6 - Kata Tiga Hati

17.5K 2K 60
                                    

Bunga menanti malam ditemani dua sahabatnya. Bersantai di kasur empuk, membaca majalah remaja, menonton televisi, dan mencamil keripik jadi aktivitas mereka.

Sudah sejak hari Jum'at Bunga tidak masuk sekolah. Ada acara keluarga di luar kota. Mungkin Dahlia dan Mawar sudah rindu berat dengan Bunga sampai segala memutuskan untuk menginap malam ini di rumah sahabatnya yang baru pulang siang tadi. Atau kemungkinan keduanya, mereka mau cari kesempatan buat minta oleh-oleh. Bunga memang selalu beli banyak barang setiap kali berpergian.

“Astaga! Astaga! Kita belum cerita ke Bunga, kan?” teriak Dahlia heboh, gadis itu menatap Mawar. Oh ya, satu lagi aktivitas mereka, bergosip.

Bunga menaikkan alisnya ingin tahu.

“Soal baru murid itu ya kan?” timpal Mawar. Dahlia mengangguk, sedangkan Bunga langsung fokus kembali membaca majalah, tidak tertarik.
“Murid baru yang sekelas sama Dika.”

Detik itu, Bunga menutup majalahnya. Ia menatap mawar, rasa ingin tahu langsung menguasai seluruh sel tubuhnya. Dahlia terkikik. Bungan memang selalu begitu kalau menyangkut Dika.

“Murid barunya perempuan atau laki-laki?” tanya Bunga.

Dahlia menelan keripik di mulutnya, “Perempuan.” Gadis itu menyeringai lalu merubah posisi menjadi duduk, “Tahu apalagi?”

Bunga semakin ingin tahu, “Apa?”

“Dia sebangku sama Dika. Sudah tiga hari ini.” Timpal Mawar.

“Kok kalian baru kasih tahu aku?” Raut wajah Bunga terlihat tajam. Entah kesal pada kedua sahabatnya, atau kesal soal murid baru yang duduk sebangku dengan Dika.

Dahlia dan Mawar menyunggingkan senyum usil, “Kalau kasih tahu lewat telepon. Kita nggak bisa lihat wajahmu merah padam kayak udang habis direbus begini!” Mawar mencubiti pipi Bunga. Dahlia mengikutinya.

“Aish! Jangan ngajak bercanda dulu!” Bunga menyingkirkan tangan kedua sahabatnya sambil merengut. Pikirannya terasa penuh tiba-tiba.

Dengan tenang Dahlia merangkul bahu Bunga, paham kalau Bunga merasa ‘terancam’ tiba-tiba, “Nggak usah berlebihan gitu, sih. Kita semua tahu Dika tuh sama sekali nggak gampang jatuh cinta. Kamu... yang paling tahu soal itu, Bunga.” Dalam hati Dahlia tertawa keras, selalu menyenangkan waktu dapat kesempatan untuk mengejek Bunga tentang cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

“Nah, betul tuh kata Dahlia. Lagipula, dari gayanya, si anak baru itu sombong dan... Apa ya? Pokoknya, mirip-mirip sama genk Eva. Sahabat kita yang baik dan peramah ini jelas menang kemana-mana.” Mawar berbeda, ia lebih baik dari Dahlia karena setidaknya--walaupun ikut ketawa juga--gadis itu masih memberikan motivasi dan bukannya ejekan.

Bunga menghela napas perlahan. Mencoba mengambil kebenaran dalam ucapan Mawar dan Dahlia. Kalau dipikir lebih jauh lagi, mereka memang benar. Hanya saja, Bunga sendiri kesulitan untuk berpikir sama dengan kedua sahabatnya. Tentu saja karena Bunga menggunakan hatinya dan bukan logika. Rasanya, ini bukan kabar baik. Sama sekali bukan. Setidaknya, itulah yang naluri Bunga beritahu.

Dika memang susah jatuh cinta. Tapi, perempuan susah buat nggak jatuh cinta sama Dika...

Murid baru itu... Aku harus awasi dia...

LovakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang