19

2.7K 267 48
                                    

"Aku sudah cukup bersabar, Al." Vio memasuki kamar Alika tanpa mengetuk dulu dan langsung duduk di tepi ranjang, memperhatikan Alika yang masih meringkuk. "Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi."

Alika memejamkan matanya sebentar, mendesah pelan dalam hati. Ini pasti akan lama. Vio tidak akan berhenti hingga Alika menceritakan semuanya.

Alika membuka matanya, menegakkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. "Aku baik-baik saja, Vi."

"Simpan omong kosong itu!" Vio berkata kesal, matanya menatap tajam. "Aku mengenal dirimu. Sejak pulang dari Magnolia malam sebelumnya, kau mendadak menjadi pendiam. Kau tidak semangat ke kantor. Kau bahkan tidak nafsu makan. Semua menjadi lebih parah saat kau tahu Bos Tampan adalah Rumi."

Alika menatap Vio di depannya. Vio yang mengetahui seperti apa dirinya, Vio yang telah melalui banyak hal bersama dirinya.

"Al," Vio bicara lagi. "Aku tahu aku bukan Dewi Cinta seperti dirimu. Aku tidak pandai bermain kata dan menasihati orang. Tapi, aku pendengar yang baik. Aku memang belum tentu bisa memberimu solusi, tapi bahuku bisa kau pinjam jika kau sedih."

Alika meraih tubuh Vio dan mendekapnya erat. "Aku..." Alika berhenti sebentar, mengumpulkan lagi keberaniannya. "Aku takut, Vio."

Vio mengusap punggung Alika. "Apa yang kau takutkan, Al? Kau wanita yang kuat. Kau Wonder Woman."

Jika saja situasinya berbeda, Alika pasti akan tertawa mendengar ucapan Vio. Tapi, saat ini ia tidak memiliki energi yang cukup untuk tertawa.

Alika menjauhkan tubuhnya dan menatap Vio lekat. "Aku rasa, aku menyukai Rumi, Vi."

"Ya Tuhan, syukurlah!" Vio tersenyum lebar, matanya berbinar senang. "Kau tahu, Al. Aku menunggu dua tahun. Dua tahun untuk mendengar kau menyukai seseorang."

Melihat Alika terdiam dan tidak merasakan rasa bahagia yang sama, Vio menatapnya heran. "Dimana masalahnya kali ini?"

"Rumi hanya kasihan padaku." Alika mendesah pelan. "Dia bilang sendiri itulah alasannya menulis surat padaku. Surat yang... yang membuat hatiku terbuka perlahan. Hatiku sakit saat mendengarnya mengatakan semua itu kemarin."

"Rumi berkata seperti itu?" Vio mengernyit heran. "Benar-benar seperti itu?"

Alika menggeleng. "Tidak persis sama, tapi itulah yang aku tangkap."

"Apa kau tahu, Al. Kita, wanita terkadang suka sekali menyimpulkan segala sesuatu sendiri? Hanya berdasarkan apa yang kita anggap benar?"

"Maksudmu?"

Vio mendesah pelan. "Itu kesimpulanmu sendiri, belum tentu itulah yang dimaksud oleh Rumi."

Alika terdiam. Ia hanya menatap kosong ke arah Vio yang memandanginya khawatir.

"Rumi semalam datang," Vio berkata lagi dan ucapan itu sukses membuat Alika menatapnya serius. "Aku bilang kau mengawasi jalannya syuting iklan. Dia lalu permisi pulang."

"Jam berapa Rumi ke sini?"

Vio mengernyitkan lagi dahinya seperti tengah berpikir. "Hampir jam tujuh malam. Kenapa?"

Ya Tuhan! Alika pulang hampir jam delapan malam. Itu berarti Rumi berdiri di depan rumahnya hampir satu jam untuk menunggu Alika. Dan saat bertemu, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa dan langsung pergi. Dan semua itu karena dia melihat kehadiran Aksa. Apa dia menyangka Alika pergi dengan Aksa?

"Ya Tuhan!" Alika menggeleng dan mendesah pelan. "Dia pasti salah paham."

"Apa? Siapa?" Vio menatap Alika tak mengerti.

Dewi Cinta [Selesai]Where stories live. Discover now