#24

1K 71 1
                                    

Harusnya ini update dua hari yang lalu, but saat aku udah mau publish eehh sebagian bukan sebagian sih tapi 1600 word lebih malah ilang :""

Jadi...

Sini deh aku bisikin,

Jangan lupa vote sebelum baca ya biar aku gasedih lagi ;) #alay

Happy reading!

****

I never thought able to love someone like I love you.

****

Sudah tiga hari Rifqi belum juga sadar. Liana sudah kembali kerumah dan sekarang sudah dirumah sakit kembali. Menatap pias pada tubuh Rifqi. Belum juga ada menunjukkan tanda-tanda akan sadar.

Entah sudah berapa kali Genta menyuruhnya untuk berangkat sekolah, namun jawaban Liana hanya membuat Genta menatap iba adik kecilnya.

"Liana nggak mau sekolah. Entar kalau Liana sekolah siapa yang ngajak Liana kekantin? Siapa yang temenin Liana keperpus? Siapa yang mau nemenin Liana keliling toko buku pas pulang sekolah?"

Alhasil kini disinilah ia, menunggu kesadaran Rifqi.

Menanti Rifqi membuka matanya.

Menanti dengan segala kegelisahan.

Rino membuang napas perlahan. Mengusap wajahnya lalu menatap keluar jendela. Ia sudah melakukan segalanya. Bahkan Sela juga selalu membisikkan waktu sholat ditelinga Rifqi, namun anak bungsunya itu belum juga sadar. Sebaiknya Rifqi dan Sela istrinya memang harus ia bawa saja ke Bandung. Walaupun tidak menjamin Rifqi sadar, tapi setidaknya ia bisa memastikan mereka tetap dalam pengawasan mereka.

Namun ternyata Tuhan punya kehendak yang lebih baik.

Tepat saat ia akan mengatakan niatnya itu pada istrinya, jemari Rifqi bergerak perlahan. Pertama hanya satu jari dan gerakan yang kecil. Hanya Liana yang menyadarinya. Gadis itu kemudian langsung heboh karena kelewat senang.

Dokter yang tadinya akan keluar langsung berbalik dan menghampiri tubuh Rifqi. Rino langsung memeluk istrinya sembari mengucapkan syukur. Difka bahkan langsung memeluk Liana erat yang membuat Liana tersenyum karena Difka tak lagi murung.

Suster yang bersama dokter itu kemudian menatap keempatnya. Meminta dengan sopan pada mereka untuk menunggu diluar.

Rino mengangguk, menuntun istrinya berjalan keluar dan Liana membawa Difka yang tak henti-hentinya mengucap syukur. Setelah pintu rawat ditutup, Sela dan Difka langsung terduduk dikursi tunggu. Berulangkali mengucap syukur sambil tak hentinya menyebut nama Tuhan. Sedangkan Rino langsung menghubungi entah siapa.

Saat rasa bahagia masih menyelimuti perasaan Liana, ponselnya bergetar panjang.

Liana langsung sedikit menjauh saat menatap layar ponselnya yang menunjukkan nama Lucas sedang memanggil.

"Halo?"

"Halo, Na. Kamu dimana? Dengan siapa? Semalam berbuat apa?"

Selanjutnya terdengar tawa dan beberapa makian membuat Liana menggeleng. Tadi pasti tingkah absurd  Kent.

"Halo, Na? Lo masih dirumah sakit?" Sepertinya Lucas sudah mengambil alih ponselnya.

[BBS #1] Kita Berbeda Where stories live. Discover now