31 | Penyelamatan (1)

1.3K 110 5
                                    

Hai.. ada yang masih baca cerita ini?
Sebulan lebih cerita ini digantung karena penulisnya sempat stuck. Jadii.. ini buat pembaca yang setia yang mau nunggu dan maaf bangett baru bisa apdet.

***

Hal pertama yang Alina rasakan adalah sakit yang mendera leher bagian belakang pergelangan tangannya. Dia tak begitu mengingat apa yang terjadi, tapi melihat posisinya yang duduk terikat di kursi kayu dengan tangan terikat di belakang cukup membuatnya paham hal apa yang sudah terjadi. Dia mengumpat dalam hati saat ia mengingat apa yang menimpanya. Ia meringis saat merasakan nyeri di jidatnya yang terdapat luka dengan darah yang belum mengering sempurna. Juga perih seperti ada yang menusuk perutnya dengan jarum berkali-kali. Lebih sakit dari beberapa hari sebelumnya.

Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan begitu mengangkat kepala. Ruangan ini temaram hanya ada dua lampu kecil yang menyala di langit-langit ruangan. Keadaan ruangan bisa dibilang masih cukup terawat karena ia bisa melihat barang-barang tertata rapi diruangan ini;ada ranjang kecil di sudut ruangan, meja kayu yang sejenis dengan yang dudukinya saat ini juga ada single sofa disisi lain ruangan. Ruangan ini seperti kost anak sekolah dibanding tempat untuk menyekap orang, Namun berukuran lebih luas.

Ia tak tahu pukul berapa sekarang karena jendela kecil diruangan itu tertutup oleh gorden gelap.

Ceklek!

Jantung wanita itu berdetak lebih cepat saat pintu dibuka dari luar. Matanya menatap ganggang pintu yang diputar dengan waspada. Tubuhnya mengkerut di kursi itu yang sebenarnya tak ada untungnya karena posisinya yang terikat.

"Oh, sudah bangun ternyata..." seriangaian pria yang baru tiba itu muncul begitu melihat wanita di hadapannya sudah membuka mata dan menatapnya. Alina mendengus saat matanya menangkap wajah orang itu. Ia segera mengalihkan pandangannya.

"Jangan buang muka, Lina... Aku nggak suka."

Lelaki itu mendekati Alina, berjongkok di hadapannya. Matanya tak lepas memandangi wajah yang saat ini berpaling darinya. Cantik. Wajah Alina sangat cantik di matanya. Meskipun banyak waktu sudah berlalu, wajah itu terlihat semakin cantik.

"Lihat aku, Lin! Kamu nggak pernah mau melihat aku selama ini."

Alina mendelik tajam menatap lelaki yang sedang tersenyum ke arahnya. Matanya menyiratkan rasa benci, marah dan.. kecewa. Ia tak menyangka lelaki ini mampu melakukan hal seperti ini.

"Kenapa diam?" Lelaki itu mencoba menyentuh wajah Alina namun Alina segera memalingkan wajahnya. Menghindari tangan itu.

"Jangan sentuh saya!"

"Kamu nggak bisa apa-apa kalau aku sentuh kamu, sayang.." Tatapan Alina makin tajam mendengar cara bicara lelaki itu. Lelaki itu berdiri menjulang dihadapan Alina. "Lagipula, kamu akan jadi milikku."

Bulu halus ditubuh Alina meremang. Tatapan lelaki dihadapannya juga cara bicaranya mengerikan.

"What you want? Kenapa kamu harus bekerja sama dengan Juan?" Tanya Nania akhirnya.

"You. I want you!" Ujar lelaki itu tegas dengan mata yang tak lepas menatap Alina. "Dan Dipta bisa membantuku. Dia menawarkan kerjasama... Hanya dengan aku mau membantunya mencari tau tentang Bagaskara aku bisa mendapatkan kamu."

Alina menggeleng tak habis pikir dengan semua ini.

"Aku menyanggupinya, Alina. Dia kawanku yang tak pernah ingkar janji." Ujarnya. "Dan aku mendapatkan kamu disini."

Lelaki itu menyeringai. Rencananya hampir berhasil. Kurang sedikit lagi...

Melenyapkan lelaki lain yang mengambil miliknya.

Anomali (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang