11 | Penjelasan

1.9K 174 1
                                    

Setelah curhat dan mendapat ceramah dari Mbak Mona, aku kembali memikirkan semua kejadian yang menimpaku dan mulai bertanya-tanya. Apa aku bisa terus menjalani pernikahan ini? Apa aku sanggup menjadi isrti seorang Bagaskara? Apa pernikahan ini akan berujung perceraian?

Aku tersenyum mengejek pada diriku sendiri. Ingat Lina! Lo itu cuma istri pengganti. Bodohnya aku. Pasti dia akan menceraikanku cepat atau lambat. Tak mungkin dia akan memertahankan aku disisinya saat ada perempuan lain yang dia suka. Malang sekali nasibku.

Aku melangkahkan kakiku keluar dari kantor yang sudah cukup sepi, mungkin tinggal beberapa pegawai yang lembur saja. Aku memang berniat pulang agak lambat karena memikirkan masalah ini, mungkin aku akan mampir ke kedai kopi di depan kantor lebih dulu.

Keluar dari lobi hawa hangat menerpa kulitku. Tadi siang memang sempat hujan jadi udara terasa lebih hangat. Mungkin juga karena di kantor ada AC dengan suhu dingin sehingga suhu di luar kantor terasa sangat berbeda di kulitku.

Aku terus berjalan sambil menunduk menatap jalan berpaving yang kulewati. Aku merogoh saku celanaku saat kurasakan ponselku bergetar.

Askara Calling...

Aku tak berniat mengangkatnya, jadi kubiarkan saja sampai panggilan itu berhenti. Aku terus berjalan sambil menunduk hingga langkahku terhenti karena sepasang kaki berbalut converse menghalangiku. Aku mendongak, melihat siapa yang berani menghalangiku. Kalau sampai itu Ken, akan ku hajar dia.

"Kenapa nggak diangkat?" Dihadapanku dia berdiri menjulang dengan sebelah tangan yang menahan ponsel di telinganya. Mengabaikan pertanyaanya akupun menjawab.

"Kenapa kesini?"

"Menjemput istri." Jawabnya, lalu dia mengikis jarak diantara kami dan merengkuhku dalam pelukannya. Sebelum aku sempat bertanya, dia berbisik ditelingaku.

"I miss you so bad."

***

Acara ngopi di kafe depan kantor harus tertunda karena Bagaskara menarikku dengan tidak cantik untuk pulang ke apartemen. Dan di sinilah sekarang kami berada. Di sofa ruang tamu dengan dia yang terus menempel padaku seperti cicak. Padahal aku belum mandi. Ya Tuhan! Badanku gerah plus risih karena perlakuannya kali ini.

"Lepasin deh. Gerah banget ini." Kataku menahan kesal. Jujur saja sebenarnya pelukan dari Bagaskara itu nyaman, bahkan aku bisa tertidur dengan nyenyak dalam pelukannya. Tapi ya, tapi. Keadaanku ini masih sangat gerah akibat baru pulang kantor dan aku ingin segera menyentuh air dingin, bukan malah mendapat pelukan yang membuatku makin kepanasan.

"But I miss you."

"Miss you, miss you. Tiap hari ketemu juga." Cibirku.

"Iya ketemunya aku liat kamu tidur waktu pulang sedangkan kamu liat aku tidur waktu berangkat." Katanya melas.

"Salah sendiri sok sibuk. Awas! Aku mau mandi." Aku langsung berdiri dan melesat ke kamar untuk segera mandi.

Setelah mandi aku masih berada di kamar mandi, enggan untuk keluar. Perlakuan Bagaskara sore ini membuatku kembali bertanya-tanya. Ada apa dengannya? Kenapa dia kembali berubah baik?

Aku memandang bayanganku di cermin. Ingatanku kembali pada hari pernikahan itu. Kaleela adikku pergi. Dia kabur saat hari pernikahannya dan aku Harus menggantikannya. Sampai saat ini aku belum bertemu dengan Kaleela. Apa dia sudah kembali?

Kalau aku ingat-ingat, Kaleela dan Bagaskara begitu serasi saat masa pendekatan. Kaleela yang cantik dengan tubuh tinggi semampai dan Bagaskara yang tampan dengan tinggi yang diatas rata-rata orang Indonesia--mungkin sekitar 180cm lebih. Jangan berlebihan dengan pendapatku karena dari pengelihatanku Bagaskara memang cukup tampan dengan wajah perpaduan asia dan eropa. Bagaskara lebih cocok dengan Kaleela dibanding denganku yang tingginya bahkan tidak pernah melewati 156cm. Bagaskara lebih cocok dengan Kaleela yang cantik seperti model-model luar negeri. Iya Bagaskara memang lebih cocok dengan Kaleela.

Anomali (ON HOLD)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora