Chapter 26

885 27 2
                                    

Merdunya suara penyanyi di cafe malam ini menemani dua insan yang tengah makan bersama. Laki-laki memakai celana jeans dan kemeja serta dibalut dengan jaket tengah menemani perempuan yang mengajaknya bertemu. Perempuan itu memakai dress mini bernuansa hitam namun elegan.

Dua orang itu adalah Tiara dan Tristan. Tiara mendengarkan kata Risa bahwa ia harus bicara baik-baik tentang perasaan nya. Tiara juga tak ingin menyakiti Tristan dengan menolaknya dengan kasar.

Berbeda dengan Tiara yang biasa saja. Tristan terlihat sangat senang karna bisa makan malam dengan wanita pujaan nya. Berkali-kali ia memandangi Tiara dengan senyum khasnya.

Ketika makanan yang mereka pesan telah datang. Tak ada suara kecuali suara nyanyian dan gesekan peralatan makan mereka.

"Kamu ngajak aku ketemu mau ngomong apa?" Tanya Tristan di sela-sela makan mereka.

Tiara menelan makanannya pelan lalu minum."Gue mau ngomong sama lu, tapi habis makan aja" Jawab Tiara lalu melanjutkan makannya. Tristan mengangguk lalu makan lagi.

Setelah selesai makan mereka saling diam. "Tristan, sorry kalo sikap gue selama ini nggak baik atau sering marah-marah sama lu"  Tiara angkat bicara.

Tristan tersenyum ini pertama kalinya Tiara memanggil namanya."Iya gak papa kali Ra. Malah aku seneng, karena kalo kamu marah tuh makin cantik tau nggak"

Tiara hanya tersenyum."Tapi maaf Tan gue nggak bisaa.." Tiara menelan ludah." Gue nggak bisa balas perasaan lu. Sorry banget"

Tristan memang tersenyum namun dihatinya rasanya seperti hancur."Aku ngerti kok. Dari awal emang kamu udah nunjukin kalo kamu nggak suka sama aku. Maaf ya selama ini kalo aku suka ganggu kamu, buat kamu risih sama kehadiran aku yang tiba-tiba. Makasih buat kejujuran kamu Ra"

Tiara menatap Tristan sesaat."Elu nggak marah? Atau benci sama gue?" Tanya Tiara.

Tristan tertawa pelan."Ngapain aku marah atau benci sama kamu cuma gara-gara kamu nolak aku Ra. Bukannya kalo kita udah berani jatuh cinta kita juga harus siap patah hati ya? Kita udah sama sama dewasa Ra. Jadi udah bisa nilai yang terbaik buat diri kita sendiri. Aku jatuh cinta sama kamu semenjak pandangan pertama walaupun bertepuk sebelah tangan sih. Tapi biarlah namanya juga cinta kalo nggak bahagia berarti terluka. Dan aku udah siap dengan semua kemungkinan yang akan terjadi semenjak pertama kali aku suka sama kamu" Tristan tersenyum memandang Tiara dengan tulus.

"Ya ampun kenapa gue nggak bisa jatuh cinta sama orang sebaik dia?"   Gerutu Tiara dalam hati.

Tristan memegang kedua tangan Tiara diatas meja. Sontak Tiara kaget namun tak bereaksi apapun. "Ra kalo saat ini kamu nggak cinta sama aku. Aku bakalan nungguin sampai kamu jatuh cinta sama aku. Dan kalo kamu udah cinta sama aku bilang ya"Tristan tersenyum.

"Kalo nanti ternyata gue nggak cinta sama elu gimana?" Tiara melepas genggaman tangan Tristan.

Tristan lagi lagi tersenyum."Aku yakin nanti kamu bakalan jatuh cinta sama aku. Hatiku yang bilang"

"Oh iya? Bahkan sebentar lagi kuliah gue mau selesai dan kemungkinan gue kerja di jakarta"

"Mau di jogja, di jakarta. Kalo jodoh nggak bakal kemana." Kata Tristan enteng. Tiara hanya geleng-geleng sambil tersenyum.

***
Tiara pulang diantar oleh Tristan padahal tadi Tiara sudah ngeyel untuk naik taksi saja. Namun Tristan tetap memaksa. Akhirnya ia pasrah dan pulang dengan Tristan walaupun di dalam mobil tidak ada pembicaraan apapun.

"Makasih Tan" Kata Tiara yang baru saja keluar dari mobil. Dan hanya dibalas anggukan oleh Tristan. Lalu mobil Tristan melaju. Tanpa sadar senyum Tiara mengembang saat ia melihat mobil Tristan yang semakin jauh.

"Iih apaan sih gue. Kok malah senyum-senyum gini?" Tiara berjalan masuk ke dalam rumah, ia tersenyum sendiri mengingat ucapan Tristan tadi.

"Apa coba maksud tu anak. Gue bakalan jatuh cinta sama dia? Jelas-jelas gue nolak dia. Kok dia malah PD banget kalo nanti gue bakalan cinta sama dia. Dasar aneh" Tiara geleng-geleng sendiri mengingat kata-kata Tristan tadi. Ia memandangi tangannya sendiri teringat saat Tristan memegang tangannya dengan lembut dan tatapannya yang tulus. Tanpa sadar senyum Tiara merekah.

Sampai di ruang tamu ia langsung menjatuhkan tubuhnya disofa. Mengambil nafas dengan teratur.

"Hufft capek. Udah jam setengah 10. Risa udah tidur belum ya?" Tiara berbicara sendiri.

"Belum. Gue nungguin lu dari tadi" Risa tiba-tiba datang dari belakang.

"Gue kira udah tidur lu" Tiara menghadap ke belakang.

"Gue nungguin lu takutnya lu nggak pulang-pulang sampe pagi malah keasikan ngobrol ama si Tristan." Risa duduk disebelah Tiara.

"Lu fikir gue cewek apaan? Gue juga tau aturan keles"

"Oke oke. Jadi gimana tadi? Tristan marah nggak atau jangan-jangan dia nggak mau lagi ketemu sama elu"

"Sayangnya tebakan elu salah. Bahkan salah besar" Tiara tersenyum memandang Risa.

"Hah? Terus? Masak dia terima gitu aja sih elu tolak?"

"Risa.. Lu dengerin gue ya. Dia aja nggak pernah nembak gue. Jadi intinya gue itu nggak nolak dia. Tapi cuma mencegah kalo suatu saat dia bakal nembak gue"

"Alahh sama aja kali Ra. Itu secara nggak langsung elu itu udah nolak dia. Cuma bedanya lu nggak ditembak aja. Lah orang gimana mau nembak kalo lu tiap ketemu marah terus"

"Beda dong Tiara.. Ahh udahlah kalo lu mau tau ceritanya besok aja. Gue capek mau mandi terus tidur nyenyak yang panjang. Untung besok gue kuliah siang" Tiara berlalu meninggalkan Risa sendirian.

"Astaga besok gue kuliah pagi lagi. Bisa gaswat nih kalo gue nggak tidur sekarang juga, bisa kesiangan gue" Risa menepuk jidatnya. Lalu ia berlari menuju kamar secepat mungkin lalu membanting diri dikasur kemudian tidur.

•••• ••••

HOPE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang