#27

1.3K 68 3
                                    

Putar lagu virzha di mulmed;)

****

Jika kata mu menjauh adalah yang terbaik untuk ku, itu salah. Karena saat dirimu melangkah pergi, perasaan ini masih melekat hingga menggoreskan luka.



****





"Ada yang mau dibicarakan?"

Liana terpaku ditempatnya. Rifqi bahkan tak mengucapkan selamat atas kemenangan dirinya. Rifqi bahkan tak mengusap puncak kepalanya seperti biasa. Rifqi bahkan tak menanyakan kabarnya.

Bibir Liana melengkung. Ia tersenyum getir. Rifqi yang sekarang bukanlah Rifqi yang ia kenal selama ini.

"Gue menang, Al." Ucap Liana akhirnya.

Hanya itu yang Liana katakan. Dari sekian banyak pertanyaan dan asumsi dikepalanya atas perubahan sikap Rifqi, hanya itu yang mampu ia katakan.

Rifqi mengangguk kecil. Berdehem kemudian mengeluarkan satu tangan dari saku celana dan mengulurkannya pada Liana.

"Selamat, Sa."

Liana terpaku ditempatnya.

Selamat?

Hanya itu?

Setelah seminggu mereka tak bertemu tanpa ada kabar, hanya itu yang Rifqi ucapkan?

Sekedar itu?

Liana menggigit pipi bagian dalamnya. Kebiasaannya jika menahan tangis.

"I-iya, Al." Jawabnya dengan suara serak. Menyambut uluran tangan Rifqi yang bahkan tak hangat lagi.

Setelah itu Rifqi kembali menyimpan tangannya kedalam saku. Membiarkan Liana yang menatapnya nanar. Menatapnya penuh dengan sejuta pertanyaan.

Namun segera Liana menggeleng cepat. Membuang jauh pikiran buruknya tentang perubahan sikap Rifqi. Dengan senyum setulus mungkin, Liana menatap Rifqi.

Benar, ini saatnya.

Hari ini yang ia tunggu.

Jadi ia akan membuang segala pikiran buruk yang nantinya malah membuat semuanya semakin rumit.

"Al ingat nggak waktu itu pernah ngelempar orang pake sepatu Al trus Al jadi pulang nyeker nggak pake sepatu?" Ucap Liana semangat sambil memilih duduk dibangku yang ada dan Rifqi mengikuti.

Rifqi mengangguk, "Inget, itukan waktu SMP. Pas Jaka ngelempar Sasa pake bola basket sampe buat Sasa nangis kejer."

Liana mengangguk dan tertawa sambil memegangi perutnya karena lucu mengingat kejadian itu. Sudut bibir Liana terangkat, perasaannya menghangat saat mereka menggunakan panggilan Al-Sasa tanpa embel-embel lo-gue.

Matanya kini menatap kearah depan, kembali mencoba bernostalgia bersama Rifqi dibawah pohon yang rindang dan teduh ini dengan sisa tawanya.

"Trus inget nggak sewaktu kita ceng-cengin Radit sama Wenda waktu perspisahan SMP?"

Rifqi berpikir sebentar sebelum kemudian menoleh menatap Liana lalu mengangguk cepat.

"Kirain cuma bakal gitu gitu aja eh taunya mereka jadian," kata Liana tersenyum geli.

Rifqi sendiri menikmati tiupan angin yang menerpa wajahnya. Kemudian menatap Liana yang masih tersenyum. Anak rambutnya yang basah karena pelu membuat wajah Liana semakin terlihat menarik. Rifqi sampai tak bisa berpaling dari wajah imut Liana. Bahkan saat Liana juga balik menatap Rifqi, keduanya saling tatap sepersekian detik namun setelahnya Liana lebih dulu memutuskan kontak mata mereka.

[BBS #1] Kita Berbeda Where stories live. Discover now