2

5.5K 373 26
                                    

"Itu faktanya, Al."

Yura, teman satu kantor Alika memainkan sendok di tangannya ke udara sembari dia menjelaskan tentang fakta jika wanita yang berwajah cantik dan juga seksi cenderung lebih mudah mendapatkan kemudahan dalam segala hal. Siang ini mereka berdua sedang berada di food court tepat di depan gedung perkantoran advertising tempat mereka bekerja.

"Apakah sudah ada penelitiannya?" Alika menyuapkan sesendok gado-gado ke mulutnya.

"Mana ada penelitiannya untuk hal semacam itu." Yura meraih botol minuman dinginya dan meneguknya sedikit. "Tanpa perlu diteliti, memang itulah kenyataannya. Aku berbicara berdasarkan hal yang aku lihat sendiri."

"Contohnya?"

"Kau serius menanyakan hal itu?"

Alika mengangguk yang membuat Yura memandang Alika dengan alis berkerut dan wajah yang terlihat kesal. Dia meletakkan botol minumnya dan memperbaiki letak kacamata di batang hidungnya.

"Dengarkan aku, Dewi Cinta. Kau pasti tahu Shinta, kan? Si anak baru itu. Dia baru bekerja di sini sebulan tetapi sudah menjadi asisten Bos. Dia mendapat keuntungan karena dia cantik dan seksi, bukan karena otaknya. Lalu Diana, dia menjabat kepala divisi pemasaran karena dia juga cantik dan seksi, orang akan mudah tertarik dengan apapun yang akan dia sampaikan. Apapun! Apa kau mau membantah hal itu?"

Alika meletakkan sendoknya, meraih air mineral miliknya dan meminumnya beberapa teguk. Dia menatap ke arah piringnya yang kini kosong dan menatap Yura lagi.

"Tidak, tidak ada bantahan dariku."

"Begitu saja?" Yura menatap heran. "Kau setuju denganku?"

"Ya, aku setuju, Yura. Karena memang kenyataannya itulah yang banyak terjadi. Wanita cantik dan seksi mendapatkan lebih banyak kesempatan dan kemudahan dibandingkan wanita yang dari segi wajah biasa saja tetapi sangat cerdas. Itulah hidup, terkadang menyebalkan. Dan kita berdua termasuk ke dalam golongan wanita yang harus bekerja ekstra keras untuk menunjukkan kecerdasan kita. Tetapi, bukan berarti semua tempat seperti itu, kan?"

"Aku tidak yakin ada tempat yang tidak begitu." Yura menopangkan tangannya di atas meja. "Kita ambil contoh saja jika di jalanan ada dua orang wanita, satu cantik dan seksi dan satu lagi biasa saja. Saat kedua wanita ini memerlukan pertolongan, menurutmu siapa yang akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu? Tentu saja si wanita cantik dan seksi!"

Alika menyipitkan matanya dan menatap Yura dengan seksama. "Boleh aku tahu kenapa kau tiba-tiba kesal dengan semua wanita cantik dan seksi? Bukan hanya karena kebetulan kan kita membahas masalah ini?"

"Kenapa kau mengira aku memiliki masalah?"

"Yah... Kau terlihat kesal sekali dan terus-terusan membahas masalah ini sejak kita mulai makan yang berarti sudah setengah jam ini."

Yura melepaskan kaca matanya, memijat pangkal hidungnya. "Aku kesal karena aku merasa aku berhak menjadi kepala Divisi Pemasaran, bukannya Diana. Aku tidak suka dia menjadi Bosku, dia memerintah aku seperti anak kecil dan aku merasa aku bisa lebih baik darinya."

"Hmm... Lalu?"

"Kau hanya berkata lalu?"

"Kau ingin aku mengatakan apa Yura? Bahwa kau memang layak di sana?"

Yura merengut kesal dan memakai lagi kacamatanya. "Entahlah Al, aku sedang kesal dan sedang butuh teman berbicara."

"Yura, aku yakin sekali Bos kita tahu apa yang dia lakukan. Dia membangun kantor itu sudah dua puluh tahun. Dia pasti bukan hanya asal tunjuk saat memberikan Diana jabatan Kepala Divisi Pemasaran. Aku yakin jika kau bekerja dengan baik dan menunjukkan hasil kerjamu, kau bisa bersinar dan mendapatkan jabatan yang kau mau. Semua akan tepat pada waktunya untukmu."

Dewi Cinta [Selesai]Where stories live. Discover now