29 | They're Found Me

1.5K 118 7
                                    

Aku tak bisa tidur.

Entah sudah berapa kali aku mengubah posisi tidurku tapi aku tak mendapatkan posisi yang nyaman. Rasa kantukku entah kabur kemana membuatku tak bisa cepat tidur padahal aku sudah lelah. Aku menatap sisi kasur sebelah kanan yang kosong.

Bagaskara tidak pulang lagi.

Ini sudah seminggu sejak aku tau mengenai ancaman boneka penuh darah itu. Sepertinya Bagaskara belum tau pengirimnya terlihat kalau dia masih bekerja keras untuk mencari informasi mengenai orang yang mengirimkan paket ini.

Dari yang aku tau paket ini bukan dikirim melalui kurir. Itu yang kulihat dari CCTV lobi kantor. Pengirimnya memakai helm full face dan memakai jaket warna coklat. Dari perawakannya aku tak mengenali orang ini tapi aku seratus persen yakin kalau pengirim ancaman ini adalah si brengsek Juan.

Akhir-akhir ini aku selalu tidur sendiri. Bagaskara terlalu sibuk mengurus masalah kantor juga masalah ancaman itu, dia bekerja siang malam seakan tak punya rasa lelah.

Aku melihat jam yang tergantung di dinding, sudah tengah malam dan Bagaskara belum pulang sama sekali. Ini adalah rekor Bagaskara tidak pulang selama tiga hari berturut-turut. Setiap aku ke ruangannya dia selalu bilang akan mengusahakan untuk pulang tapi belum ada realisasinya sampai saat ini. Tadi saat aku mengantar makan malam dan baju ganti, penampilannya sudah acak-acakan, lingkaran dibawah matanya sudah menghitam, pipinya makin tirus, membuatku makin khawatir dengan keadaanya.

Aku khawatir, tentu ssja! Apalagi dia masih mengurus masalah ancaman itu.

Juan sudah keterlaluan!

***

Pagi hari aku berbelanja sendiri di supermarket. Aku tak mau berjalan sendiri di pasar karena biasanya aku akan merepotkan Bagaskara kalau belanja mingguan, dia selalu kuminta membawa belanjaan sedangkan aku menawar harga.

Aku berangkat agak siang setelah mengantar sarapan ke kantor. Bagaskara masih lembur meskipun sudah kupaksa untuk istirahat barang sehari saja. Beruntung aku bukan wanita super sibuk dan super rempong jadi tidak perlu waktu lama untuk menyiapkan sarapan.

"Bawang, bawang.." gumamku sambil melongokkan kepala mencari keberadaan bawang. Aku berjalan mendekati tempat bumbu dapur. Sambil menngecek daftar belanjaan yang belum ku beli.

Setelah membeli bawang dan anak buahnya aku berjalan mendekati rak daging. Bagaskara bilang ingin makan siang dengan makanan berkuah jadi aku akan membuat sop ayam untuknya. Setelah semua lengkap aku bergegas membayar dan pulang ke apartemen. Kali ini aku menyetir sendiri berhubung Bagaskara mengendarai mobilnya jadi Jazzy ditinggal. Aku juga tak mau merepotkan supir.

Aku sudah bilang pada Bagaskara untuk tidak khawatir padaku. Lagipula aku cukup mengerti obsesi seorang Juan. Dia tak akan akan menyerah sampai mendapatkan hasil yang diinginkan. Tapi aku cukup yakin kalau aku akan baik-baik saja. Ancaman itu semoga saja hanya sebuah gertakan.

Aku memasuki apartemenku membawa dua plastik besar belanjaan. Beruntung apartemenku terletak tak jauh dari lift jadi tidak terlalu lelah aku membawanya. Apartemen sepi, jelas karena Bagaskara belum pulang juga karena belum ada malaikat kecil kami disini. Aku tak memungkiri kalau aku juga ingin memiliki anak secepatnya, tapi sepertinya aku masih harus bersabar.

Aku memasuki dapur setelah menata perlengkapan mandi di kamar mandi. Aku lalu menata sayur dan kawan-kawannya dalam kulkas, sedangkan rempah-rempah ku tata di almari kecil tempat penyimpanan. Ponselku berbunyi saat aku menata makanan instan di almari. Aku langsung mengangkatnya begitu melihat nama Bagaskara tertera disana. Aku mengangkatnya lalu mengucapkan salam.

"Ada apa? Tumben telfon."

"Kamu dimana?"

"Aku dirumahlah." Aku kembali membongkar plastik yang berisi belanjaanku. "Kenapa?"

"Jangan pergi kemanapun!" Aku mengerutkan dahi mendengar suara gusar Bagaskara.

"Ada apa?"

"Pokoknya jangan pergi! Bahaya! Kunci pintunya! Jangan buka pintu untuk siapapun!"

Aku mengangguk lalu berkata, "Iya, kamu tenang aja. Coba bilang pelan-pelan, ada apa?"

"Orang ini nggak pura-pura, Alin! Dia udah bergerak! He or she want to hurt you. Please, jangan sampai kamu kenapa-kenapa." Nada suaranya terdengar frustasi. Aku menurut saja padanya karena aku juga tak mungkin mendebat dia disaat seperti ini.

"Iya. Kamu juga hati-hati, jangan sampai kelelahan. Makan siang nanti aku pesenin makan aja, ya?"

"Biar aku pesan sendiri. Kamu pokoknya hati-hati di rumah."

"Udah berapa kali kamu suruh aku hati-hati, Hm?" Dia tak menjawab, "Aku dirumah dan nggak akan ada yang terjadi. Trust me."

"I hope so. Be careful. I love you."

"Hm."

Aku kembali menata belanjaan yang belum selesai setelah menutup telepon dari Bagaskara. Peringatan Bagaskara sedikit mengusik pikiranku. Ada rasa khawatir juga was-was, takut kalau sampai ada sesuatu yang buruk terjadi.

Aku melirik jam di tangan kananku, masih jam sebelas. Lebih baik aku delivery order untuk Bagaskara, kasian kalau sampai dia telat makan. Meskipun dia bilang akan pesan sendiri dia pasti lupa kalau terlalu sibuk, jadi lebih akin kupesankan saja. Aku memesan makanan lewat salah satu aplikasi yang sering kupakai dan sudah kubayar lunas dan memintanya mengantarkan ke alamat kantor Bagaskara.

Selama di apartemen aku cukup bosan karena tak melakukan apapun. Semua pekerjaan sudah selesai dan aku hanya bisa menoton televisi sambil tiduran. Benar-benar membosankan.

Aku bangun dari duduk dan berjalan ke balkon. Cuaca hari ini cerah bahkan matahari bersinar dengar terik di atas sana. Aku mendekati bunga yang ku letakan di tatakan besi yang disiapkan oleh Bagaskara. Aku senang sekali saat Bagaskara menyiapkan dan menata semuanya sedemikian rupa. Aku bahkan tak tau kalau Bagaskara tau kesukaanku terhadap tanaman hias. Karena itu aku selalu berusaha merawat mereka dengan baik.

"Kamu masih suka tanaman hias ternyata."

Aku berbalik mendengar suar dibelakangku.

"Tentu saja!" Tubuhku menegang melihat dia ada disini. Tak hanya sendiri tapi juga dengan orang yang aku kenal.

"Long time no see, Alina?"

"Aku kira kamu akan dapat tempat yang lebih dari ini, Alina." Ujar orang yang mengikutinya.

"What you want?" Desisku menatap tajam mereka berdua.

"Easy, girl. Pasti kamu nggak nyangka dia bekerjasama denganku, kan?"

"Berhenti bicara omong kosong!"
Lelaki  dibelakangnya itu terkekeh melihat reaksiku. "Kamu nggak pernah seberani ini Alina. Bahkan dulu kamu menunduk saat kita pertama kali bertemu. Bersembunyi dibalik tubuh seniormu itu."

"Well... sepertinya reuni ini cukup." Juan menatapku remeh. "Sebenarnya akan lebih mudah kalau aku mendorong kamu dari balkon ini, suamimu akan gila karena kehilangan dan aku akan mendapatkan semuanya. " Juan berdiri tepat di hadapanku membuatku meremang. "Tapi aku nggak akan melakukan itu karena kalian berdua adalah kunci dari master program itu. So, kamu pasti tau maksudku."

Aku menatap Juan tajam. Dia benar benar rubah sialan yang  pintar berkamuflase.

***

Tbc...

Jangan timpukin author pake sendal..

Author bener-bener nggak tau bakal apdet lama banget. Libur dirumah bukannya bebas malah makin repot ngurusin ponakan yang nggak bisa diem. Tapi author terep berusaha bikin corat-coret di kertas dan ngetik dikit-dikit.

Jangan bosen sama ceritanya..

Anomali (ON HOLD)Where stories live. Discover now