4 | The Gowns

1.9K 143 1
                                    

D-60

Aku menghela napas lelah. Aku pikir ada sesuatu yang gawat saat ibun menelponku tadi, mengatakan aku harus segera pulang disaat pekerjaanku masih menumpuk. Ternyata ibun hanya memintaku menemani beliau dan Kaleela memilih baju pegantin serta memilih kain untuk para keluarga.

"Ya Allah, Ib. Kenapa nggak besok aja sih?" Tanyaku lelah. Kami bertiga masih berada di pasar untuk memilih kain mana yang cocok. Ibun bilang, besok Kaleela memakai gaun putih, dan dekorasinya berwarna putih, biru dan pink. Aku sudah bilang pada ibun kalau lebih baik warnanya kainnya perpaduan warna emas dan pink soft atau warna silver dengan biru. Tapi ibun masih saja mengajakku dan Kaleela berputar-putar di pasar.

Kenapa ibun bersikeras mengajakku? Jawabannya satu. Aku berpengalaman dalam hal ini karena aku pernah membatu kakak sepupuku mempersiapkan pernikahannya saat aku belum mendapat pekerjaan dulu. Mulai dari segala warna, kain sampai dekorasi dan gaun sepupuku dan pasangannya meminta pendapatku.

"Yang sabar dong kak, ibun kan harus milih bahan yang bagus dan terjangkau."

"Aku balik kantor aja ya, Ib. Pekerjaanku banyak."

"Jangan dong, Kak. Nanti kita kan harus ukur baju juga. Jangan pulang dulu."

"Nggak enak sama yang lain, ib. Masa temanku pada repot aku malah belanja sih, ib."

Ibun membalikkan badannya untuk menatapku, setelah sejak tadi ibun hanya bicara tanpa mengalihkan pandangannya dari kain-kain yang beliau pegang.

"Nggak apa-apa, kak. Ini urgent banget. Harus buru-buru di kasih ke sodara-sodara kita."

Aku menghela napas, lalu mengeluarkan tablet yang untung saja sempat ku masukkan ke tas sebelum menemui ibun. Aku mengecek email yang dikirimkan rekan kerjaku mengenai jurnal-jurnal yang kubuat. Inilah susahnya bekerja dibagian keuangan. Kita tidak bisa diskusi jarak jauh, apalagi jika aku tidak membawa serta bahan-bahan yang akan didiskusikan.

Setelah sekitar dua jam ibun memutari toko, akhirnya ibun sudah mendapatkan kainnya. Dan sudah memesan kain itu sesuai ukuran dan jumlahnya. Mereka bilang bisa diambil seminggu lagi, jadi ibun sudah bertukar kontak dengan penjualnya.

Aku pikir setelah ini selesai, aku bisa kembali kekantor untuk lembur. Nyatanya aku harus mengikuti ibun ke butik untuk mengukur badanku. Kami tidak membuat baju di butik ibun, karena ibun ingin pernikahaan Leela spektakuler. Ibun memilih membuat baju di butik grooms and maids, butik yang khusus menjual gaun-gaun pengantin. Dari yang gaun tradisional hingga gaun yang ala-ala brides yang hanya sebatas dada dan ekornya menjuntai panjang.

Selama ibun dan Leela memilih, akupun juga memilih baju untukku. Aku akan memilih kebaya yang bisa melekat ditubuhku dengan bagus. Saat aku memilih mataku melihat sebuah gaun cantik berwarna putih, model sabrina dan menutupi tiga perempat lengan. Gaun itu tidak memiliki ekor yang menjuntai panjang, tapi seperti baju princess yang mengembang di bagian pinggang ke bawah, cocok untuk perempuan berbadan kecil mungil. Cantik sekali.

Aku menggelengkan kepalaku. Aku ingin nenikah memakai kebaya, dan aku juga tidak menikah sekarang, pasti nanti masih banyak model baju yang baru. Setelah berkeliling akhirnya aku mendapatkan kebaya untukku.

---

"Ib, Lina udah dapat kebaya buat Lina." Kataku pada ibun yang sedang memilihkan gaun untuk Leela. Ibun menengok padaku.

"Kakak nggak mau bikin aja? Kakak pilih kebaya, kan?" Aku mengiyakan, tapi aku tidak berniat membuat kebaya. Cukup itu saja yang nanti bisa dikecilkan kalau kebesaran ditubuhku.

"Nggak usah, ib. Itu saja." Aku melihat gaun yang sedang dibandingkan oleh bunda. Gaun itu cantik, cocok untuk Leela yang tinggi. Bahkan aku berani bertaruh, Leela akan cocok menggunakan semua gaun yang ada disini.

Leela memasuki ruang pas bersama dengan seorang pekerja untuk membantunya memakai gaun yang sudah dipilihkan ibun. Benar saja, gaun itu sangat cocok untuk Leela. Ibun memilihkan beberapa gaun untuk dicoba Leela, dan pilihannya jatuh pada gaun putih panjang yang menutupi sebatas dada, dengan renda-renda disisi gaun tersebut.

Aku kembali ke kantor hampir maghrib setelah berdebat dengan ibun karena ibun ingin aku ikut mengurus WO, tapi aku tetap ngotot karena pekerjaanku juga mendesak ingin dapat perhatian dariku, dan akhirnya ibun mau mengalah. Saat perjalanan ke kantor, aku sempat berpikir, kenapa aku yang repot padahal yang menikah itu Leela? Dan kenapa harus menunggu pendapatku? Tak mau berpikir lama, aku pun kembali berkutat pada konputer didepanku, memasukkan transaksi yang dilakukan GFN sesuai akunnya.

Malam ini aku benar-benar harus lembur.

***

Pagi harinya aku sampai dikantor tepat pukul delapan pagi. Setelah semalam aku lembur hingga pukul sebelas malam, pagi ini aku dihadapkan dengan semburan Adreas karena kemarin aku meninggalkan kantor setelah makan siang, tanpa kabar. Walaupun aku kembali untuk lembur, itu tidak bisa mengurangi kekesalan Andreas.

"Aduh, Lin. Kamu itu bisa mikir enggak gimana nasib anak-anak kakau jurnal buatanmu belum selesai, mana nota belum lengkap juga!
Ingat, Lin! Kamu itu kerja, bukan main!"

Aku keluar dari ruangan Andreas setelah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tau seberapa kesalnya Andreas karena kemarin aku membuat ruangan ini tidak kondusif karena kepergianku yang mendadak. Aku pikir ada hal buruk yang menipa Ibun saat itu, karena saat menelponku ibun terdengar panik, jadi tanpa pikir panjang aku langsung menyusul ibun.

"Nggak papa, neng?" Tanya mbak Mona begitu aku duduk di kursiku. Bisa kulihat juga rekan kerjaku ada yang menatapku iba.

"I'm ok." Jawabku. Aku memang baik-baik saja, tapi aku harus bisa mengembalikan kepercayaan Andreas dan yang lainnya padaku. Aku beruntung karena Andreas tidak melaporkan ini ke human resources, jadi aku tidak dijatuhi SP.

Aku menghela napas dan melanjutkan kerjaku. Memikirkan ibun yang repot mengurusi urusan pernikahan Leela yang juga berimbas padaku membuatku pusing. Aku tidak mau sampai dijatuhi SP karena ini dan aku juga tidak mau sampai berdebat dengan ibun seperti tadi.

Mungkin aku harus mengatakan pada ibun agar membuat janji dulu jika mengajakku pergi.

***

Anomali (ON HOLD)Where stories live. Discover now