24 | SA-4(A) [REVISI]

1.8K 115 1
                                    

Ini versi baru. Aku kemarin agak nggak 'sreg' sama part ini, maaf mengganggu para readers.

Sorry for the typo.

***

Aku masih memikirkan kejadian tadi siang. Tak mungkin kalau aku halusinasi, dia kelihatan nyata. Tapi kalau nyata kenapa dia bisa sampai disini? Dari semua tempat di Indonesia, Kenapa aku harus bertemu dengan dia di gedung kantorku?

"Alin!" Aku tersentak kaget saat bahuku diguncangkan. Aku menatap Bagaskara disampingku yang sedang menatapku cemas. "Kenapa? Dari tadi ngelamun terus."

Aku menggeleng sebagai jawaban. Tidak. Bagaskara tidak boleh tau tentang ini sampai aku bisa memastikan orang itu benar-benar dia atau bukan.

"Sayang, dari tadi kamu diem. Wajahmu pucat. Kamu sakit?" Aku menggenggam tangannya yang bertengger dipipiku lalu menggeleng.

"Ini dimana?" Tanyaku begitu menyadari kami berhenti di tempat asing. Disini seperti perumahan sederhana. Rumah-rumah masih banyak yang belum memiliki dua lantai. Masih banyak juga rumah yang memiliki pohon-pohon besar dihalaman yang terbilang tak terlalu luas.

"Aku mau bawa kamu ke rumah kita tapi pembangunannya belum selesai." Rumah kita? "Jadi aku mau bawa kamu kesini dulu. Ayo." Ajaknya. Aku menurut mengikuti langkah Bagaskara memasuki rumah sederhana satu lantai bercat putih. Rumah ini terlihat sepi. Tak ada orang yang aku temui disini. Bagaskara terus masuk ke bagian yang lebih dalam dari rumah itu.

Ini rumah siapa? Untuk apa kami kemari? Aku menahan lengannya saat dia akan membuka pintu bercat coklat dihadapan kami.

"Ini rumah siapa? Mau ngapain?" Dia tak menjawab malah tersenyum dan menggenggam tanganku lalu memasuki ruangan itu.

Ruangan itu seperti lorong dengan tangga menuju ke bawah diterangi oleh lampu temaram. Kami berjalan terus Hingga kami sampai ke dasar.

Aku asumsikan Ruangan ini gudang. Terlihat dari tumpukan barang-barang berdebu di beberapa sisi ruangan, kardus-kardus ditumpuk di pojok, ada beberapa kursi dan meja ditumpuk disisi lainnya juga sarang laba-laba yang menghiasi atap dan beberapa barang lain.

"Ini gudang." Gumanku

"Iya, tapi bukan disini tujuan kita." Ujarnya.

Terus ngapain kita masuk gudang? Jeritku dalam hati.

Dia kembali menarik tanganku menuju dinding bagian belakang. Tangannya meraba-raba sisi dinding mencari sesuatu. Untuk apa dia melakukan itu? Untuk mencari apa?

Senyumnya terbit. Kurasa dia sudah menemukan apa yang diaa cari. Lalu dia meraih tangan kananku, tangannya yang bebas menyentuh bagian dari dinding itu. Mataku melebar melihat layar yang muncul dari sisi dinding yang terbuka. Ukurannya sekitar 15 kali 15 sentimeter. Apa ini? Dia membawa tangan kananku ke layar itu, membuat telapak tanganku menyentuhnya beberapa detik.

Menakjubkan! Dinding dihadapan kami terbuka! Aku menatap Bagaskara meminta penjelasan. Dia malah menatapku dengan senyum yang tersinggung di bibirnya tanpa menjelaskan. Tangannya terulur ke dalam ruangan seperti pose memersilakan masuk.

"Welcome to my world."

Aku menatap ruangan itu takjub. Di ruangan ini terpasang dinding kaca seperti dalam film seakan melindungi sesuatu di dalamnya. Di dalam dinding kaca itu terdapat dua orang yang entah sedang apa, tapi terlihat menekuni komputer dihadapan masing-masing. Ada sofa dan meja di sisi kiri ruangan kaca itu. Ada beberapa alat yang entah aku tak tau namanya, tapi seperti komponen komputer

Sebenarnya tempat apa ini?

Aku sudah berada di depan pintu kaca untuk memasuki ruangan itu. Tapi bagaimana aku bisa masuk kalau tak ada gagang untuk menarik atau menggeser pintu ini? Atau pintu ini menggunakan sensor berat badan agar terbuka?

Anomali (ON HOLD)Where stories live. Discover now