1

12.1K 518 45
                                    

"Akhirnya."

Alika menghembuskan nafas lega dan menutup ponsel miliknya yang terasa panas di telinga. Sudah sejak setengah jam yang lalu ia meladeni salah satu orang yang meminta pendapatnya soal percintaan.

Dewi Cinta, itu sebutan orang-orang pada dirinya. Mereka kerap kali meminta nasihatnya dalam masalah percintaan yang mereka hadapi. Terkadang, bukan hanya masalah cinta saja, tetapi masalah kehidupan dan pekerjaan juga.

Semua ini dilakoni Alika secara tidak sengaja. Ia pernah memberi nasihat untuk salah satu temannya yang bernama Nadja, dan ternyata nasihat yang diberikan Alika sangat tepat untuknya. Sejak saat itu dia sering berkonsultasi dengan Alika dan memberitahukan teman-temannya yang lain. Alika sendiri tidak tahu kenapa pendapat yang ia berikan selalu dirasa pas oleh mereka yang meminta pendapatnya. Hanya kebetulan? Entahlah.

Jika kalian pikir dengan memberikan konsultasi masalah cinta ini Alika mendapatkan uang, kalian salah. Alika sama sekali tidak meminta bayaran. Dia tulus membantu. Beberapa orang yang berhati baik suka sekali mentraktir Alika makan atau membelikannya baju atau barang lainnya.

Alika meraih dompet hitam dan juga ponsel miliknya. Alika menatap sejenak penampilannya di cermin kecil berukuran separuh badan yang menempel di dinding kamar rumah kontrakannya. Alika berbagi rumah ini dengan Vio, karena harganya yang lumayan mahal jika harus ia tanggung sendiri.

Setelah memastikan penampilannya masih rapi, Alika beranjak keluar dan mengunci pintu kamarnya. Tujuan utama Alika di kala sore hari libur kerja seperti ini adalah ke sebuah coffee shop yang berjarak beberapa meter dari rumah kontrakannya.

Magnolia, sejak beberapa bulan yang lalu, saat Alika dan Vio pindah rumah, coffee shop ini langsung menjadi tempat favoritnya. Suasananya yang nyaman, kopinya yang enak dan juga pemiliknya yang tampan, menjadi alasan Alika betah berlama-lama berdiam diri di sana.

"Hai, Al!" Deni, salah satu barista Magnolia menyapa Alika saat gadis itu memasuki cafe. "Seperti biasanya?"

"Ya, Den, di tempat biasa ya."

Alika tersenyum manis sembari mulai berjalan menuju sudut favoritnya. Tempat di bagian paling pojok, berada di samping jendela besar yang menyajikan pemandangan jalan raya. Lalu lalang orang yang lewat di sana entah mengapa selalu memberi Alika kenyamanan.

Alika menghentikan langkahnya saat dilihatnya ada sebuah kertas berwarna pink muda, ditempelkan di atas meja yang biasa ia tempati dengan menggunakan selotip.

Kertas itu bertuliskan : Dear Alika.

Alika mengedarkan pandangannya ke sekeliling coffee shop tetapi ia tidak melihat seseorang yang terlihat mencurigakan. Semua sedang sibuk dengan minuman atau makanan mereka. Beberapa bahkan tidak menyadari kedatangan Alika.

Dengan jantung berdebar kencang, Alika meraba kertas yang berada di atas meja itu. Setelah menarik nafas panjang dan melihat bahwa benar surat itu ditujukan untuknya, Alika melepaskan selotip di meja dan meraih kertas berwarna pink itu.

Alika meletakkan dompet dan ponselnya di atas meja sembari duduk dan menyadarkan punggungnya di kursi. Perlahan di bacanya isi surat itu.

Dear Alika,

You have witchcraft in your lips

Secret Admirer 

Alika membaca lagi kertas yang dipegangnya. Jantungnya berdetak semakin kencang setiap kali ia membaca ulang apa yang tertulis di sana. Perlahan, setelah mengatur nafas dan debaran jantungnya, Alika meletakkan kertas tadi kembali ke atas meja dan meneliti tulisan yang ada di sana. Di tulis dengan tinta berwarna hitam, tulisannya juga rapi, terkesan tidak terburu-buru saat di tulis.

Dewi Cinta [Selesai]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu