7. nyesal?

14.4K 1.8K 369
                                    

Elah bang, sampe di pijit di urut segala sangking lelahnya, mending sini eike yg pijitin apa di shiatsu? Tapi yg injek2innya bukan aku, gajah, mau? 😅😂😂🏃🏃

Emir POV

Jam sudah menunjukkan pukul 17.25 WIB, aku merapikan mejaku dan menyampirkan tas kerjaku ke pundak.

Waktunya pulang.

Membuka pintu ruanganku dan berjengit kaget mendapati tubuh Laras yang berdiri mematung sambil bersedekap pas di depan pintu.

Matanya menyipit menatapku.

Tubuhnya bergerak maju membuatku melangkah mundur.

Jari tangannya menekan dadaku. Kami kembali berada di dalam ruangan kerjaku. Laras menutup pintu di belakangnya menggunakan kakinya.

"Jelasin apa maksud semua ini" Nada suaranya terdengar mengancam.

Aku berkacak pinggang.

"Semua apa?" Tanyaku bingung.

"Pertama kedatangan Daisy, kedua Dimas dan terakhir kedatangan Yanto, gak mungkin kan Daisy dan Yanto datang secara gak sengaja, pasti ada niat terselubung di balik semua ini" Laras menatapku tajam.

Aku tersenyum miring, lalu melangkah maju, membuat Laras melangkah mundur dan punggungnya terbentur pintu.

"Mau tau sebabnya apa?" Tanyaku dengan pandangan sinis.

Laras membalas menatapku tidak gentar, wajahnya terlihat sangat datar.

"Dulu sekali, kamu bisa membuat saya terpojok dan terpaksa mengerjakan semua PR-PR yang ada dan membully saya seperti tidak ada belas kasihan, kamu pikir apa yang sekarang saya lakukan?" Tanyaku dengan mata memicing tajam.

"Tapi keberuntungan selalu berpihak padamu" Lanjutku kemudian.

Laras menarik nafasnya.

"Itu karena Tuhan tau saya sudah tobat sejak lama" Jawabnya lalu bersedekap, membuat jarak di antara tubuh kami yang nyaris menempel.

"Dan Tuhan tidak adil karena tidak membiarkan saya untuk membalas apa yang telah kamu perbuat kepada saya"

"Dan saya tidak akan pernah berhenti berusaha sampai membuat kamu menangis meratapi apa yang saya lakukan kepadamu" Lanjutku dingin dengan suara nyaris mendesis.

Laras menatapku nyalang.

"Maafkan saya" Katanya kemudian.

Aku mendengus.

"Terlambat" Sahutku.

Laras menarik nafas panjang dan menghela nafasnya lewat mulut, wajahnya menoleh sedikit ke samping.

"Sekali lagi saya minta maaf, bersikaplah lebih dewasa menerima permintaan maaf saya ini" Matanya kembali menatapku dengan wajah sedikit mendongak.

Aku menggeleng.

"Kamu pikir saya manusia suci yang dengan mudahnya memaafkan orang yang sudah membuat kenangan buruk di masa lalu?" Tanyaku.

Laras menunduk.

"Maafkan saya" Ulangnya lagi.

"Saya menyesali apa yang dulu saya perbuat" Lanjutnya dengan wajah menyesal.

"Berhenti bekerja dari kantor ini, saya tidak ingin melihatmu lagi" Kataku dingin.

Laras mendongak menatapku dengan wajah pias.

"Jangan pernah menginjakkan kakimu di kantor ini, dan jangan pernah menunjukkan wajah sialanmu itu di depan wajah saya lagi" Lanjutku.

Sesaat kulihat rahangnya mengeras, mulutnya sedikit terbuka ingin mengatakan sesuatu.

Dengan gerakan tiba-tiba wajahku mendekat dan melumat bibirnya, tanganku bergerak menarik bokongnya mendekat.

Senjata terakhir, benar-benar terakhir, aku ingin melecehkannya. Tanpa pikir panjang tanganku bergerak meremas payudaranya dan menekan tubuhnya ke belakang.

Lumatan bibirku sangat kasar menghisap bibirnya tanpa ampun. Lidahku memaksa masuk, tapi Laras menutup bibirnya rapat.

Laras meronta dan mendorong tubuhku sekuat tenaganya.

Matanya terlihat berkaca-kaca.

"Manusia hina" Katanya sebelum menampar pipiku keras.

Dentuman suara pintu menutup membuatku tersadar.

Aku mengusap wajahku kasar, tersenyum, tapi bukan senyum kemenangan, entah kenapa terbesit rasa bersalah melakukan hal barusan.

Aku masih berdiri mematung dengan satu tangan menempel di pintu.

Ahh, well, setidaknya aku sudah melihatnya hampir menangis.

Aku mengeyahkan rasa bersalahku lalu keluar dari ruang kerjaku.

°°°

Sudah 2 hari Laras tidak masuk kerja, aku pikir Laras tidak mengindahkan perkataanku dan akan masuk kerja seperti biasa.

Aku berjalan ke arah Wanti yang terlihat sedang mengetik.

"Wan, Laras gak masuk lagi?" Tanyaku begitu sampai di samping kubikelnya.

Wanti menoleh ke arahku lalu tersenyum tipis.

"Um, kemarin Laras kirim pesan ke saya Pak, katanya ada panggilan interview kerja"

Aku meringis.

Alasan yang bagus, biar tidak terlalu kentara apa yang kemarin terjadi di antara kami.

"Terus hari ini, dia ada kirim pesan?" Tanyaku.

Wanti menggeleng pelan.

"Cari tau kenapa sekarang dia gak masuk, saya tunggu kabarnya" Kataku sebelum melangkah ke ruanganku.

Kenapa aku malah ingin mencari tahu keberadaannya, bukankah ini yang aku harapkan terjadi?

Tapi...

Tanganku bergerak mengacak rambut belakangku kesal.

Ketukan pintu membuatku berdeham dan mengatur wajah senormal biasanya.

Wanti masuk.

"Handphonenya gak aktif Pak, pesan yang saya kirim juga cuma checklist satu garis" Lapornya begitu berdiri di depan mejaku.

Aku hanya mengangguk.

"Tolong telepon bagian HRD, saya minta data Laras, cepat" Perintahku.

Wanti mengangguk lalu beranjak keluar dari ruanganku.

Aku memutar kursi ku ke belakang, menatap gedung-gedung perkantoran yang mengelilingi gedung perkantoran tempatku berada.

Rasa bersalah kembali mengusikku.

Rasanya tidak benar apa yang kemarin aku lakukan.

Tbc

Nyesel di kemudian hari? Terlambat!
Pusing sendiri? Rasain!

Gak eike belain dirimu bang Emir silek, coba periksa deh otak yeay, keknya samtinglong 😅🏃🏃🏃 jangan ada yg helep detse pelissss 😂

you againKde žijí příběhy. Začni objevovat