18 | Tanpa Bagaskara

1.8K 170 10
                                    

Part ini banyak narasinya.

***

Aku terbangun dengan mata bengkak dan rambut yang masih sedikit lembab. Aku melirik ke sisi kanan kasur. Masih rapi, posisi bantal masih sama menandakan tak ada yang menempati sejak semalam.

Jam dinding masih menunjukan pukul setengah lima pagi dan sayup-sayup adzan subuh sudah terdengar, membuatku bergegas bangun untuk melaksanakan ibadah.

Setelah selesai, aku beniat mencari keberadaan Bagaskara di apartemen. Berharap semoga dia tergeletak di sofa ruang tengah karena kelelahan.

Tapi hasilnya nihil.

Aku sudah mencari di ruang tengah, kamar satunya yang kujadikan ruang penyimpanan, balkon bahkan sampai kamar mandi dan dapur tapi keberadaan nihil. Bagaskara tidak pulang.

Rasanya aku begitu kecil sendirian disini.

Tapi setidaknya aku bisa tetap bertahan hidup tanpa Bagaskara karena aku pernah hidup sendiri disini sebelumnya. Meskipun aku mencintainya, tapi aku tak mungkin membiarkan hidupku hancur hanya karena kehilangan.

Kembali ke masa awal tinggal disini, aku mulai menyiapkan roti isi untuk sarapan dan untuk ku bawa bekal. Cukup simple karena aku bukan tipe orang yang harus sarapan dengan nasi.

Hari pertama tanpa Bagaskara semuanya berjalan cukup lancar karena aku cukup disibukan dengan perintah dari Andreas. Huh! Kadang aku berpikir kalau aku ini bekerja sebagai asisten Andreas karena seringnya dia meminta ini itu padaku. Tapi aku bersyukur karena kesibukan ini bisa mengalihkan pikiranku.

Hari kedua tanpa Bagaskara aku masih bisa bertahan meskipun pekerjaanku sudah lenggang. Aku menghabiskan waktuku untuk membuka tutorial apapun di youtube, entah itu tutorial masak, membuat pattiseri, make up sampai aku meelihat vlog para seleb youtube dengan gaya mereka yang hedon cenderung kearah barat.

"Eh, eh, kok dua hari terakhir ini banyak perusahaan yang kacau ya?"

Telingaku tak sengaja menangkap percakapan dari meja sebelah kananku. Saat ini aku sedang makan siang di restoran cepat saji bersama Bang Adit saja, Mbak Mona makan siang dengan tunangannya.

"Iya nih. Tempat temen gue servernya kacau, mana kayak sering keganggu virus gitu, tapi cuma secara berkala dan anehnya nggak ada data yang rusak ataupun hilang." Sahut suara lain, aku menengok ke arah mereka sekilas. Ada tiga perempuan dengan tampilan kantoran disana.

"Gur pikir cuma kantor gue yang begitu, ternyata perusahaan lain sama. Terus..." aku tak lagi mendengarkan ocehan mereka karena fokusku terbagi saat Bang Adit mulai bercerita tentang masalah karyawan yang sering telat dan senang sekali mengambil cuti.

"Kenapa sih bang? Kok kayaknya banyak perusahaan yang lagi keos (chaos)." Karena penasaran aku pun bertanya pada Bang Adit begitu kami kembali ke kantor.

"Oh, itu... kurang tau juga sih, temen gue banyak yang ngeluh servernya sering eror gitu, kayak ada yang sengaja nge-hack program pake virus."

"GNF kok baik-baik aja?"

"Elah, Lin, jangan ngomong begitu dong. Bisa lembur kita kalo ada program kena virus." Aku terkekeh. Iya juga ya, kerjaan nanti nggak kelar-kelar dong.

"Iya juga, sih. Masa perusahaan IT nggak bisa nanganin program yang eror, malu dong." Gurauku. Bang Adit terkekeh.

"Gue kok nggak liat laki lo ya, Lin? Udah selesai, kan, masalah lo?" Aku hanya menatap pintu lift yang mulai tertutup. Tak ada yang naik selain kami. Kenapa harus diingatkan sih?

"Nggak tau." Kataku pelan.

"Udah coba diomongin, kan?" Aku mengangguk begitu mendengar nada khawatir dari Bang Adit. "Yaudah. Kalo emang masih belum selesai, ya coba diomongin lagi."

Anomali (ON HOLD)Where stories live. Discover now