Sajak Jogjakarta

51.8K 3.9K 164
                                    

Burung Kasturi selalu bahagia sebab ia terlahir dengan sayap nan indah. Angkasa membuat hidupnya sempurna.

Tak ada yang kurang, semuanya ada. Burung Kasturi begitu menikmati cara semesta memperlakukan dirinya.

Hingga sebuah peluru menjungkirkan balik takdirnya.

Sayap indah Burung Kasturi terluka, berdarah, dan kehilangan makna. Ia terhempas jatuh ke tanah, terpisahkan dari langit tinggi untuk bertemu tempat yang belum pernah ia singgahi sebelumnya.

Tempat terbawah.

Waktu berputar, membuat posisi tertukar. Dunia baru ini sangat menyedihkan, Burung Kasturi berusaha keluar. Tapi terlalu sukar!

Dalam pilu ia tersedu. Burung Kasturi berharap penguasa semesta mengambil hidupnya saat itu. Berharap semua luka dan derita akan berlalu.

Tapi napas masih menderu. Burung Kasturi mencoba menemukan alasan bertahan, pengalih perih, suatu penyembuh.

“Senjaku! Ah ya, Senjaku!” Teriak Burung Kasturi menggebu.

Alasan bertahan, pengalih perih, dan penyembuh yang ia cari-cari ada pada Senja terindah yang senantiasa ia tunggu. Yang selama ini sudah ia cintai sepanjang waktu. Benar! Sekarang Burung Kasturi tahu!

Hari beranjak sore, Burung Kasturi tak sabar menunggu. Mau cepat-cepat melihat Senja, ingin bertemu dan mengadu, ia percaya Senja akan menguarkan jingga untuk membantu.

Tik... Tik... Tik...

Air langit turun kecil-kecil dengan nama rintik.

Tes... Tes... Tes...

Rintik menjelma menjadi gerimis.

Burung Kasturi menangis marah ketika gerimis menderas menghadirkan Hujan.

“Aku membencimu Hujan! Kau membawa mendung yang menghalangi Senjaku!” teriaknya keras-keras.

Hujan menjawab dengan sendu, “Maaf... Tapi luka disayapmu akan makin parah bila dibiarkan kotor seperti itu. Saya hanya ingin membagi air ini untuk meringankan lukamu. Burung Kasturi, saya ingin membantumu sembuh...”

Kata-kata Hujan penuh ketulusan, tapi Burung Kasturi tak mau dengar apa-apa, dengan keras hati ia terus mengusir Hujan. Burung Kasturi hanya ingin Senjanya!

Pahit dan getir melanda Hujan. Dibopongnya seluruh mendung hasil kepedulian yang diabaikan.

Hujan putuskan pergi sebab tersadar kalau hadirnya tak diinginkan.

Hujan sudah menjauh, tetapi Burung Kasturi kembali tersedu. Kelabu sudah berlalu. Namun langit tampak hitam kelam, sama sekali tanpa jingga yang ia tunggu.

Senja sudah berubah menjadi malam. Ternyata, Senja tak mau bertahan lebih lama untuk menemani Burung Kasturi.

Burung Kasturi menangisi kenyataan. Senja sudah berubah menjadi gelap yang kejam. Senjanya tak lagi sama.

Luka menganga makin lebar dan dalam. Sebab masih kotor, jadi terasa sangat menyakitkan. Sedangkan tetes peringan luka tak lagi ada.

“Hujan, pantaskah aku memintamu kembali?”

Burung Kasturi sekarat dalam penyesalan.

~Jogjakarta 'saksi sebuah kisah'

Story soundtrack: Film Favorit by Sheila on 7

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Story soundtrack:
Film Favorit by Sheila on 7

LovakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang