutin adegan romantis kemarin- silahkan! Gue nggak akan menghalangi .. " bentaknya.

Cowok ini ngomong apaan sih?
Tiba-tiba aku merasa sangat kesal dan marah. Aku menghentakkan kaki ,
" Bagus ! Jangan ikut campur! " aku pun melarikan diri, tak tahan jika harus berduaan sedetik lagi dengan cowok arogan itu.

Sialan! Jangan sampai dia melihat rasa sakitku. Pintu terbuka tepat saat aku mengulurkan tangan hendak meraihnya.

" Bell? "

Kulihat wajah tampan Steven yang kebingungan mendapatiku dalam ruang ganti tim basket.

Di belakangnya tampak anggota tim basket lain - memandangku penasaran.

Tanpa ngomong apa-apa, aku menerobos mereka dan mulai berlari. Lari kemanapun asalkan tidak di tempat itu.

Sial! Sial! Kuharap tak seorang pun mengikutiku- karena saat ini aku benar-benar ingin sendirian.

***

Ada yang pernah bilang, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati

Tampaknya hal itu benar. Jika kita sakit gigi kita tinggal makan obat atau ke dokter gigi. Namun jika kita sakit hati- obatnya apa? Dan dokter mana yang harus kita kunjungi? Dokter bedah hati?

Aku tidak tahu mengapa tepatnya aku merasa sakit di hati. Yang jelas, perasaanku tidak karuan dan tidak ingin melakukan apapun. Cuma berbaring diam, memandang langit-langit kamarku. Strawberry Cheesecake - persediaan terakhir sudah habis kulahap 1 jam lalu.

Novel Juan tergeletak kaku di ujung meja, tak mampu kulanjutkan.

Hari ini begitu menguras emosi. Akhirnya aku bisa menjelaskan pada Steven bahwa kami lebih baik tetap 'berteman'. Mata cowok itu memancarkan kekecewaan. Mungkin hatinya terluka, semoga hanya goresan kecil saja- yang akan sembuh tak lebih dari ...seminggu?
Kejujuran lebih baik bukan? Aku tidak bisa menjadi 'pacar' seseorang sementara hatiku memikirkan orang lain.

Let Me Know ...Where stories live. Discover now