#19

1K 74 2
                                    


Jangan lupa tekan bintang sebelum baca, thanks.


****

Coba yakinkan aku, setelah ini tidak akan ada yang berubah.

****

Gudang SMP 34 Jakarta, Maret 2015...


Seorang gadis berseragam putih biru terduduk meringis menahan sakit dilengannya. Akibat tarikan dari temannya, kini pergelangan tangannya memerah.

"Maksud lo apaan?!"

Teman yang dimaksud itu gadis berkuncir kuda yang kini tengah memberikan tatapan mematikan.

Liana.

Liana menatap tajam orang yang sudah ia anggap 'sahabat' dirinya. Orang yang kini dengan beraninya menyembunyikan sesuatu darinya.

Salwa, gadis yang ditatap tajam oleh Liana tertunduk. Sumpah, ini semua bukan kemauannya. Iya hanya diperintahkan oleh seseorang yang tak lain ayah Liana, Tito.

Walau ia sempat tak suka melihat Liana yang selalu mengikuti kemana pun Rifqi pergi. Hingga membuatnya sulit berada didekat Rifqi jika ia tak berteman dengan Liana.

Oke, salah ia jika bersumpah tadi.

Iya memang salah.

Menghianati Liana juga memanfaatkan Liana.

"Gabisa jawab gue? Lo bisu?" Tanya Liana dengan nada tinggi membuat tubuh Salwa menegak. Ditatapnya wajah Liana yang memerah, menahan emosi.

Salwa menelan ludah susah payah. "G-gue cu-cuma disuruh," jawabnya gugup.

Liana yang merupakan anak ekskul Judo yang dikenal susah mengendalikan emosinya, menatap Salwa penuh amarah. Ia melangkah maju mendekati Salwa yang terduduk. Menarik kerah seragam Salwa dan memaksa gadis itu berdiri.

"Siapa?!"

"Siapa yang nyuruh lo buat ngehasut orang-orang?!"

"Siapa yang nyuruh lo ambil gambar gue sama Rifqi?"

"Siapa yang nyuruh lo buat ngadu ke bokap gue?"

"JAWAB GUE, SAMPAH!! SIAPA?!!!!" Jeritan Liana memenuhi ruangan ditempat mereka berada. Dada Liana naik turun. Detak jantungnya berdetak dua kali lipat setiap kali emosinya meledak seperti saat ini. Emosi yang bahkan tidak bisa lagi ia tahan.

Panggilan dan gedoran pintu gudang tak ia hiraukan. Matanya fokus menatap Salwa yang bergetar, menahan tangis.

Jika hanya karena uang dan orang yang disukai ia dibilang sampah, Salwa menyesal. Sesak didadanya kini harus ia lepaskan. Ia tak sanggup.

Salwa menepuk seragam dan roknya yang kotor terkena debu diruangan itu. Matanya yang berlinang airmata mencoba menatap balik Liana. Ada segurat kekecewaan dibalik tatapan tajam Liana. Salwa tahu itu.

"Om Tito. Bokap lo yang nyuruh gue, Na." Bagai dihantam dan dibanting sekaligus, Liana merasakan sakit yang luar biasa.

Tidak, bukan hanya sakit.

Kecewa

Bingung

Marah

Semuanya.

[BBS #1] Kita Berbeda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang