8| Katanya Weekend Kita Berdua

2.1K 179 0
                                    

Setelah menikah banyak perubahan yang terjadi padaku. Setiap pagi aku harus bangun lebih cepat --dan selalu berada dalam kungkungan hangat lengan Bagas saat aku membuka mata-- memasak, menyiapkan perlengkapan untuk Bagas, dan menemaninya saat ia harus membuat revisi skripsi.

Seperti pagi ini. Aku terbangun dalam kungkungan lengan Bagas yang memelukku hingga punggung, sedangkan kakinya menindih kakiku. Meskipun kami tidur seranjang, tapi aku masih menolak untuk memberikan haknya dan aku bersyukur dia tidak pernah memaksaku. Berada dalam Pelukan Bagaskara membuatku nyaman meskipun dulu saat pertama kali aku bangun dalam pelukan Bagas, aku menendang perutnya dan membuatnya terjatuh dari kasur.

"Morning." Aku mendongak saat mendengar suara serak khas bangun tidur.

Bagas mengerjapkan matanya menyesuaikan dengan cahaya yang masuk melalui jendela. Kurasa matahari sudah cukup tinggi karena kamarku sudah sangat terang. Kenapa aku baru bangun? Karena ini weekend! Weekend pertamaku dengan dengan Bagas!

Aku mengerjap saat merasakan pelukan Bagas ditubuhku mengerat. Dia menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku.

Tubuhku menegang. Jantungku memacu lebih cepat. Napasku menjadi pendek dan tersenggal-senggal. Aku merasakan tanganku mulai berkeringat. Dengan paksa aku melepaskan diri.

Rasanya seperti kejadian dulu kembali terulang. Bayangan yang menghantuiku kembali setelah lima tahun tak pernah hadir. Perasaan terancam itu kembali menyerangku.

Dia menatapku dengan tatapan bingung. Sedangkan aku menatapnya dengan gusar. Kurasakan mataku mulai memanas yang kuyakini sudah memerah saat ini.

Dia bangkit menghampiriku.

"Hey, kenapa?"

Aku tak menjawab, hanya menggeleng.

"Kenapa? Kamu kenapa?" Aku mundur saat dia mendekatiku. Aku takut.

"Jangan mundur."

"Kenapa mundur sweetheart?"

Aku menggeleng, mencengkeram rambutku kuat-kuat. Suara itu masuk ke telingaku. Hingga aku jatuh terduduk dan menangis.

Aku ketakutan.

Aku terus menangis hingga merasakan hangat yang melingkupiku. Dan tangan besar mengusap punggungku. Aku berontak. Tapi dia tetap tak melepasku.

"Le- lepas. A-ku, aku mohon." Aku memohon dengan suara tercekat. Aku hanya ingin lepas.

"Jangan menangis. Aku nggak akan melukai kamu."

"Rileks. Tarik napas pelan-pelan."

"Jangan pikirkan apapun. Cukup dengar aku."

Ajaibnya aku menurut. Tak tahu apa yang dia lakukan padaku. Aku hanya mengikuti ucapannya seakan terhipnotis.

***

Aku menerima secangkir teh hangat dari Bagas. Setelah aku tenang dan mendapatkan logikaku kembali, Bagas memapahku untuk duduk di tepi kasur. Dia belum bertanya apapun padaku, hanya terus mengelus kepalaku dengan lembut. Sedangkan aku masih enggan menatapnya karena malu.

"Udah baikan?" Aku mengangguk.

"Yaudah. Mandi sana. Kita jalan-jalan."

"Hah?" Aku mendongak menatapnya.

"Mandi sana. Kita jalan-jalan."

Mataku berbinar karena ajakannya. Biasanya aku hanya akan menghabiskan waktu di rumah ibun saat weekend dan sekarang dia mengajakku jalan-jalan! Aku mengangguk antusias. Lalu beranjak dan menyambar handuk serta baju ganti di lemari.

Anomali (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang