#15

1.1K 68 2
                                    


Liana melirik jam tangan nya. Ia yakin pasti papa nya malam ini belum pulang kerumah. Karena setahunya papanya itu akan pulang seminggu lagi. Liana menghela napas, mencoba untuk berpikir jernih.

"Bodo amat lah! Gue masuk aja"

Liana melepaskan sepatu kesayangan nya. Seharusnya tadi ia mengganti pakaian nya terlebih dahulu, lihat lah dirinya sekarang. Ia masih menggunakan pakaian Judo nya bahkan sabuk hitam nya masih melekat di tubuh nya.

Dengan jantung berdebar Liana membuka pintu rumah nya perlahan. Biasanya ia tak pernah pulang hingga malam begini.

Kaki mungilnya yang terbalut kaus kaki mulai masuk ke dalam rumah. Tangan nya menjinjing sepatu yang tadi ia pakai.

Setelah merasa sepertinya papa nya tidak ada, Liana menutup pintu dan membuang napas lega.

"Habis darimana?" Suara berat milik Tito begitu mengejutkan Liana. Membuat tubuhnya menegang.

Liana membalikkan tubuh nya, dengan takut-takut Liana menatap papa nya.

"I-itu.. pah emm Liana abis... ke-ke mall pah! Ha iya Liana abis dari mall pah," Kilahnya. Tentu saja perkataan nya tadi membuat Tito sang Ayah menatap Liana dengan sorot mata tajam.

"Siapa yang mengajarkan kamu bohong! Lihat baju mu itu! Apa seperti itu pergi ke mall?!" Suara Tito begitu menggelegar membuat tubuh Liana tersentak. Susah payah Liana menahan cairan bening yang siap meluncur dari sudut mata nya.

Ini memang bukan pertama kali nya Liana di marahi, tapi entah mengapa saat bentakan Tito tadi membuat Liana begitu merasakan sesak di dadanya. Entah dari kapan mama nya, juga Genta berada di dekat papa nya. Liana tak ingin melihat mereka, ia menundukkan kepala nya.

Dada Tito terlihat naik turun karena amarah nya. Ia merasa begitu marah melihat putri kesayangan nya yang dengan berani nya membohongi dirinya. Rina istrinya memegang pundak Tito untuk menenangkan pria itu.

"Sudah berapa kali papa bilang, jangan lagi ikuti eksul tidak berguna itu Liana." Sambungnya dengan yang sedikit lebih tenang namun malah membuat Liana tertegun. Tidak berguna? Apa tadi papa nya mengatakan itu? Tau darimana papa nya jika itu tidak berguna. Liana mengepalkan kedua tangan nya yang masih menjinjing sepatu nya untuk menahan emosinya. Bagaimana pun juga ia tidak boleh lepas kendali.

"Atas dasar apa papa bilang Judo itu gak berguna pa?" suara Liana terdengar bergetar. Ia tak akan menangis, ia akan mencoba untuk tidak menangis di saat seperti ini.

"Itu bukan urusan kamu! Kamu harus belajar! Jangan lagi ikutan yang seperti itu Liana, kamu sama sekali tidak mengerti papa."

Liana tersenyum kecut, "Papa bilang Liana tidak mengerti papa?"

"Papa selama ini yang ngga ngertiin Liana! Papa selalu aja kerja kerja kerja dan kerja! Kemana papa saat Liana butuh papa? Kemana papa saat Liana ingin papa yang mengantar-jemput Liana ke sekolah? Kemana pa?" Dada Liana naik turun, air mata yang susah payah ia tahan meluncur dengan derasnya.

"Papa selalu aja abaikan Liana, mama, Bang Genta. Papa seharusnya mikir kalau Liana itu butuh kasih sayang papa bukan uang papa!" kali ini nada bicara Liana terdengar seperti membentak Tito.

"Liana!" Genta memberikan tatapan tajam pada Liana saat melihat tangan Tito terkepal karena ucapan Liana tadi.

"Papa ngga pernah sama sekali tanyain gimana sekolah Liana, papa cuman bisa atur-atur Liana aja. Yang ngga boleh ini lah itu lah. Sampai jurusan pun papa yang nentuin! Good!"

[BBS #1] Kita Berbeda Where stories live. Discover now