4. peperangan di mulai

16.2K 2K 550
                                    

Lagi nungguin sopirnya ya Mir? Si Vikinisasi itu? Dia nongkrong tuh di warung kopi, lagi tereak2 tiap kali org2 pada lewat, WOIII NGOPI WOIIIII 😅😂😂

Laras POV

3 hari berlalu sejak kejadian memalukan kemejaku yang menyeplak akibat peluh di tubuhku yang bercucuran.

Sejak kejadian itu aku jadi selalu memakai kemeja berwarna yang lebih gelap. Tapi bukan karena perkataannya Emir yang memintaku berpakaian warna begini sih.

Lebih dikarenakan menghindari kejadian memalukan itu terulang lagi.

Enak aja ngasih pemandangan begini ke boss silek.

Dadaku emang jauh di atas rata-rata perempuan bertubuh semok, tapi tetap saja, ini kan aset berharga kedua yang harusnya hanya dilihat sama my future husband.

Huh, aku mendengus.

Tanganku bergerak ke atas, menghilangkan rasa pegal di pundak karena terlalu lama mengetik.

Kulirik kubikel sebelah kanan, Wanti tidak ada di kursinya.

Melirik kubikel sebelah kiri, teman se team ku yang entah siapa namanya itu juga tidak ada di tempat.

Sendirian deh.

Aku membuka laciku dan mengambil sebungkus coklat caramel buat mengganjal perut di jam-jam tanggung seperti ini.

Mau ngemil berat ntar kekenyangan, mau gak ngemil ya kelaperan.

Sedang asyik-asyiknya aku menguyah mataku menangkap sosok perempuan yang baru saja datang dari arah lorong menuju ruangan Emir.

Mataku membulat kaget.

Itu....

Duhhh itu siapa ya, lupa namanya siapa, aduhh...

Aku mengetuk-ngetukkan keningku berusaha untuk mengingat dengan mata terpejam.

Teman SD, eh bukan teman SMA, ehhh apa teman SMP ya?

Aku masih berusaha untuk mengingat sampai sosok perempuan itu menghilang dari balik pintu ruangan Emir.

Ahh sebodo lah, ngapain nginget-ngingetin, mending di bayar dapat hadiah kalo gue inget.

Ya kali sekarang gue lagi ikutan kuis.

Aku kembali menikmati sisa dari coklat yang tersisa segigit lagi.

Suara aiphone di mejaku berdering, aku menjawab dengan mulut penuh coklat.

"Ya halo" Kataku.

"Ke ruangan saya cepat"

Suara bantingan telepon membuat telingaku berdenging.

"Asyemm" Runtukku kesal dengan tangan mengusap-usap telinga kiriku lalu meletakkan gagang telepon ke tempat semula.

"Kamu juga punya perasaan kan telepon? Kasian kalo di banting-banting, kamu beruntung aku yang make kamu, coba kalo temanmu di dalam sana? Di banting-banting terus sama si Emir silek" Kataku bernarator sendiri.

Pandangan mataku memicing ke arah pintu ruangan Emir.

Kemarin-kemarin aku berpikir, selagi aku menunggu panggilan kerja di perusahaan untuk mendapatkan posisi pekerjaan impianku, lebih baik aku menjadi karyawan teladan di kantor ini.

Agar meninggalkan kesan karyawan baik-baik, bukan karyawan yang mempunyai masa lalu tidak mengenakkan bagi boss Emir silek itu.

Orang yang masih mempunyai dendam karena menjadi korban premanisme ku.

you againOù les histoires vivent. Découvrez maintenant